Alfi mengernyit saat keluar dari lobby kantor. Matanya menyipit, mengamati siluet seorang perempuan tengah duduk di salah satu bangku taman. Mengetahui siapa sosok itu, Alfi segera menghampirinya.
"Kok disini? Dicariin Mas Miko loh."
Anna mendongak, "Oh, Alfi. Kirain siapa."
Alfi hanya mengirim senyum tipis, lalu mengambil duduk 100 cm dari Anna. Dia menoleh, menatap tepat pada netra coklat terang gadis itu. "Kenapa murung?"
Anna memaksakan senyum, "Nggak. Cuma keinget sama seseorang aja."
"Hemm?" Alfi mengernyit bingung. "Emang dia kemana?"
Anna menggeleng kaku, "Nana nggak tahu, Alfi. Dia udah lama banget perginya. Nana juga udah lupa mukanya kayak gimana. Yang Nana inget, dulu Nana punya gantungan kunci yang mirip kayak dia. Tapi sayang, malah Nana hilangin. Nana sedih banget tahu. Padahal cuma itu satu-satunya kenangan Nana tentang dia."
Alfi terdiam. Dia terus mendengarkan cerita gadis disampingnya dengan seksama.
"Kata Papa— dulu pas umur empat belas tahun, Nana sempat kecelakaan dan amnesia. Jadi kenangan Nana dari awal kejadian sampe kanak-kanak tuh hilang. Nana ngelupain semuanya, termasuk dia." lirih Anna. "Sikap Nana ke dia jahat banget nggak sih? Padahal kata Mas Miko anak itu yang dulunya sering nemenin Nana kemana-mana, saat Mama nggak ada didekat Nana. Sementara Mas Miko dan Papa mulai sibuk merintis bisnis."
"Setelah Mama pergi, Papa ngajak kami pindah lagi ke rumah lama peninggalan mendiang Opa. Selama bertahun-tahun, Nana main sendirian di kamar atau di sekitar perumahan." Anna menatap sendu Alfi yang sedari tadi hanya mengawasi pergerakannya. "Kalau dikasih kesempatan, Nana pengen banget ketemu lagi sama dia. Banyak hal yang ingin Nana tanyain. Kenapa tiba-tiba dia pergi dan menghilang? Disaat Nana terpuruk sendirian dan harus menerima kenyataan bahwa Mama udah nggak ada."
Alfi hanya tersenyum tipis, "Jangan nyalahin diri sendiri. Saya yakin, suatu saat kamu bakal ketemu dia kok. Saya juga yakin, Mama kamu pasti udah bahagia disana. Kamu jangan berhenti berdo'a sama Allah ya, Na! Percayalah, Allah pasti punya jalan terbaik buat kamu."
Anna ikut mengukur senyum, "Makasih, ya. Udah mau dengerin curhatan Nana."
"Sama-sama." kekeh Alfi. "Ya udah, ayo balik ke dalam. Udah mau sore, nanti Mas Miko bingung nyariin kamu."
Anna hanya mengangguki. Lalu dia mengikuti langkah cepat Alfi dari belakang.
******
Suara keritan pintu terdengar dari kamar mandi. Alfi melangkah keluar masih dengan handuk yang tersampir di pundaknya. Seluruh tubuhnya masih basah dari atas hingga bawah. Bekas kehujanan sepanjang pulang dari kantor. Membuatnya harus keramas di malam hari yang begitu dingin.
Alfi meringis memegangi kepala yang terasa pening dan berat. Hidungnya tersumbat. Pilek datang dan bersin-bersin menyerang. Tanpa sadar membuatnya kembali memeluk diri sendiri. Merasa begitu menggigil, tapi senyum Alfi tak kunjung hilang. Terus melekat di bibirnya. Tanpa sadar dia mengingat Anna yang tadinya begitu murung, kembali tertawa setelah menerima bakso darinya. Ada rasa lega tersendiri bagi Alfi saat berhasil menghibur Anna.
Ya Allah, ada apa dengan dirinya? Suka kah dia? Bahagia kah dia?
Sepersekian detik kemudian, senyum Alfi mendadak luntur mengingat Anna yang tadi malah tidak membalas pertanyaan Haris mengenai ketertarikan tentangnya.
Apa dirinya sama sekali tidak menarik di mata Anna?
Apalagi gadis itu tadi sempat bercerita tentang teman masa kecilnya. Ya Allah, apa kah pantas dia cemburu seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Dosen
RomanceAnnara yang merupakan mahasiswi cantik dan populer di kampusnya sangat di kagumi oleh banyak pihak. Parasnya yang menawan begitu dipuja-puja semua kalangan. Kehidupannya yang terlihat sempurna tak bercelah dan bergelimang harta, membuat orang lain s...