Saat tengah fokus menatapi layar ponsel, Anna tidak menyadari sebuah lubang yang cukup dalam menghadang didepannya. Lalu sepersekian detik kemudian, kakinya sudah masuk kedalam sana.
Refleks Anna memekik kesakitan, membuat semua orang menoleh panik ke arahnya. Buru-buru mereka menghampiri gadis itu, termasuk juga Alfi yang baru tiba.
"Masya Allah, kaki mu luka, dek!" Miko segera memapah adiknya itu duduk di bangku kebun. "Duh, Lin, kamu bawa obat nggak? Keburu infeksi ini adek mu."
Lina meringis, "Nggak, Mas. Disini juga nggak ada obat."
Miko menghela gusar, "Ya udah, kamu beli ya. Aku lihat tadi ada toko obat di sekitar sini. Kalau nggak salah di dekat minimarket yang ada di ujung jalan sana."
"Biar saya aja yang beli, Mas." sela Alfi.
Miko menoleh ke arah si jangkung, "Eh, nggak apa-apa, Fi?"
Alfi hanya mengangguki. Dia mengirim senyum tipis, sebelum berlarian ke arah yang diberi tahu oleh Miko tadi.
Saat ditengah perjalanan, langkah Alfi terhenti ketika menangkap sesosok gadis berhijab tortilla sedang terduduk di jembatan tepi danau.
Loh, Mili?
"Disini dia rupanya." Alfi menghembuskan napas lega. "Ya udah lah, lebih baik aku cari obat dulu. Mas Miko pasti udah nungguin."
Mengabaikan gadis itu, Alfi hanya mengirim senyum tipis seperti biasa. Sejenak Alfi melirik sekali lagi punggung Emili dari kejauhan. Lalu detik berikutnya, barulah dia kembali meneruskan langkah.
Saat sampai di ujung gang, Alfi terlihat bingung mencari dimana tempat penjual obat itu berada. Menyerah, akhirnya dia masuk ke dalam sebuah minimarket dihadapannya.
Begitu masuk, terlihat dua orang wanita paruh baya tengah terduduk sambil bergosip di dekat meja kasir. Langsung saja Alfi menghampiri mereka.
"Permisi, Bu."
"Ya?" sahut si Ibu penjaga toko, sambil tersenyum tipis.
"Apa ada toko obat di daerah sini?" tanya Alfi, tanpa sadar dia mengelus belakang lehernya ketika ditatap begitu intens oleh dua orang didepannya.
Si Ibu mengernyit, "Toko obat? Apa ada yang terluka?"
Alfi mengangguk, "Kaki teman saya terluka saat masuk ke dalam lubang penggalian di kebun dekat danau, Bu."
"Astaga, kasihan sekali." ringis si Ibu, sambil membekap mulut. "Eh, tunggu. Apa kalian juga sempat bermain di sekitar danau belakang rumah penginapan itu?"
"Iya." sahut Alfi bingung. "Memangnya kenapa, Bu?"
"Haish, kau seharusnya nggak ke sana. Apalagi kalau kalian sampai berenang di danau itu." si Ibu berdecak gemas. "Tempat itu berbahaya sekali. Bahkan sudah ada tanda peringatan yang terpasang, supaya kalian nggak masuk ke sana. Apa kalian nggak melihatnya?"
Alfi menggeleng syok, "Kami nggak melihatnya, Bu."
Teman Ibu penjaga menghela panjang, "Air disitu sangat kejam. Nenek saya dulu hampir tenggelam disana, saat dia masih kecil."
Si Ibu penjaga mengangguk, "Iya, ada hantu yang tinggal di danau. Aduh, sudah banyak orang yang tenggelam disitu."
"Benar." angguk teman si Ibu. "Orang bilang itu adalah sosok kuntilanak. Ada juga yang bilang kalau itu adalah penampakan pocong, bahkan ada juga yang pernah melihat noni-noni yang mendiami danau sejak jaman penjajahan Belanda. Semuanya beraura jahat yang pekat sekali, dek. Bikin merinding, hih."
"Iya. Untuk mandi pun, orang-orang disini pada ketakutan. Kalian jangan pergi ke danau itu lagi, ya." peringat Ibu penjaga.
Dan detik itulah, Alfi sudah berlarian kembali ke arah danau. Mengabaikan panggilan dari si Ibu penjaga toko. Pikirannya sudah di penuhi oleh wajah Emili. Rasa cemasnya hadir begitu saja, bagai bom yang siap meledak.
******
Bayu yang tengah menatapi layar laptop Miko langsung menoleh, begitu seruan Yoga terdengar disebelahnya. Temannya itu tengah fokus menatapi layar ponsel.
"Bay, Lo lihat Mili nggak? Yang lain pada nyariin ini. Tapi nggak ketemu juga. Tadi Fi bahkan udah nyari ke setiap sudut Villa, anaknya tetap nggak ada." Yoga berdecak gemas. "Haish, perasaan tadi baru aja duduk dekat kita deh. Udah ngilang aja tuh bocah. Kasihan tahu, seharian ini dia belum makan. Diajakin juga nggak mau. Lo cari dia, gih. Gue takutnya malah di culik demit."
"Cangkem mu, Ga. Jangan asal bicara Lo, nggak baik." dengus Bayu. "Tadi sih, gue lihat dia di jembatan. Kayaknya dia masih disana tuh. Ya udah, biar gue susulin deh."
Setelahnya Bayu sudah bangkit dan menyusul Emili ke jembatan yang ada di ujung danau. Saat tiba disana, mata Bayu mengembang sempurna ketika mendapati gadis itu sudah tercebur ke dalam air danau.
"Lia!"
Detik berikutnya, dia segera berlarian menghampiri Emili. Bayu semakin panik dan memanggil-manggil nama gadis itu lagi, begitu melihat tubuh Emili kini tidak terlihat lagi menyembul dipermukaan.
Langsung saja dia menceburkan diri kedalam sana, bertepatan dengan kedatangan Alfi yang juga baru tiba di jembatan. Wajah lelaki itu bahkan tak kalah piasnya dengan Bayu.
Dan ketika tubuh Emili yang tengah digendong Bayu menyembul kembali ke permukaan, Alfi segera mengikuti keduanya ke tepi danau usai menyambar sling bag dan ponsel milik teman seangkatannya itu.
Bayu segera membaringkan dan menepuk-nepuk pipi Emili. Raut cemas masih terlihat jelas di wajahnya.
"Lia! Lia!" panggil Bayu lagi. "Bangun, Li!"
Mendapati tak ada pergerakan sama sekali dari Emili, membuat Bayu terpaksa harus melakukan CPR pada gadis itu. Mulai dari menekan-nekan bagian tengah dada Emili, hingga berakhir memberi napas buatan.
Sepersekian detik kemudian, baru lah Emili tersadar. Begitu membuka mata, gadis itu terbatuk. Mulutnya kini juga mengeluarkan cairan yang sempat dia telan tadi.
Emili menarik napas sejenak, sebelum dia mendudukkan diri dibantu oleh Bayu. Setelah itu dia mendongak, menatap Bayu dengan sayu.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Bayu, ikut menatap gadis dihadapannya.
"Pak." lirih Emili mulai terisak. "Saya takut banget. Bapak tahu seberapa takutnya saya? Huaaahh."
Bayu hanya terdiam. Tangannya tanpa sadar sudah mendekap tubuh si gadis judes ini. Emili sendiri pun langsung melingkarkan lengannya ke leher Bayu. Menyembunyikan wajahnya di ceruk leher pria itu, masih dengan isakan yang sama.
"Maafkan saya, yang tak bisa melindungi kamu." Bayu terus menepuk-nepuk punggung Emili. "Kamu udah aman. Semuanya baik-baik aja sekarang."
Cukup lama mereka terdiam dalam posisi saling mendekap. Hingga beberapa saat kemudian, tangis Emili sudah mereda. Napasnya berhembus pelan.
Eh, dia tidur kah?
Setelahnya Bayu menoleh ke arah Alfi yang masih diam didekatnya. Bocah itu tengah menatap ke arah lain dengan raut risih.
Bayu terkekeh, "Fi, Abang mau bawa Mili ke kamarnya. Lo tolong ambilin selimut tebal di lemari dekat tangga sebelah pintu ruang santai, ya. Nanti susul Abang ke atas. Maaf ngerepotin."
"Eh?" Alfi menoleh kaget. "Oh iya, Bang. Nggak masalah kok. Kalau gitu gue ambil dulu, ya."
Bayu hanya bergumam. Setelah kepergian Alfi, baru lah dia menggendong tubuh Emili kembali. Lalu membawa gadis itu masuk ke dalam Villa untuk mengganti pakaiannya dengan di bantu oleh Bi Ira— istri penjaga Villa. Setelahnya dia baru akan menidurkan Emili di salah satu ruangan lantai dua, tempat kamar Anna dan Emili berada.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Dosen
RomanceAnnara yang merupakan mahasiswi cantik dan populer di kampusnya sangat di kagumi oleh banyak pihak. Parasnya yang menawan begitu dipuja-puja semua kalangan. Kehidupannya yang terlihat sempurna tak bercelah dan bergelimang harta, membuat orang lain s...