46. Rencana Liburan

84 9 0
                                    

Usai mengikuti mata kuliah terakhir, Anna langsung saja keluar kelas. Niatnya setelah ini dia mau mampir dulu ke kafetaria. Dirinya tiba-tiba pengen nyemil yang manis-manis. Baru saja dia hendak menuruni anak tangga Fakultas, seruan heboh Emili mengalihkan perhatiannya. Anna jadi melupakan niat awalnya.

"Nana! Huhu, tolongin gue, Na!"

Anna mengernyit, menatap raut panik sepupunya itu. "Hmm? Kenapa deh, Mil? Dikejar hantu kamu?"

"Ih, bukan! Ini lebih serem tahu." dengus Emili, lalu memekik lagi. "Mama Cit udah pulang dari Bogor! Tolongin gue, Na! Gue nggak mau ketemu dia dulu."

"Hah?" Anna mengerjap kaget. "Tante Citra? Kapan pulangnya?"

"Iya. Pagi tadi sampenya." lirih Emili. "Gue ikut Lo pulang, ya? Gue masih kesel sama Mama Cit. Liburan tempat Kakek-Nenek nggak ngajak-ngajak. Gue ditinggal sendirian sama Papa di rumah hampir enam bulanan. Parah banget kan? Jadinya ya, gue ngambek deh. Huhu."

Anna menggeleng-geleng, "Eh, nggak, nggak. Pulang sana! Nanti Tante Cit marah tahu. Yang ada ngamuknya ke aku lagi nanti. Hih, amit-amit."

Anna bergidik ngeri membayangkan wajah mengerikan Bibinya itu. Bahkan raut pemarah dan juteknya lebih menakutkan daripada Emili. Hih, mengingatnya saja sudah membuat Anna trauma sendiri dengan tatapan sinis dan tidak ramah Bibinya. Kali ini dia tidak mau berurusan lagi dengan si wanita kejam.

"Mending kamu cari aman deh, Mil! Nggak kapok apa kamu? Terakhir kali pas Tante Cit ngelabrak Kak Gio— mantan pacar mu pas SMA itu, sampe berhari-hari dia ngomel dan ceramahin aku tahu. Kan yang salah kamu, kenapa malah aku yang kena sih? Hish, kali ini nggak lagi ya! Trauma aku dengerin ocehannya yang nggak selesai-selesai. Udah ngalah-ngalahin panjangnya kereta api aja. Yang ada pengang ini telinga, kalau lama-lama deket dia. Huh." nasihat Anna pada akhirnya tidak akan mempan. Karena gadis dihadapannya ini sudah berlinangan air mata. Cih, dasar cewek ular satu ini. Bikin repot saja.

"Huaaa, Nana? Please, kali ini aja. Gue mohon banget sama Lo, ya?" Emili hampir menangis. Jika saja Anna tidak segera menganggukinya.

"Ck. Okey, okey. Cengeng banget sih." dengus Anna terkesan tidak ikhlas. Menatap Emili penuh ancaman. "Kali ini aja ya? Kalau Tante Cit marahin aku lagi, kamu yang bakal ku pukul habis-habisan!"

"Yey! Iya, iya. Janji! Nanti gue bakal bilang sama Mama Cit, mau minta bantuan dari Lo buat bikin tugas deh. Berhubung sisa makalah dan tugas-tugas laporan gue masih numpuk dan banyak yang terbengkalai gara-gara kerjaan di organisasi. Jadi, ya sekalian aja kan?" kekeh Emili. "Formalitas aja lah. Tapi kalau Lo mau bantu juga nggak apa-apa kok. Dengan senang hati malah."

Wajah Anna tanpa sadar sudah berubah datar. Emili ini benar-benar. Dikasih jantung minta empedu.

Pada dasarnya dia akan selalu kalah dengan sifat memaksa dan seenak semau sepupu judesnya itu. Ah, mengingatnya membuat Anna mendengus jengkel. Akhirnya Anna pasrah saja. Mengikuti langkah cepat Emili menuju parkiran kampus. Sepersekian detik kemudian, mereka sudah berada di jalanan ramai kota. Meninggalkan pelataran kampus di siang menjelang sore ini.

******

Yoga mengintip Bayu dibelakang punggungnya. Dia mengawasi kegiatan yang dilakukan pria itu masih dari balik meja kerjanya. Sesekali Yoga mencuri lirik pada layar ponsel Bayu yang terus bercahaya sejak tadi. Matanya menyipit saat sadar siapa yang sedang di kepoi oleh sahabatnya.

"Duileh. Masih jaman ya, kepoin IG cewek gitu? Langsung ke rumahnya lah. Keburu bangkotan Lo, Bay. Kebanyakan ngulur-ngulur waktu terus Lo mah." goda Yoga, tersenyum miring.

Bayu menoleh. Segera dia meletakkan ponselnya ke atas meja. Lalu berbalik menatap Yoga datar. "Ck. Kepo banget sih, Lo. Ngurusin hidup orang aja kerjanya."

"Dih. Gue tuh perduli sama Lo, Bay. Sebagai sohib Lo sejak orok, gue kasihan tahu, lihat Lo masih jones gini." kekeh Yoga.

Haris yang baru datang pun tak mau ketinggalan, dia ikut menyahut penuh ejekan. "Tahu Lo. Umur udah hampir kepala tiga, masih aja betah menjomblo. Apa kata dunia, Mas Bayu? Ahaha."

"Ngomong mulu Lo pada." dengus Bayu. "Lagian Lo berdua mau cariin gue jodoh? Nggak kan? Jadi diem aja deh. Jangan banyak bacot. Nyinyiran Ibu-Ibu komplek aja kalah sama Lo berdua kalau udah bahas orang belom nikah-nikah gini."

"Dih." Yoga tergelak. "Lo kan bisa cari sendiri. Noh, sama yang lagi Lo kepoin aja. Lumayan cantik kok dia. Auranya juga udah kayak ukhti-ukhti idaman banget."

Kening Haris mengerut, menatap Bayu penuh tanya. "Heh, Lo lagi kepoin siapa?"

Bayu enggan menjawab.

"Itu, sepupunya Miko. Siapa dah namanya? Gue lupa, Ris." sahut Yoga akhirnya. Lalu matanya tertuju pada Miko yang hendak melangkah menuju ruangannya. Segera dia memekik sambil melambaikan tangan ke arah pria itu. "Woy, Mik! Sini bentar!"

Miko menoleh, menatap kerumunan ketiga temannya dari kejauhan. Akhirnya dia melangkah menghampiri mereka. "Kenapa?"

Yoga menyengir, sambil mengelus belakang kepalanya. "Emm, nama sepupu Lo siapa sih? Lupa gue."

Kening Miko mengerut, dia jadi bingung sendiri. "Hmm, yang mana nih? Sepupu gue mah banyak."

Yoga berdecak malas, "Itu loh, yang judes. Anak kesayangannya Pak Hendri Baskoro dan Bu Citra Widuri."

"Maksud Lo Mili?" Miko mengernyit semakin bingung. "Namanya Emilia Baskoro, Ga."

"Nah, itu." Yoga mengangguk-angguk. "Bener Mili, Mik. Masih jomblo kan?"

"Hmm? Iya." sahut Miko mantap, apalagi mengingat didikan Bibinya yang keras itu. Pastilah Emili tidak diperbolehkan menjalin hubungan dengan pria manapun, jika hanya untuk bermain-main saja. "Emang kenapa sih? Kok nanyain sepupu gue yang itu? Naksir Lo?"

"Dih, kagak. Bisa diamuk bini gue ini." dengus Yoga. Lalu matanya melirik Bayu penuh goda. "Itu noh, cowok yang demen sama sepupu Lo. Dari tadi dia terus ngepoin IG-nya Mili."

Miko menoleh kaget. Matanya menatap Bayu tak kalah penuh godanya. "Bener, Yu? Mau gue kasih WA-nya sekalian nggak?"

Bayu mendengus. Akhirnya dia menyahut ketus. "Nggak, makasih. Lagian gue nggak suka sama dia. Ribet berurusan sama cewek kayak gitu."

"Masa?" kekeh Miko. Namun Bayu hanya diam. Pria itu kini kembali fokus menatapi lockscreen ponsel yang menampilkan sebuah notifikasi dari aplikasi jodoh. Membuat Miko geleng-geleng kepala melihatnya. "Tantan terus yang Lo pantengin. Kapan mau dapet yang serius coba, kalau kerjaannya maenin cewek mulu. Bener-bener brengsek Lo, Yu."

"Biarin aja sih, Mik. Nanti juga nyerah sendiri dia, kalau udah nemu yang cocok." celetuk Haris. "Oh, iya. Sabtu ini piknik yuk? Bosen gue liburan di rumah mulu. Apalagi kalau Zaidan lagi rewel, nambah pusing nih kepala. Bukannya seneng di rumah, malah disuruh jagain tuh bocah. Lagian dari minggu kemarin Rina ngajakin piknik mulu."

"Boleh. Lina kayaknya juga butuh refreshing deh. Kasihan juga ngurus klinik terus." sahut Miko, mengangguki.

Yoga tak mau kalah, "Ikut dong. Nanti gue ajak Selin sama Zoe juga."

"Okey. Sekalian Lo ajak Nana sama Mili juga deh, Mik. Biar tambah rame. Ntar gue ajak Andy sama Alfi juga biar makin seru." kekeh Haris, beralih menatapi Miko. Dia punya siasat terselubung sendiri. Sekali dayung, dua tiga pulau tersinggahi.

Haha, Haris sudah tertawa-tawa dalam hati membayangkannya. Lalu matanya berputar melirik Bayu yang kini malah tersenyum-senyum sendiri menatapi ponselnya. "Oi, Yu. Lo jadinya ikut kagak? Kita-kita ikut semua ini. Tinggal Lo doang, ya elah malah sibuk pacaran dia sama cewek di Tantan."

"Hah?" Bayu mendongak. Dia meringis malu menatap ketiga orang dihadapannya. "Terserah kalian. Gue ngikut aja."

"Okey. Fixs ya. Nanti kabaran lagi kita tempatnya dimana. Kalau perlu, nginep aja kita di villa-nya si Bayu yang ada di Lembang." usul Haris.

"Boleh juga. Biar sekalian jalan-jalan kita disana." kekeh Yoga. "Atur aja gimana bagusnya. Gue bagian makan aja. Ahaha."

Bayu mendengus. Ujung-ujungnya dia juga yang kena. Mengabaikan teman-teman tak tahu dirinya itu, dia kembali melirik chat di ruang obrolan. Akhirnya Bayu hanya bisa menatap miris, mendapati chat-nya tidak dibalas sama sekali oleh orang diseberang sana. Padahal gadis itu sedang online.

******

Hallo, Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang