Sore ini nampaknya cuaca tidak berpihak pada Emili. Gadis itu terus menunggu hujan yang mengguyur kota berhenti. Sudah hampir dua jam dia berdiri di koridor kampus. Tapi sepertinya tidak ada tanda-tanda hujan akan reda. Belum lagi suasana kampus yang semakin sepi dan mulai menggelap membuat keadaan tampak begitu mencekam. Lalu tiba-tiba suara bariton muncul dari belakang punggungnya.
"Sendiri?"
Emili berjengit kaget, "Eh, iya."
Dilihatnya kini seorang lelaki berkaos abu tengah menatapnya iba.
Oh, aku kenal cowok ini. Yuda kan? Dan kenapa pula dia ada disini?
Namanya Bintaro Aryuda— mantan Ketua Himpunan Jurusan Teknik Elektro. Dia begitu dipuja banyak perempuan. Pembawaannya yang tenang dan tampan menjadi sorotan khalayak ramai.
Jangan tanya bagaimana Emili mengenal Yuda. Dia pun tidak tahu kapan dan dimana tepatnya mereka saling bertegur sapa untuk pertama kali. Yang gadis itu tahu, Yuda begitu baik dan ramah selama dia mengenalnya. Mereka bahkan tidak satu jurusan. Gedung Fakultas pun berbeda. Dan letaknya saling berdekatan.
Haish. Nggak ada yang aneh sih. Bisa jadi dia habis nongkrong sama temennya kan? Tapi tetep aja mencurigakan. Mana ada orang baik yang tiba-tiba muncul dengan tatapan mencekam gitu?
"Mau bareng? Gue bawa mobil kok. Jadi nggak bakal kehujanan." tawar Yuda.
"Eh?" Emili memaksakan senyum. "Makasih. Gue nunggu hujannya reda aja."
"Beneran? Kampus makin sepi loh. Ini juga udah mau Maghrib. Kalau hujannya nggak berhenti juga gimana?" sahut Yuda, kembali memastikan.
"Iya, Yud. Gue bentar lagi dijemput kok. Lo duluan aja." tolak Emili lagi.
Yuda menghela, "Ya udah, gue duluan ya?"
"Iya."
Emili terus mengamati punggung Yuda yang semakin menjauh, sebelum menghilang dari pandangannya.
******
Malam semakin larut, namun hujan tidak kunjung berhenti. Sial. Seharusnya tadi Emili terima saja tawaran Yuda. Ah, dia memang bodoh. Emili dan mulut bohongnya adalah bencana besar.
Dan disinilah Emili sekarang. Dia berdiri di halte depan kampus seorang diri. Jaket yang dikenakan, tidak cukup membuatnya hangat. Angin malam begitu menusuk kulit. Ditambah udara dingin hujan, semakin menambah penderitaan gadis malang itu.
Hari ini terlalu banyak kesialan yang menimpa dirinya. Mulai dari pecahnya ban motor, omelan pembimbing akademik yang ujung-ujungnya bikin sakit kepala, penghianatan teman sekelas, hingga deadline pengerjaan segudang laporan untuk persiapan event yang hampir berakhir. Dan sekarang? Tidak cukupkah penderitaannya? Yang benar saja. Emili capek betul bah.
Helaan napas lelah kembali keluar dari mulutnya. Emili melirik langit yang masih saja meneteskan rintik air. Langit sudah berubah gelap, namun hujan masih terasa awet. Lelah rasanya, begitu banyak kejadian yang dia terima dalam satu hari. Berandai-andai segera pulang dan mengistirahatkan otak. Namun, sepertinya cuaca sama sekali tidak ingin mengasihaninya.
Cukup lama Emili terdiam melamun. Hingga lampu mobil menyorot, tidak jauh dari tempat yang dia pijaki. Sedan hitam itu melaju kencang ditengah hujan deras.
Dengan terpaksa Emili memberanikan diri memberhentikan mobil itu. Jika ada pilihan lain, dia tidak akan senekat ini. Matanya terus terpejam sambil merentangkan tangan ditengah jalan seiring mobil melambat hingga deru mesin tidak terdengar lagi.
Emili membuka mata. Dia tersenyum, mendapati mobil telah berhenti. Segera didekatinya dan mengetuk kaca mobil.
"Maaf, saya boleh menumpang?" lirih Emili tertunduk lemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Dosen
RomanceAnnara yang merupakan mahasiswi cantik dan populer di kampusnya sangat di kagumi oleh banyak pihak. Parasnya yang menawan begitu dipuja-puja semua kalangan. Kehidupannya yang terlihat sempurna tak bercelah dan bergelimang harta, membuat orang lain s...