15. Tragedi Mobil Mogok

114 8 0
                                    

Selama hampir setengah jam, Alfi bolak balik ruang divisi. Seharian ini laporannya sudah terselesaikan. Sebagai gantinya, dia malah menjadi mesin robot pesuruh atasannya. Statusnya yang hanya sebagai pegawai training dan part time, membuat dia tidak bisa berbuat apa-apa. Membantah pun percuma, tugasnya disini adalah membantu mereka. Meskipun kadang Haris menjadikannya sebagai sebuah kesenangan, supaya bisa memerintah sesuka hati. Karena disini Haris lebih leluasa bertindak dan menyuruh-nyuruhnya. Jika dirumah, dia bisa mengadu kepada Alin. Tetapi disini dia tidak bisa mengadu kepada siapapun.

Seperti sekarang, dengan licik kakaknya itu meminta Alfi membantu mengurus setumpuk dokumen yang perlu di fotocopy. Entah berapa ratus lembar hitungannya. Segera diangkutnya lagi satu kardus penuh dokumen RKA yang harus digandakan.

Lama dia menunggu mesin bergerak, sambil membolak-balik kertas. Sampai tangannya nyaris kram, tetap dia tahan hingga satu kardus terakhir berhasil dituntaskan. Setelah selesai, Alfi segera pergi dari ruang fotocopy. Baru beberapa langkah, diujung tangga Alfi nyaris menabrak Miko.

"Maaf, Mas. Saya nggak lihat."

Miko mengangguk, sambil setengah berlari. Walau heran, Alfi mengedikkan bahu. Nyaris melanjutkan langkah, sebelum sadar seruan Miko selanjutnya.

"Fi, bisa bantu Mas sebentar?" panik Miko, memindai beberapa orang yang baru saja memasuki kantor.

Alfi mengernyit, "Iya? Kenapa Mas, kok panik banget?"

"Tolong kamu keluar, cari tukang bengkel atau apa. Terus susulin adek Mas, ya! Mobilnya mogok ditengah jalan. Mas sebentar lagi ada meeting." lirih Miko.

Alfi mengerjap kaget, "Mogok? Ditengah hujan gini?"

Miko mengangguk, "Iya. Tadi pas pulang dari kampus, tiba-tiba mogok. Memang nekat itu anak. Pasti sekarang dia lagi nangis-nangis di jalanan, karena nggak bisa pulang. Kamu lagi nggak sibuk kan, Fi?"

Alfi menimang sejenak. Sejujurnya dia tidak mau terlalu berurusan dengan keluarga Miko, tetapi melihat wajah melas pria itu membuatnya tidak tega.

Akhirnya Alfi menghela napas, "Iya, Mas. Nggak sibuk kok. Ya udah, saya susulin aja. Biar Mas bisa meeting."

"Alhamdulillah. Makasih ya, Fi." ucap Miko, mengulurkan ponselnya. "Ini maps-nya. Itu mogok di jalan tikus. Nggak tahu nyungsep dimana anaknya."

"Masya Allah, adiknya Mas kalau nyetir emang suka lewat di jalan tikus gini? Biar apa coba? Ngindarin macet?" Alfi berdecak gemas, heran dengan kelakuan perempuan itu. Kelakuannya benar-benar di luar nalar. Bisa-bisanya mengendarai mobil di gang sempit seperti itu. Pakai acara mogok segala lagi. Tak habis thinking Alfi. "Tolong share lock aja, Mas."

"Hmmm." angguk Miko, lalu dia menghela. "Ya, mau bagaimana lagi? Anaknya emang keras kepala. Susah dibilangin."

"Gimana ya, Mas. Kalau hujan gini, biasanya got disana sering banjir malah." sahut Alfi menghela panjang.

"Duh, serius? Kasian juga, saya nggak bisa ngebayangin deh gimana paniknya dia kalau kebanjiran. Tolong ya, Fi. Mas harus meeting sekarang." pamit Miko.

Alfi hanya mengangguk-angguk. Padahal dalam hatinya sudah mencak-mencak. Apa sih maunya, adik Mas Miko ini? Belum kenal saja sudah menimbulkan kekacauan. Bagaimana jika mereka sudah akrab? Apa dia akan meruntuhkan bumi dan seisinya juga? Ck. Benar-benar gadis yang aneh dan merepotkan.

Begitu kembali ke ruangan, diletakkannya kardus sembarangan. Dia segera menyambar jaket. Seruan Bayu pun tak dihiraukan. Meskipun sedikit gerimis, diterjangnya begitu saja. Selama beberapa menit selanjutnya, dia masih berputar-putar melewati gang tikus yang ada. Susahnya sinyal karena hujan, membuat dia kesulitan mencari titik keberadaan perempuan itu. Belum lagi gerimis yang kian melebat, menyebabkan bajunya basah kuyup.

Hallo, Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang