25. Bikin Pusing

66 6 1
                                    

"Nar!" Rara menoel-noel bahu Anna yang kembali fokus menulis.

"Nar, jawab aku dulu, ih. Dari kemarin kamu ngehindar mulu." bisik Rara, mengganggu Anna lagi. "Ish, ayolah. Lusa kemarin kamu kemana? Aku kepo banget tahu."

"Apa sih, Ra?" Anna memutar bola mata, menepis tangan Rara yang terus menyentuh bahunya. Tanpa sadar matanya tertuju pada hijab yang dikenakan temannya itu. Ah, tiba-tiba dia jadi kesal sendiri. Teringat perkataan Alfi yang menyukai gadis berhijab. Kalau begitu kenapa Alfi tidak memacari Rara saja? Kenapa lelaki itu malah menolak saat Anna menjodohkannya dengan Rara?

"Nanti aja sih, Ra, kamu mah enak udah kelar dari tadi. Stop, jangan gangguin aku! Nanti Pak Alan marah lagi." akhirnya Anna menyahut malas.

Rara memberengut, raut wajahnya tampak masam. "Sebentar aja, Nar. Please, nggak bakal lama kok."

Fanny berdecak gemas, "Udah sih. Mingkem dulu sana. Nggak kapok-kapok Lo?"

Rara kembali bersuara, "Tapi..."

"Heh! Kalian bertiga!"

Tuh kan!

Anna meringis saat menyadari satu suara mengintrupsi mereka. Seakan tidak cukup, suara itu kini semakin mendekat. Membuat Rara, Anna dan Fanny saling melempar pandangan takut-takut. Anna menunduk panik sambil membolak balik halaman buku paket di mejanya. Sementara Rara sudah berkeringat dingin. Dan Fanny terus mengirim pelototannya ke arah sih biang kerok masalah.

Haish, kenapa Anna harus mempunyai dua sahabat yang sangat petakilan begini? Ujung-ujungnya pasti dia juga yang kena. Apes-apes, hidupnya benar-benar apes.

"Kalian lagi, kalian lagi!" decak Alan jengah. "Berani-beraninya mengobrol di jam mata kuliah saya!"

"Maaf, Pak."

Alan menghela panjang, "Kali ini alasan apa lagi yang kalian rundingkan?"

Rara melirik bingung kedua temannya. Tapi Fanny langsung menghadap depan dan berpura-pura memperhatikan LCD sambil berlagak tengah menulis. Sementara Anna bersembunyi di balik buku paketnya.

"Beuh, temen-temen laknat." batin Rara, meringis jengkel. Akhirnya dia kembali menatap Alan lirih.

"Tadi Annara mau tanya soal nomer dua, Pak." sahut Rara ngeles.

"Eh, kok aku sih?" kaget Anna terdengar berbisik. Dia langsung menatap Rara sebal.

"Oh, gitu." Alan beralih menatap Anna dan tersenyum angkuh. "Coba kamu buka halaman seratus lima! Di buku paket depan kamu itu."

Anna mengerjap bingung. Dia menurunkan bukunya dari wajah, memastikan ucapan Alan sekali lagi. "Maaf, Pak?"

"Kamu nanya soal nomer dua kan?" tantang Alan. "Nah, coba cari di buku paket itu! Ayo, cepet buka!"

Anna masih kebingungan. Tapi dengan cepat dilaksanakannya perintah si dosen galak. Tangannya memindai halaman demi halaman di buku. Lama dia mencari, namun tidak kunjung ditemukannya soal itu.

Anna masih membolak-balik lembar demi lembar. Gerakannya yang semula santai kini menjadi cepat. Bersamaan dengan itu, keringat dingin mulai bercucuran dari pelipisnya.

"Masih belum ketemu?" tanya Alan dingin.

Anna memaksakan tawa. Dia mencoba menyembunyikan kepanikannya. "Ahaha, iya, Pak. Dimana ya?"

Lalu satu pukulan di meja mengagetkannya, "Berani-beraninya bawa buku Administrasi Bisnis di kelas Manajemen saya!"

Anna mengerjap linglung. Refleks dia langsung membalik sampul buku secepat kilat. Tubuhnya melemas saat membaca judulnya. Gadis itu semakin ketar ketir saat mendapati judul di buku adalah Business Negotiation and Administration, dia benar-benar tidak menduga buku milik sang kakak kini berada digenggamannya.

Hallo, Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang