66. Bertamasya Keliling Pasar

50 7 0
                                    

Bayu melirik gemas gadis disampingnya, ketika Alfi tidak kunjung datang. Wajah dan ubun-ubun pria itu rasanya sudah terbakar oleh terik sinar mentari yang kian merangkak naik diatas kepala mereka. Kakinya juga sudah kram, karena lama berdiri menyandar di sisi mobil.

"Mana sih, tuh bocah?" Bayu menghela panjang. "Kan timbang nyari kunci mobil doang, lama bener. Dia mampir ke Menara Eiffel dulu apa gimana?"

Emili yang mendengar ocehan itu, malah terkikik geli. "Udah, sabar aja. Bentar lagi juga muncul kok, anaknya."

Bayu mendengus, "Tapi ini udah jam berapa, keburu..."

"Maaf, Bang. Kalian lama nunggu jadinya." ringis Alfi, sambil menyodorkan kunci mobil. "Nih."

"Haish, hampir aja gue jadi fosil berlumut loh ini, Fi." gerutu Bayu. Setelahnya dia segera menyalakan mesin mobil, usai menyambar kunci dari bocah jangkung itu.

Alfi hanya menatap tidak enak hati.

"Udah, nggak apa-apa. Nggak perlu ngerasa bersalah." kekeh Emili. "Yuk, buruan masuk. Ntar kesiangan kita."

"Iya." angguk Alfi pasrah.

Baru saja lelaki jangkung itu hendak duduk disamping Bayu, sebuah seruan panik terdengar dari kejauhan.

"Fi, tungguin! Fi! Ish!" pekik Anna, sambil mengatur napas sejenak. "Fi, tungguin Nana! Fi! Huhu."

Alfi menoleh. Dia menatap bingung gadis yang kini sudah berdiri dihadapannya ini. "Loh, Nana? Ngapain disini? Katanya kaki kamu sakit lagi tadi? Kok malah nyusulin?"

Anna menyengir lebar, "Ehehe, sekarang udah nggak, Fi. Nana ikut kamu ya? Boleh kan? Pasti boleh dong?"

"Boleh aja sih. Tapi disana pasti bakal rame banget. Mana saya nggak tahu berapa lama kita bakal muter-muternya. Kalau nanti kaki kamu kambuh lagi gimana? Belum lagi kalau kamu ngeluh kecapekan." lirih Alfi, sambil melirik kaki Anna yang masih diperban. "Saya nggak mungkin juga gendong kamu kan?"

"Tenang aja. Nana bakal baik-baik aja kok." Anna memaksakan senyum. "Nana janji nggak bakal ngerepotin kamu, Fi. Boleh, ya? Nana pengen ikut kamu."

Alfi hanya terdiam ragu.

Emili yang melihat perdebatan itu pun merasa gemas. Akhirnya dia menurunkan kaca mobil dengan raut kesal.

"Heh, Na! Kalau mau ikut, buruan masuk sini! Jangan kebanyakan bacot disitu deh!" ketus Emili.

"Eh, Mili ikut juga toh." Anna tersenyum lebar. Setelahnya dia segera masuk dan mengambil duduk didekat sepupunya itu. "Wah, ada Bang Bayu juga. Kenapa nggak bilang dari tadi sih, Fi? Kan Nana nggak perlu ngedrama dulu, huh."

"Akhirnya nyadar juga Lo, kalau selama ini cuma tukang drama. Akting artis Internasional aja kalah sama Lo." cibir Emili, berdecih sinis. Lalu dia beralih melirik Alfi. "Lo juga, Fi. Mau aja ngeladenin nih bocah. Nggak sakit apa itu kuping Lo?"

Alfi yang baru duduk pun hanya bisa meringis, mendapat omelan dari kedua gadis itu. "Udah biasa sih, Mil. Paling nanti juga gue cuekin doang."

"Jadi maksudnya Nana ini cuma sekedar angin lewat bagi kamu, Fi? Iya? Hih!" ketus Anna, hampir melayangkan sling bag-nya.

Alfi gelagapan. Buru-buru dia menutup mulutnya. Sementara Bayu yang sedari tadi mendengarkan malah terkekeh geli.

"Udah sih. Tutup telinga aja, Fi. Kalau Lo nggak kuat, angkat kaki." bisik Bayu, sambil mencuri lirik pada gadis disebelah Anna. "Cewek-cewek mah, emang gitu. Bisanya cuma caper doang. Giliran diseriusin, panik dianya. Omongan doang yang besar. Nyatanya langsung ciut mereka tuh. Mesti di curigai sih, ini. Takutnya malah terkena Philophobia kan."

Hallo, Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang