Chapter-44

1.3K 113 3
                                    

"Makanannya sudah siap."

Biru telah menyiapkan hidangan sederhana untuk sarapan pagi ini. Uap yang berasal dari sup ayam dan nasi hangat mengepul ke atas dan menggoda indra penciuman semua orang yang ada di villa itu.

Galang, Dion dan Si Hitam berjalan bersama menuju meja makan. Lalu mereka duduk diatas kursi. Pemandangan ini entah kenapa membuat Biru merasa lucu. Mulai dari Galang yang bertubuh besar, Dion yang berukuran kecil di Si Hitam mungil namun gemuk dibandingkan kucing desa pada umumnya.

Biru segera menyadarkan pikirannya yang berkelana dan mendekati Dion, "Ayo, kita pulang Dion. Pekerjaan kakak sudah selesai."

Biru memegang tangan Dion yang wajahnya kebingungan, padahal dia hendak meraih piring, Galang di sampingnya mengerutkan kening dan berkata.

"Kenapa terburu-buru?"

"Ayo, Dion. Kita pulang."

Alih-alih membalas ucapan Galang, Biru malah menarik Dion agar segera turun dari atas kursi. Si Hitam di sisi lain sudah mengeong beberapa kali, seolah sama bingungnya.

"Tapi, Dion mau makan. Dion lapar."

Dion, anak itu mulai merengek kepada kakaknya. Enggan dengan ide kakaknya yang ingin pulang. Padahal hidangan menggugah selera sudah ada di hadapan dirinya.

"Nanti kita makan di rumah."

"Engga! Dion mau makan ayam! Sudah lama Dion ga makan ayam!"

"Dion..."

"Engga mau!"

Biru berusaha menenangkan Dion yang jarang sekali tantrum. Biru merasa bersalah karena dirinya memang tidak pernah bisa selalu memberi Dion makanan yang layak. Padahal di usianya yang masih 6 tahun, Dion perlu makan makanan yang bergizi dan sehat. Sedangkan, dia tidak bisa melakukan itu setiap hari.

"Dion..."

"Biru, Biarkan dia makan disini. Lagipula lauk yang kamu masak juga banyak."

Galang datang menyela pembicaraan mereka. Walaupun Dion setuju atas ucapan Galang, Biru masih terganggu dan tidak nyaman.

"Kak Biru..."

Setelah beberapa saat, Biru akhirnya mengangguk setuju. Dan Dion tersenyum lebar. Dia kembali naik ke atas kursi. Saat itulah dia bertemu tatapan Galang.

"Ayo kita makan bersama."

Karena Dion duduk diantara Galang dan Si Hitam, Biru tidak punya pilihan lain selain duduk di seberang mereka berdua. Dia mengambil piring putih dan menaruh nasi di atasnya, kemudian menyerahkan itu kepada Dion dan Galang yang menunggu penuh antusias.

"Makan secara perlahan dan jangan berantakan."

"Iya, Kak."

"Iya, Biru."

Biru hanya berniat memperingatkan Dion, namun Galang malah ikut menjawab. Namun, Biru tidak mau menghiraukan itu.

"Jangan hanya melamun. Ayo makan."

"Iya, Kak Biru. Ayo makan!"

Biru yang tadi hanya diam pun tersenyum canggung ketika keduanya mengajaknya secara bersamaan. Entah kenapa Biru sedikit kesal kepada Dion yang mudah sekali dekat dengan Galang.

Suasana di meja makan cukup hidup. Ada Dion yang sedikit cerewet dan mengeluh karena harus makan sayuran nya juga. Ada Galang yang mendengarkan dengan hikmat dan sesekali menanggapi. Ada juga Si Hitam yang mengeong ikut dalam pembicaraan mereka.

Sedangkan Biru, diam di tempatnya dan makan dengan tenang. Dan hal itu tidak luput dari pandangan Galang. Senyuman hangat terpancar dari wajahnya tanpa Biru ketahui.

***

"Kita sudah selesai makan, jadi saatnya pulang."

"Tunggu."

Biru hendak pergi namun, Galang menghentikan dirinya. Dia menoleh dan mendapati Galang yang buru-buru berlari dari arah kamar mandi.

"Tinggal saja disini."

"Tidak perlu."

"Aku sendirian disini."

"Ada Si Hitam."

"..."

Biru hendak berbalik dan menarik tangan Dion, namun Galang kembali mencegahnya dengan memegang bahunya. Biru menepis tangan tangan itu sambil menatap tajam ke arah Galang.

"Maaf. Tidak sengaja."

"Apa lagi?"

"Eh, itu. Aku perlu belanja bahan makan dan beberapa barang."

"Ya sudah. Beli saja. Apa urusannya denganku?"

Nada bicara Biru terdengar datar, membuat wajah Galang suram. Biru tidak peduli sekalipun Galang merasa terganggu.

"Maksudku. Aku tidak tahu harus membelinya dimana."

"Beli di pasar."

"Aku tidak tahu tempatnya."

"Tanyakan saja kepada pegawaimu. Mereka pasti tahu."

"Tidak, maksudku. Aku ingin kamu yang mengantarku kesana. Aku tidak tahu tempatnya ada di sebelah mana. Aku belum lama tinggal disini dan belum familiar dengan area disini. Aku tidak mau tersesat."

Galang menatapnya dengan penuh harap menunggu jawaban Biru. Biru merasa kesal karena Galang seolah tengah menahannya untuk tinggal bersama.

"Ayolah, Biru. Aku mohon. Aku hanya kenal dirimu disini."

"Ada Pak Anton."

"Tapi aku hanya nyaman bersamamu."

"Aku tidak."

Galang terlihat kewalahan karena Biru yang keras kepala. Tidak tahu apa yang harus dilakukannya agar Biru mau pergi mengantarnya.

"Dion mau ikut ke pasar!"

Biru menatap ke arah Dion dengan kesal, tapi Dion mengabaikan itu dan malah mendekati Galang. Menarik tangannya dan memohon agar dia mengajak dirinya.

"Paman, Dion mau ikut ke pasar! Dion ikut!"

"Dion..."

Seolah mendapatkan kesempatan dalam sebuah kesempitan, Galang sedikit menyeringai kemudian dia berjongkok di depan Dion kemudian membisikkan sesuatu kepada Dion. Namun kedua matanya masih mengarah ke arah Biru. Jelas ada senyuman disana. Biru tahu apa yang tengah Galang katakan.

Karena detik berikutnya, Dion mendekatinya dan memegang tangannya sambil memohon dengan kedua matanya yang besar dan jernih itu, "Kak Biru. Dion mau ikut pergi ke pasar. Emm... Sudah lama Dion tidak kesana. Dion pengen jalan-jalan ke pasar kak Biru! Jadi, antar kami berdua kesana!"

Biru menoleh ke arah Galang, lalu menatapnya dengan tajam, namun Galang hanya tersenyum puas. Biru menghela nafas, Galang sekarang sudah tahu kelemahan Biru.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang