"Jadi, apa alasanmu memukul Kak Indra?"
Biru berdiri di pojok ruangan sambil mengaitkan kedua tangannya. Dia tidak melihat ke arah Galang dan terus menunduk sejak datang tadi.
Hari di luar sudah berganti malam, seharusnya kantor desa sudah tutup sekarang ini. Namun, karena adanya keributan atau kejadian hari ini, kantornya masih buka. Terdengar juga beberapa orang berbicara di bagian luar pintu. Hanya saja Galang tidak terlalu tahu apa yang mereka bicarakan, mungkin terkait dirinya.
Galang merasa sedih, dia ingin mendekati Biru dan memeluknya. Tapi, karena tubuhnya masih diikat tapi. Dia tidak bisa bergerak.
"Aku tanya kenapa kau melakukannya?!"
Biru akhirnya menatap Galang. Tatapannya terlihat seolah dipenuhi oleh kebingungan dan kemarahan. Namun terlihat tidak berdaya di satu sisi.
"Karena dia meremehkanmu, Biru."
"Buktinya apa?!"
"Kedua mataku. Aku melihatnya sendiri. Dia dan teman-temannya merendahkanmu, Biru. Dan aku tidak tahan melihat itu."
Selanjutnya tidak ada tanggapan apapun dari Biru. Dia hanya menatap Galang dengan lekat sebelum akhirnya menarik kedua matanya dan berkata, "Aku tahu kamu sangat membenci Kak Indra. Kamu benci karena dia adalah orang terdekatku dan paling berpengaruh dalam hidupku saat ini. Tapi, kau tidak bisa sampai sejauh ini."
"Aku memang membencinya, namun aku tidak berbohong."
"Apa aku bisa mempercayaimu untuk kedua kalinya?!"
Galang merasakan nyeri di dadanya tanpa alasan yang diketahui. Dia menggigit bibir bagian dalamnya, seolah menahan rasa bersalah dalam dirinya.
"Sepertinya berbicara denganmu, tidak akan berguna sama sekali."
"Tidak, tunggu Biru!"
Galang berseru saat melihat Biru hendak keluar. Biru berhenti dan menoleh ke belakang, "Apa lagi sekarang?!"
"Tidak bisakah kamu tetap disini, menemaniku?"
Biru mendengus mendengar itu, "Untuk apa aku melakukannya, ketika kamu berencana akan pergi meninggalkanku."
"Apa maksudmu?"
Galang tidak mengerti maksud dari kalimat Biru barusan, mengapa Galang akan meninggalkannya. Jelas-jelas Galang selalu menunjukan kalau dirinya akan terus bersama Biru.
"Aku dengar sendiri dari Pak Anton, dia bilang kau akan pergi 1 bulan lagi."
"H-hah?"
"Jangan pura-pura tidak tahu?! Dia bilang kau disini hanya sementara. Setelah 3 bulan berlalu kau akan kembali lagi ke kota."
Wajah Biru terlihat penuh dengan kesedihan, Galang menyesali dirinya tidak bisa berlari ke arah Biru dan memeluknya. Memeluknya dengan erat dan mengelus punggungnya dengan lembut.
"Bukan Kak Indra yang mempermainkanku, justru itu kau, Galang!"
"Kau yang selalu melakukannya!"
"Bahkan aku kembali jatuh lagi kedalam perangkapmu untuk kedua kalinya."
"Kau anggap aku apa?!"
"Setelah senang bermain-main dengan perasaanku, kau akan pergi dan membuangku begitu saja?"
"Pada akhirnya apa yang dikatakan Kak Indra itu benar."
Air mata jatuh dari kedua mata Biru, hal itu sangat menyakitkan bagi Galang.
"Benar, kan?"
"..."
Galang tidak bisa menjawabnya. Dia juga baru ingat, kalau hanya tinggal 1 bulan lagi sebelum dia bisa kembali ke kota. Walaupun itu belum pasti, namun ibunya sudah pernah menelponnya dan mengatakannya kalau Galang sudah bekerja dengan baik dan bagus. Dan dia tidak sabar bertemu Galang lagi di kota.
Itu tandanya, dia pasti akan kembali.
"Tapi..."
"Aku kecewa padamu."
Setelah mengatakan itu, Biru pergi keluar. Galang merasa tidak berdaya dan bodoh. Namun, jika dia mengatakan kalau itu semua tidak benar, itu terdengar seperti alasan. Apalagi dia yang akan kembali, dia tidak bisa menyangkal itu.
Namun, jauh di lubuk hatinya. Galang ingin bersama Biru. Dia ingin selalu berada disisi Biru. Dia tidak ingin mereka berpisah kembali.
Melihat wajah Biru tadi, Biru jelas terlihat sangat kecewa. Itu mengingatkan Galang pada kejadian 7 tahun lalu, ketika Galang secara sepihak menyalahkan Biru.
Dia tidak ingin melihat wajah Biru yang menangis, namun dia hanya ingin melihat wajah bahagianya. Wajah manis yang tersenyum lebar dan menyegarkan layaknya lautan samudera biru dan langit biru.
Tapi, pada akhirnya dia kembali menyakitinya.
Apa dia memang hanya terus menyakiti Biru?
***
Keesokan harinya Galang dibebaskannya dari kantor desa. Tindakan kekerasannya tidak dilaporkan lebih lanjut ke kantor polisi. Dan semuanya berakhir dengan kesepakatan bersama. Namun, itu belum selesai.
Karena, salah satu dari kesepakatannya adalah dia harus meminta maaf secara langsung kepada Indra.
"Aku tidak mau melakukannya?! Karena dia adalah yang salah disini."
Danu di kursi kemudi menghela nafas panjang. Dia juga tidak mau melakukannya, namun dia tidak punya pilihan lain.
"Kalau kita tidak melakukannya, bukan tidak mungkin semuanya akan semakin runyam. Apalagi kalau sampai ke telinga ayahmu."
Mendengar nama ayahnya, Galang menghela nafas panjang. Danu sudah membantunya sejauh ini dan berusaha merahasiakannya dari kedua orang tuanya. Dia juga tidak ingin melibatkan mereka atas urusan pribadinya ini.
"Dia sangat pantas mendapatkannya. Aku tahu itu. Tapi, kita terpojok Galang. Jadi, lakukanlah, walaupun itu terasa berat."
Galang tidak menjawab itu dan memilih melihat ke bagian samping. Lewat jendela kaca mobil, dia melihat laut biru yang ombaknya terlihat tenang. Hal itu mengingatkannya kepada Biru.
Dia tidak tahu bagaimana hubungan mereka ke depannya. Apa dia harus menyerah? Tapi, dia sudah sejauh ini? Dia merasa itu akan sia-sia saja.
Dengan berbagai masalah yang datang bertubi-tubi ini, Galang tidak tahu harus memulai dan mengakhirinya dimana.
"Apa Biru tidak datang lagi pagi ini ke kantor desa?"
Danu menoleh sebentar kemudian kembali menatap ke depan, terus memperhatikan jalan saat mengemudi.
"Tidak."
Galang tahu itu. Pasti Biru sudah sangat membencinya. Dia yakin tidak akan pernah mau bertemu lagi dengan Galang. Atas pemikiran itu, hati Galang semakin kalut.
Lagipula dulu dia juga yang menyuruh Biru untuk pergi, dia sendiri yang tidak mau bertemu Biru. Dan saat itu terjadi, Galang tidak mau itu.
Andai saja dulu dia tidak mempermainkan Biru, dia tidak akan mendapatkan karma seperti ini.
Yang tersisa hanyalah sebuah penyesalan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|
General FictionGalang Mahendra hanya menganggap Biru Samudera sebagai objek tantangan konyol. Setelah di tolak oleh Biru, Galang tetap tidak menyerah dengan tanyangan konyol yang mengharuskannya jadian dengan Biru. Galang berusaha melakukan segala cara agar Biru m...