Chapter-60

334 57 7
                                    

"Apa Kak Indra mau makan?"

Biru duduk di kursi kecil di samping ranjang rumah sakit. Indra berbaring di atasnya. Tubuhnya masih dipenuhi oleh jejak kekerasan Galang. Banyak luka yang sudah menjadi berwarna kehijauan. Apalagi wajahnya terlihat jauh memprihatinkan.

"Emm.."

Gumaman pelan keluar dari mulut Indra. Biru pun mengangguk mengerti dan segera membuka rantang makanan yang tadi dibawanya kesini. Dia secara khusus membuat ini kepada Indra.

Mangkuk bubur di tangannya masih terasa hangat, secara perlahan Biru mulai menyuapi Indra dengan suapan kecil. Indra melahap buburnya dengan perlahan. Dia terlihat kesulitan makan karena kulitnya juga sama terluka.

Setelah selesai makan. Indra diberi obat yang membuatnya mengantuk. Setelah melihat dia tertidur. Biru keluar dari kamar rumah sakit dan duduk di kursi tunggu di bagian luar. Dia tidak mau mengganggu Indra yang tengah istirahat.

"Kenapa ini harus terjadi pada anakku..."

Suara putus asa itu terdengar dari samping, itu adalah ayah Indra. Tubuhnya terlihat kelelahan karena kurang tidur. Namun, dia memiliki tenaga untuk mengeluh.

"Memangnya kamu itu siapanya dia, Biru. Dia mengatakan tidak tahan anakku mengejekmu. Kau bukan pacarnya, kan?"

Biru di tempatnya membeku untuk sesaat, rahangnya mengeras dan kedua tangannya mengepal di atas lututnya. Dia tidak menjawab dan terus menunduk. Dia merasa bersalah karena ini melibatkan dirinya.

"Padahal keluarga kami sudah banyak membantumu, dan ini pembalasanmu kepada kami?"

Tubuh Biru semakin menunduk lebih dalam, rasa bersalah seolah berada di atas pundaknya. Membebankan pundaknya.

"Maaf."

Hanya satu kata itu yang bisa keluar dari mulut Biru.

Ayah Indra menoleh ke arah Biru, menatapnya untuk sebentar kemudian mendengus, "Lagipula kau hanya seorang pria. Kau tidak akan sakit hati hanya karena sebuah candaan diantara sesama pria, kan?"

"Ibumu dulu juga sering jadi bahan candaan orang-orang di kampungmu. Seorang kupu-kupu malam yang sering berganti pria setiap malamnya. Kau sudah terbiasa juga mendengar itu, jadi kau tidak perlu memasukkannya ke dalam hati."

Biru menggigit bibirnya, seolah menahan air yang hendak keluar dari ujung matanya. Sekalipun dia mendengar orang lain sering mengejeknya, dia tidak akan pernah terbiasa. Bagaimana mungkin dia terbiasa oleh rasa sakit hati?

Memangnya dia siapa yang pantas menilai semuanya?

"Asalkan kau tahu, dia pergi meninggalkanmu itu karena dia memang tidak tahu siapa ayahmu. Dia merasa jijik melihatmu. Mengingatkan akan masa lalunya yang kelam. Itu sebabnya dia tidak pernah mau kembali dan mencarimu."

Tidak perlu diingatkan, Biru tahu itu. Dia sangat tahu ibunya hidup bahagia tanpa dirinya. Melupakan dirinya seolah Biru sejak awal memang tidak pernah ada.

"Di sisi lain, aku yang adalah kerabat jauhmu masih rela membantumu. Membuatmu bisa tinggal di rumah kami dan bekerja di restoran anakku. Namun, kau hanya membawa kemalangan untuk anakku."

Keluarga Indra memang banyak membantu, tapi pantaskah dia mengungkit semuanya. Seolah tidak pernah ikhlas dari awal.

Belum sempat Biru mendongak dan membalas ucapannya, ada suara lain yang datang mendahului.

"Aku tahu dari masa asal mulut bajingan Indra itu berasal."

Itu adalah suara tegas dan sinis Galang. Galang menatap ayah Indra dengan marah, pria lain di samping Galang sudah memegang dahinya.

"Apa yang kau katakan, barusan?"

Ayah Indra yang tidak terima, segera bangun dan memegang kerah Galang. Sudah siap untuk memukulnya, namun pria di samping Indra segera menahannya.

"Maaf, Pak. Tolong berhenti. Dia hanya salah bicara."

"Halah! Jangan mengelak! Dan kau berhenti mencampuri urusan kami!"

"Diam kau bajingan gendut! Seharusnya kau mengajari anakmu dengan benar, dengan begitu dia tidak akan memiliki mulut dan kelakuan menjijikan!"

"Kau!"

"Apa? Itu benar, kan?"

"Ada apa dengan sikapmu, kau datang kesini untuk meminta maaf, kan?"

Galang mendengus dan melihat ayah Indra dengan tatapan meremehkan, "Minta maaf? Kau mimpi, Pak Tua?"

"Aku tidak pernah sudi untuk meminta maaf. Karena dia pantas mendapatkannya. Itu adalah balasan setimpal atas apa yang dikatakannya. Dan ini adalah balasan untuk apa yang Pak Tua katakan barusan!"

Bugh!

Dengan satu kali gerakan, pukulan keras mendarat di perut ayah Indra. Pukulan itu langsung membuat pria paruh baya itu langsung terkapar di koridor rumah sakit yang sepi. Karena ini adalah rumah sakit kecil, tidak banyak petugas yang lalu lalang.

Bugh!

Sekali lagi tendangan keras mendarat di perut ayah Indra. Pria tua itu sudah kesakitan dengan dua kali pukulan keras di perutnya. Seringaian terlihat jelas di wajah Galang yang merasa puas. Pria lain di samping Galang juga memegang bahunya, seolah sama puasnya.

"Kau! Lihat saja nanti! Aku akan melaporkanmu ke kantor polisi. Aku tidak akan tinggal diam."

"Aku tidak takut. Laporkan saja, biarkan kita saling bertarung kembali di meja hijau."

"Aku pastikan kau akan mendapatkan hukuman setimpal!"

"Begitu juga denganmu."

Setelah itu, Galang melihat sekilas ke arah Biru. Dia kemudian berbalik pergi bersama pria di sampingnya. Meninggalkan ayah Indra yang masih berbaring di atas lantai dingin.

"Biru, bantu aku."

Biru tetap diam setelah rintihan terdengar dari ayah Indra. Dia ragu-ragu selama beberapa saat, apakah dia harus bangun dan membantunya atau pergi membiarkannya.

Pilihan kedua adalah yang diambilnya, Biru meninggalkan ayah Indra begitu saja. Di belakang sana, ayah Indra sudah mengeluarkan banyak kata-kata kasar. Sumpah serapah juga terus menggema bersama kepergian Biru.

Biru tidak punya waktu untuk pria itu, dia segera berlari berusaha menyusul Galang. Namun, setelah dia berada di luar rumah sakit, dia tidak bertemu Galang.

Saat dia melihat ada mobil jeep yang dikenalnya, dia berlari ke arah sana dan mengetuk jendela. Jendela itu diturunkan dan menampilkan wajah Galang. Biru tidak mengucapkan apapun, namun Galang seolah mengertinya. Dia turun dari mobil dan menutup pintu dibelakangnya.

"Terima kasih."

"Atas apa?"

"Karena memukulnya untukku."

Setelahnya hanya ada hening diantara keduanya, lalu Galang berkata, "Tolong percaya padaku."

Selama beberapa saat Biru diam menatap wajah Galang dengan lekat, akhirnya dia mengangguk pelan. Senyuman tipis langsung terlihat di wajah Galang.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang