"Kami turun disini saja."
Mobil jeep hitam akhirnya tiba di depan gerbang vila, Pak Agus di luar sana sudah keluar dan menyambut kedatangan mereka. Namun, walaupun sudah berhenti, Galang tidak mematikan mesin mobilnya.
"Tidak, biarkan aku mengantar kalian ke rumah."
"Tidak perlu."
Biru langsung menolak itu. Galang segera menatapnya dengan dalam, dari wajahnya dia seolah mengatakan, "Ini termasuk dalam permintaan yang aku bilang tadi siang. Tapi, kamu sudah lupa itu?"
"Aku belum membuatkan makan malam untukmu."
"Tidak perlu melakukannya. Kalian pulang dan istirahatlah. Lihatlah Dion di belakang, dia terlihat sangat lelah."
Lewat kaca dashboard, Dion sudah tertidur pulas. Semenjak mereka masuk ke mobil, Dion dan Si Hitam langsung tidur. Sepertinya energi mereka berdua terkuras habis karena bermain sepanjang hari.
"Ayolah, daripada harus turun disini dan membangunkan Dion. Apa kamu tidak kasihan?"
Biru menghela nafas karena Galang menggunakan Dion lagi sebagai alasan. Walaupun begitu, itu tetaplah masuk akal. Akhirnya Biru mengangguk setuju. Dan Galang sudah tersenyum lebar.
Karena menggunakan mobil, jarak tempuh yang biasanya dilewati dengan jalan kaki terasa lebih cepat dari sebelumnya. Biru turun lebih dahulu dan pelan-pelan membuka pintu belakang dan mengangkat tubuh Dion.
Dion awalnya terganggu, namun kembali nyaman setelah berada di dalam pelukan Biru. Dia mengubur wajahnya di dada Biru.
"Pulanglah."
"Ya."
Biru melihat Galang yang kembali naik ke dalam mobil, tapi sebelum mobil itu bergerak, Biru berbicara lagi, "Terima kasih untuk hari ini."
Tanpa menunggu jawaban, dia segera masuk ke dalam rumahnya dan menaruh Dion di atas kasur. Menyelimutinya dengan selimut tebal. Setelah beberapa saat, suara mobil terdengar bergerak menjauh.
Biru yang merasa lelah, akhirnya ikut berbaring di samping Dion. Namun, itu tidak berlangsung lama karena dia mendengar ketukan dari pintu depan.
Walaupun enggan, Biru tetap bangun dan membuka pintu untuk menemukan Indra yang tengah berdiri sambil membawa satu rantang besar.
"Ini makanan yang ibu buat, dia secara khusus memberikan ini kepadamu."
"Ah, ya. Terima kasih. Padahal tidak perlu repot-repot."
"Bicaramu seperti kita tidak dekat saja."
Biru mengambil rantang besi dan menaruhnya di meja ruang tamu.
"Mau masuk Kak Indra?"
"Tidak perlu disini saja. Dion kemana?"
"Dion di dalam kamar. Dia ketiduran karena terlalu kelelahan."
"Apa kalian pergi lagi bersama bajingan itu?"
Wajah Indra yang tadinya tenang dan ramah langsung terlihat marah ketika mengatakan bajingan itu. Dan bajingan yang dimaksudnya adalah Galang.
"Ya, dia mengajak kami piknik."
"..."
Wajah Indra terlihat seperti tengah menahan amarahnya, namun ada aura gelap juga yang membuat Biru tidak nyaman. Padahal, Indra jarang terlihat seperti ini.
"Kenapa kamu selalu memenuhi keinginan bajingan itu?!"
Intonasinya suaranya perlahan mulai meninggi, takut kalau Dion akan terganggu. Biru membawa Indra ke bagian halaman setelah menutup pintu di belakang.
"Aku hanya ingin mengajak Dion jalan-jalan."
"Kamu kan bisa langsung bertanya kepadaku. Aku dengan senang hati akan membawa kalian. Tidak perlu harus ikut dengan bajingan itu."
"Tapi, aku tidak bisa terus menerus merepotkan Kak Indra. Apalagi setelah semua yang Kak Indra berikan kepadaku. Aku merasa tidak enak."
"Jadi, kamu lebih memilih dia daripada aku?"
"Tidak, bukan itu maksudku Kak Indra."
Biru hanya tidak ingin terus-terusan merepotkan Indra. Apalagi Indra punya kesibukannya sendiri. Mengurus orang tuanya dan restoran miliknya. Dia malu harus meminta tolong lebih jauh.
"Biru, dengarkan aku."
Biru yang tadinya menunduk perlahan mendongak dan bertemu tatapan kemarahan dari Indra. Saat Ini dia merasa tidak nyaman. Namun memilih untuk bertahan.
Indra datang mendekat dan memegang bahunya dengan erat, "Kamu tidak melupakan alasan kenapa kamu meminta tolong kepadaku, kan?"
Biru menggigit bibir bagian dalamnya, seolah ada perasaan yang tengah ditahan. Dia perlahan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Jelas dia tidak melupakan itu dan dia tidak akan pernah melupakannya.
"Kamu sudah terlalu jauh dekat dengan bajingan itu. Kalian sudah terlalu banyak menghabiskan waktu bersama."
Biru tahu itu. Dia dan Galang sudah banyak menghabiskan waktu bersama. Entah itu karena soal pekerjaan. Atau karena hal lain.
"Disini aku tidak berusaha mengaturmu. Aku hanya ingin memperingatkanmu, Biru. Tidak ada hal baik yang datang setelah kalian dekat. Apalagi dari seorang bajingan kaya raya yang bisa menggunakan kekuatannya untuk menindas orang lain."Biru mengangguk pelan. Indra hanya mencoba menasehatinya dan mungkin ini demi kebaikan dirinya. Tapi, di dalam lubuk hatinya, dia ingin mengabaikan nasihat Indra yang jelas sudah lebih lama mengenalnya dibandingkan Galang.
"Dia hanya akan mempermainkanmu Biru. Setelah dia merasa senang dan puas, dia akan membuangmu secara sembarang. Bak sebuah sampah yang tidak berguna lagi."
"Karena bagi orang sepertinya, orang sepertimu mudah untuk dimainkan. Dia tidak akan peduli dengan perasaanmu. Dia hanya peduli dengan kepuasannya, Biru. Ingat itu."
"Jauhi bajingan itu, seperti 7 tahun lalu."
Biru meringis mendengar itu, dan tanpa sengaja dia bertemu dengan bajingan itu. Bajingan itu menatapnya dengan terkejut. Indra yang merasakan tatapan ke belakang tubuhnya juga perlahan menoleh. Dan sekarang keduanya melihat bajingan itu.
Bajingan itu. Galang.
Indra semakin tidak senang mendapati Galang yang ada disini. Dia memancarkan aura musuh kepada Galang. Disisi lain Galang terlihat kaku selama beberapa saat sebelum datang mendekati Biru dan mengulurkan tangannya.
"Ini adalah sandal Dion. Sepertinya dia menjatuhkannya secara tidak sengaja."
Wajahnya bengkok dan terlihat aneh. Dia berusaha tersenyum namun itu terlihat sangat kaku. Sebelum Biru mengambil itu, Indra menepis tangan Galang dan mendorong tubuhnya hingga dia jatuh terjerembab di atas tanah berpasir.
"Apa maumu disini?!"
Biru takut mendengar itu, dia segera memegang tangan Indra, mencoba mencegah kemungkinan perkelahian disini. Galang perlahan bangun sambil menepuk pasir di belakang celananya.
"Tidak ada hubungannya dengan kau, bajingan."
Galang membalas ucapan Indra dan membuat Indra semakin tersulut. Biru merasa tidak berdaya diantara dua pria kekar yang saling memancarkan aura permusuhan.
"Hah, kamu lihat kan, Biru. Sikap baiknya itu hanya pura-pura. Itu tidak lebih dari permainannya juga. Maka, jangan tertipu lagi, Biru. Tertipu untuk kedua kalinya!"
Indra membentak Biru dengan kasar, Biru sampai terkejut mendengar itu. Dia sampai tidak bisa berkata-kata. Karena setelah sekian lama mereka kenal, Indra pertama kalinya berani memarahi Biru.
"A-aku..."
Tidak sadar sampai Biru pun tergagap. Dia sudah tidak berani lagi menatap Indra dan Galang secara langsung dan hanya memilih melihat tanah berpasir di bawah. Dia hanya tidak bisa berkata-kata lagi.
"Sadarlah, Biru! Jangan seperti orang bodoh!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|
General FictionGalang Mahendra hanya menganggap Biru Samudera sebagai objek tantangan konyol. Setelah di tolak oleh Biru, Galang tetap tidak menyerah dengan tanyangan konyol yang mengharuskannya jadian dengan Biru. Galang berusaha melakukan segala cara agar Biru m...