Chapter-63

326 49 6
                                    

-Ayahmu sudah mendengar semuanya Galang.

Suara ibunya di seberang sana terdengar lemah dan lesu daripada biasanya. Galang bahkan bisa merasakan kalau pikiran dan hati ibunya juga pasti tengah tidak baik-baik saja.

-Dia tidak senang karena kamu tidak memberitahunya secara langsung dan malah mendapatkan kabar dari orang lain.

-Ibu juga kecewa padamu, nak.

Kalimat terakhir terdengar sangat samar, kalau suasana di sekitar Galang tidak sepi, dia yakin tidak akan pernah mendengar kalimat itu keluar dari mulut ibunya.

"Maafkan Galang."

Setelahnya tidak ada jawaban apapun dari seberang sana. Galang merasa kecewa juga kepada dirinya sendiri, karena telah membuat kedua orang tuanya seperti itu.

Namun, dia tidak akan pernah menyesali semua perbuatannya. Walaupun perbuatannya itu bukan karena pengaruh orang lain dan dia bertindak terburu-buru, tapi Galang tidak mau menyesal.

-Pulanglah secepat mungkin

Belum sempat Galang menjawab, telepon dari seberang sama sudah ditutup oleh ibunya. Galang menghela nafas panjang dan melemparkan ponselnya secara sembarangan.

Dia membuka laptop dan masuk ke dalam mesin pencarian. Saat dia mengetik nama hotel cabang ini, yang muncul di sana adalah pemberitaan tentang dirinya yang memukul anak salah satu warga setempat. Selain itu ada juga berita terkait Pak Anton.

Berita itu muncul dari berbagai sumber, dengan cepat menyebar di seluruh jagat maya dan menghebohkan seluruh warga internet. Jelas. Karen Hotel M milik keluarganya adalah salah satu hotel terkenal dan terbesar.

Walaupun mungkin tidak semua orang pernah menginap, setidaknya mereka pasti pernah melihat dan mendengar tentang hotel M ini.

Galang memijat pelipisnya dengan berat. Setelah dia merasa semuanya akan berakhir dengan tenang tanpa melibatkan semua orang, pada akhirnya kabar ini pun terdengar keluar.

Kantor pusat pasti akan sibuk menangani semua panggilan masuk. Kemudian pasti akan ada banyak wartawan yang datang ke cabang Hotel M ini. Karena itulah ibunya memintanya untuk segera pulang.

Galang bangun dari tempat duduknya, dia mengambil jas yang tergantung di kursi kerjanya dan langsung memakainya. Dia berjalan keluar untuk menemui Biru.

Karena jika dia tidak segera menemui Biru sekarang, kemungkinan mereka tidak akan bertemu kembali nantinya. Dia harus menjelaskan situasinya kepada Biru dan dia harap Biru akan memahaminya.

Namun, yang ditemukannya adalah kalau tidak ada siapapun di rumah Biru. Seluruh lampu mati total. Seluruh kaca juga tertutup oleh gorden, bahkan halaman di sekitar rumah sudah sangat tidak terawat. Seolah menandakan kalau pemilik rumah telah meninggalkan rumah ini dalam waktu yang lama.

"Ah, sial!"

Entah kenapa Galang malah merasa deja vu kembali. Seolah kejadian 7 tahun lalu akan kembali terulang. Dia segera berlari mengitari rumah.

"Biru?"

"Dion?"

Namun seberapa banyak pun dia memanggil dua nama itu, tidak pernah ada sautan dari dalam rumah. Galang akhirnya berlari menuju vilanya tadi dan mencari Pak Agus. Dia menemukan Pak Agus berada di taman belakang rumah dan tengah membersihkan tanaman.

"Pak Agus."

Mendengar namanya dipanggil, pria tua itu menoleh dan mendapati tuannya. Galang datang mendekat dan berbicara dengan suara tergesa-gesa.

"Pak Agus tahu dimana Biru dan Dion?"

"Aku mencari mereka ke rumahnya langsung, namun aku tidak menemukan mereka disana. Apa mereka berbicara sesuatu?"

Pak Agus dengan perlahan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Itu adalah sebuah amplop putih yang sudah sedikit usang dan kusut. Dia dengan perlahan menyerahkan itu kepada Galang.

Galang merasa berat untuk menerima surat itu. Karena dia yakin ada sesuatu hal di dalam sana. Suatu kenyataan yang tidak ingin diakui dan ketahui.

Namun, dia tidak punya pilihan lain selain menerima itu.

"Dua minggu lalu mereka datang kepada saya. Saat itu dia seolah tengah terburu-buru sambil membawa Dion bersamanya. Ketika saya bertanya dia akan pergi kemana, dia malah menyerahkan ini kepada saya."

"Dia mengatakan untuk menyerahkan ini kepada Tuan Muda Galang. Namun, dia minta agar saya tidak langsung menyerahkan ini kepada tuan. Namun, menunggu tuan datang dulu kepada saya."

Galang mengangguk lemah. Dia pergi dari sana menuju ruang tamu. Si hitam sudah duduk di sampingnya dan melihat surat di tangan Galang dengan penuh minat.

[ Kepada, Galang.

Jika surat ini kembali ditanganmu, kamu pasti tahu kalau aku sudah tidak ada disana lagi.

Ya, aku dan Dion terpaksa harus pergi dari sana. ]

Saat membaca kalimat itu, Galang memegang ujung surat dengan erat dan membuatnya lebih kusut lagi.

[ Kamu bukanlah alasan aku pergi dari sana. Jadi, jangan menyalahkan dirimu atas kepergian kami.

Aku yakin kamu memang tidak berbohong, jadi aku meyakini kalau kamu memang memukul Kak Indra karena dia memang pantas mendapatkannya. Seperti kelakuan ayahnya kepadaku hari itu.

Aku percaya padamu, Galang. ]

Kedua mata Galang terasa panas. Perlahan ada air yang berkumpul di ujung matanya. Galang menggigit bibir bagian dalamnya.

[ Namun, fakta kamu akan pergi.

Aku tidak bisa menerima itu. ]

Saat itulah air mata akhirnya jatuh juga.

[ Aku perlu waktu untuk menjernihkan pikiran dan hatiku ini. Oleh karena itu, aku membawa Dion kembali ke kampung halaman kami. Aku yakin, dengan menghabiskan waktu disana. Hati dan pikiranku akan tenang kembali.

Setelah itu, aku akan memutuskan apa yang sebenarnya aku inginkan.

Jangan cari aku. ]

Kalimat terakhir seolah mengisyaratkan kalau Galang tetap diam dan tidak melakukan apapun.

[ Karena aku yang akan mencarimu. ]

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Playboy Trap |Biru&Galang|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang