Nikah, Yuk! 2.5

1.4K 120 16
                                    

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN FOLLOW AKUN WATTPAD AKU YAAA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN FOLLOW AKUN WATTPAD AKU YAAA

~~••~~


"Gimana? Pasti seneng-seneng dong pengantin baru."

Garda masih menghisap minumannya beberapa lama setelah Hadi mengungkapkan hal tersebut, ia tak ingin cepat-cepat menjawab.

"Da, gue nanya loh barusan."

Tangan Garda memanjang, menyimpan terlebih dahulu gelas minuman di meja. "Nano-nano, bahagia, seneng, kaku, bingung, banyak perasaan yang pada akhirnya campur aduk jadi satu. Tapi, yah, ternyata, sulit buat mengerti cewek."

"Emang kenapa?"

Bahu Garda menggedik sesaat. "Gimana ya. Gue terlalu kaku untuk ada di dekat Nuansa. Dan kami belum bener-bener bisa mengobrol dengan nyaman. Gue bingung harus bahas topik apa, takut dia enggak suka. Kemarin dia nanyain masalah motor, punya atau enggak-nya. Memang ada, tapi di rumah Ummi dan sering dipakai Bang Bima. Gue pikir, untuk pernikahan kami, Nuansa butuh barang itu. Gue beli dan mau bikin kejutan, tapi nyatanya malah bikin Nuansa marah."

"Ya ampun Da."

"Padahal dari sebelumnya, gue udah berusaha jaga sikap biar enggak memberatkan Nuansa. Tapi gue salah langkah, untung malam tadi dia seneng dan mood lagi karena dapat panggilan interview kerja. Hari ini, dia interview."

"Lo ijinin Bening kerja?"

Anggukan nampak dari kepala Garda. Lelaki itu menarik udara sebanyak mungkin untuk mengisi rongga paru-paru yang sesaat lalu entah kenapa terasa sesak sebelum kemudian berkata, "Sebenarnya, gue enggak mau ditinggal-tinggal. Tapi tahu kalau Nuansa seneng banget kerja, sosialisasi dan lain hal, gue enggak akan mungkin larang dia untuk itu. Prinsip gue, selama Nuansa bahagia melakukan pekerjaan itu, gue akan kasih ijin. Meski ya kalau dipikir-pikir, Nuansa kerja buat apa? Dan kalau Nuansa kerja, uang yang gue cari banyak-banyak nanti, siapa yang ngabisin?"

"Lo belum ada komunikasi buat mengungkapkan ke Bening bahwa di sudut hati yang lain, lo kurang sreg kalau dia kerja?"

"Mana mungkin." Garda tersenyum dengan tatapan kosong. "Gue takut dia tersinggung dan enggak nyaman kalau ngomongin hal itu."

"Tapi kan belum dicoba Da."

"Ada banyak ketakutan yang gue rasain setelah menikah sama Nuansa. Gue bener-bener ngerasa harus jaga sikap, jaga bicara kalau dekat dia. Gue takut, sesekali gue ngecewain dia."

"Kenapa lo harus kayak gitu? Jadi diri sendiri aja. Jangan takut berbuat ini dan itu. Lo sayang kan sama dia? Tunjukin itu dengan cara lo sendiri. Dengan cara yang lo mau. Tentang bagaimana Nuansa memandang dan menerima perlakuan lo, itu kan tanggung jawab dia sendiri."

Garda terdiam sesaat. "Gue udah belajar beberapa gombalan. Dan gue udah coba ngelakuin itu di depan Nuansa. Terus reaksinya cuma datar aja dan kayak kebingungan gitu. Dari sana, gue ngerasa kalau Nuansa enggak suka digombalin, enggak suka juga dikasih kejutan, gue mau nganter-jemput, dia bilangnya enggak nyaman dan lain hal. Gue bingung harus gimana sekarang. Perasaan gue ke dia itu besar banget tapi, gue bingung cara nunjukinnya gimana karena terkesan selalu salah di mata Nuansa. Jujur, gue ngerasa gak berguna sebagai suami."

Hadi melipat tangan di dada. "Lo berdua harus nyaman dulu dari obrolan. Coba deh, lo banyak-banyak aja ngobrol sama Bening, nyambung dulu dari komunikasi itu hal yang utama Da. Gue tahu, selama kalian belum menikah, semuanya terbatas. Termasuk urusan komunikasi, tapi sekarang kalian udah bebas. Kalau deket dia, apapun itu, coba pancing topik obrolan dan lo enggak perlu takut kalau topik itu enggak asyik. Selama Nuansa nanggapin semua ocehan lo, berarti topik lo berhasil."

"Begitu ya?"

"Iya Da. Dan inget, apapun itu, lo harus jadi diri sendiri oke?"

^^^^^^^^^

Setelah sekitar satu setengah jam berbicara dengan Hadi, ia langsung pamit ke klinik lalu pulang setelahnya. Garda pikir, wawancara kerja tidak akan menghabiskan waktu sampai setengah hari, tapi kala itu, waktu demi waktu berlalu, sedang Bening tak juga pulang ke rumah.

Kemudian Garda menatap layar ponsel dengan pikiran berkelana. Haruskah ia menghubungi Bening dan menanyakan keberadaannya?

Tapi di sisi lain, Garda takut menganggu sang istri. Garda takut kalau saat ini Bening masih memiliki urusan lain di sana.

Pada akhirnya, Garda kembali menyimpan ponsel ke dalam saku celana dan beranjak. Ia lapar, lebih baik ia masak seadanya untuk mengisi perut karena kini sudah masuk ke waktu makan siang.

^^^^^^^^^^

"Kenapa kamu malah ngajak makan aku sih, Bening?" tanya Fifah sembari menatap semua makanan traktiran Bening yang kini tersimpan di meja. "Kan kamu udah punya suami, kamu harusnya makan sama dia tahu."

"Ya ... memang. Tapi lebih asik sama kamu. Lagian aku kangen tahuuu! Kita kan beberapa hari ini kita enggak ketemu, kamu juga enggak ada chat aku."

"Aku mau ngasih kamu dan garda waktu berdua."

Bening meringis mendengar itu. "Udah deh, lagian enggak asik kalau harus bahas masalah hubungan aku sama Mas Garda. Yang penting sekarang, aku insyaallah bakalan keterima kerja. Aku udah wawancara sebaik dan selancar mungkin tadi. Kamu jangan lupa doain aku ya, moga aja bisa dapat panggilan kerja dalam waktu dekat."

"Aku kira kamu mau terus di kafe, ongkang-ongking kaki. Kan kafe itu gimanapun punya Garda. Kamu bisa nyaman sebagai istri karena punya suami kayak Garda. Udahmah sukses, mapan, banyak duit pasti, ngapain sih ribet-ribet nyari kerja lagi?" tanya Fifah.

"Aku enggak mau bergantung sama Mas Garda."

"Padahal menjadi pasangan apalagi suami-istri itu saling tergantung pada satu sama lain loh, Bening."

"Tapi aku enggak mau sepenuhnya bergantung sama dia. Gimanapun, aku harus bisa bertahan dengan tanganku sendiri. Kita kan enggak tahu di masa depan hubungan aku sama Mas Garda bakalan gimana."

Fifah mengerutkan kening mendengar penuturan barusan. "Kok kamu kayak gitu sih ngomongnya? Pernikahan kalian baru beberapa hari yang lalu loh."

"Hm." Bening nampak meringis sebelum kemudian menyimpan sendok di atas piring. "Tapi aku ... enggak sreg sama perlakuan Mas Garda. Dia enggak peka dan enggak pengertian sebagai seorang suami."

"Kenapa gitu?"

"Ya contohnya tadi pagi, aku enggak mau dianterin, niatnya pengen tahu, dia mau berjuang enggak buat aku, bilang kalau dia bisa luangin waktu buat nganter jemput aku tiap hari. Tapi, dia enggak punya inisiatif kayak gitu. Dia cuma iya-iya aja tanpa banyak omongan lagi. Kayak, kalau aku enggak mau yaudah, dia enggak bakalan peduli."

"Duuuh, kamu apa enggak mikir kalau bisa jadi, itu tuh salah paham? Mungkin Mas Garda ngira kalau kamu emang enggak mau diantar jemput. Kenapa kamu enggak langsung to the point aja?"

"Aku? Enggak bisa. Aku takut kalau minta dianterin langsung tanpa inisiatifnya. Takut diem-diem dia ngerasa direpotin tahu."

"Enggak bakalan kayak gitulah, dia kan suami kamu."

"Meski begitu, enggak bisa dipungkiri, kami berdua adalah orang asing yang menikah dan memutuskan hidup bersama tanpa tahu satu sama lain itu seperti apa? Mas Garda memiliki nilai sempurna di berbagai sisi tapi, dia gagal mendapat kesempurnaan itu sebagai suami." Bening mengembuskan napas berat dan nampak murung setelah mengungkapkan hal tersebut.

~~••~~

TBC

See you soon guys💗

NIKAH YUK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang