Nikah, Yuk! 2.9

1K 111 154
                                    

~~••~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~••~~

Tidak ada percakapan setelah apa yang Bening ucapkan tadi. Garda juga tak lagi banyak berbicara sampai dikeesokan hari. Ia hanya bertanya di saat pagi, mengapa Bening bersiap diri dan sudah rapi, Bening bilang kalau dia ada panggilan kerja sejak kemarin dan sudah mengajukan pengunduran di kafe kepada Hadi. Semua kata yang terlontar dari mulut mungil Bening pagi itu singkat dan terdengar malas. Bening seolah tak ingin lagi berkomunikasi dengannya.

Dan Garda tak berkutik, bingung harus melakukan apa dan memilih untuk berdiam diri mendapati Bening yang bergerak pergi menjauh dengan mobil.

Setelahnya, hubungan mereka semakin mendingin. Dan seolah tak bisa diperbaiki.

Bening sibuk dengan pekerjaan di salah satu perusahaan sedang Garda kembali terjun mengurus klinik dan bisnis. Mereka bertemu saat malam, tidak saling berbicara, sekasur untuk beristirahat sebelum keesokan pagi mulai sibuk sendiri dan merangkai kehidupan masing-masing.

Garda menyadari bahwa, apa yang terjadi antara ia dan sang istri adalah hal yang tidak baik, hal yang tidak benar. Tapi ia merasa tak bisa melakukan apapun. Bahkan Garda berpikir jika rumah tangga ini mulai rubuh dan hancur.

Bukannya Garda tidak berusaha. Tapi  setiap ia mencoba, Bening yang nampak enggan untuk mendekat.

Garda berulang kali ingin berbicara dan juga meminta maaf karena memang ia belum bisa menjadi suami yang baik. Suami yang bisa mengerti posisi Bening. Tapi tetap saja, keadaan tak pernah menjadi lebih baik.

"Udah sebulan loh Da."

"Iya, udah sebulan."

Hadi melipat tangan di dada. "Terus gimana?"

"Enggak gimana-gimana, karena Nuansa selalu menghindar. Karena Nuansa enggak mau mencoba dan terlalu banyak hal yang membuat Nuansa amat sangat sibuk akhir-akhir ini. Jadi kami enggak sempat untuk sekedar makan malam bersama. Nuansa datang ke rumah dengan keadaan kenyang dan dia bilang lelah, jadi selalu langsung istirahat di pembaringan. Dan gue? Enggak bisa maksa dia biar kita berdua bisa bicara."

"Kalau weekend?"

"Dia selalu pergi ngabisin waktu saman keluarga Fifah. Kadang nginep juga."

"Dan lo ngijinin?"

"Ya Nuansa juga ijinnya kalau udah ada di rumah Fifah." Garda mendesah dan menarik rambut depan frustasi. "Jadi gue enggak bisa kalau larang dia. Takut juga dia lebih marah kalau semisal gue banyak ngomong. Dia mau ijin pergi aja gue udah bersyukur banget."

Hadi berdecak-decak mendengar hal tersebut.

"Gue bingung sama hubungan pernikahan ini, Nuansa itu maunya gue kayak gimana dan harus apa? Gue bingung kalau dia enggak ngomong."

"Lo apa enggak bisa inisiatif gitu?"

"Inisiatif buat ngapain? Gue udah nyoba semuanya, gue udah nyoba berbagai hal. Tapi gak mempan."

"Gue kira Bening enggak akan kayak gini. Gue juga kalau ada di posisi lo emang jadinya bingung. Tapi Bro, cowok biasanya terlalu ngandelin rasionalitas, mungkin ini jadi salah satu akar masalah juga. Karena dimanapun cewek termasuk Bening pasti mengedepankan perasaan. Dan untuk mengerti Bening, lo harus bedah dulu perasaan doi. Dan gimana pun, kalau mau ngadepin cewek, rasionalitas lo, mau gak mau harus dimatiin dan total ngandelin perasaan aja."

"Gue udah denger hal-hal kayak gitu berulang kali. Gue udah baca semua jurnal, buku, blog dan lain hal biar bisa ngertiin cewek, gak ngaruh, Hadi." Garda membasahi bibir bawah. "Tapi gue enggak akan nyerah, gue bakalan ngobrol sama Nuansa. Semoga kita berdua punya jalan keluar yang bagus, yang bisa bikin kita sama-sama nyaman."

Tentu, Garda tidak akan menyerah untuk sang istri. Garda tidak akan berhenti untuk memperbaiki bangunan yang hampir roboh ini, apapun yang terjadi.

^^^^^^^

"Ini malam minggu dan why, why, why, setiap malam minggu kamu selalu ada dan nginep di sini, Bening?"

Bening yang tengah mengaplikasikan serum di wajah melirik pada Fifah sesaat dengan alis mata yang hampir bertaut di tengah. "Jadi kamu enggak suka kalau aku ada di sini?"

"Enggak gitu, Bening. Tapi kan ini malam minggu, kamu udah punya suami, apa kamu enggak mau ngabisin waktu sama suami kamu gitu? Couple time. Berduaan, ngedate, makan malam romantis, nonton film or another. Banyak hal yang bisa dilakuin sama pasangan."

"Apa deh, aku capek ah, mau langsung tidur aja."

"Tuh kan, jadi kamu nginep di sini tuh cuma buat numpang tidur?"

"Ya habis kamu cerewet."

Dengan kesal, Fifah pun mengeluarkan napas yang menghimpit ruang dada. Entah kenapa, ia gemas mendengar apa yang baru diucapkan oleh Bening. "Aku kan cerewet niatnya buat ngasih tahu kamu, ngingetin kamu kalau di rumah nun jauh di sana, kamu udah punya suami. Kenapa masih ke sini?"

"Aku kangen sama kamu tahu. Sama Mas Garda udah punya enam hari dalam seminggu buat ketemu, sedang sama kamu, seminggu sekalipun jarang."

"Aku enggak salah denger alasan ini lagi?"

Bening menunduk lesu sebelum kembali menatap Fifah. "Aku ... mau cerai aja sama Mas Garda."

"What?!" Fifah langsung menghentikan segala kegiatan dan menatap Bening dengan mata yang terbuka lebar. "Kamu enggak gila kan Bening?"

"Aku gak bisa kalau terus kayak gini!"

"Pernikahan kalian baru sebulan, Bening! Kamu tuh ya!"

"Justru itu, aku bisa ajuin pembatalan pernikahan, mumpung belum terlalu jauh dan belum terlambat."

Sungguhan, Fifah shock, pikirannya kosong. Ia tak habis pikir dengan apa yang Bening katakan barusan. Pernikahan yang baru terbangun satu bulan itu akan kandas?

"Kalian itu kenapa sih? Pernikahan kamu itu gimana sih Bening? Kenapa bisa-bisanya kamu mau ajukan hal kayak gini? Apa kamu enggak pernah gitu punya perasaan sama suamimu atau malah suamimu itu nyakitin kamu secara berlebihan? Semisal kayak, nampar kamu, nonjok kamu atau selingkuhin kamu?"

"Enggak, Mas Garda orang yang baik, sangat baik, cuma ... aku enggak cocok aja sama dia. Kami enggak bisa bekerja sama dengan baik dalam membangun rumah tangga ini. Sebulan terakhir, sungguhan, aku ngerasa capek dengan semua hal tentang kami. Aku enggak bisa terus-terusan begini!"

"Kalian itu cuma kurang komunikasi Bening. Ya ampun, apa sesulit itu untuk bangun komunikasi?"

"Kamu cuma bisa ngomong, sementara aku yang jalanin, Fifah. Dan semua enggak semudah itu. Aku udah coba sejak awal tapi hasilnya enggak mudah."

"Yakin kamu udah nyoba? Semaksimal apa percobaan kamu? Sebesar apa perjuangan kamu untuk pernikahan ini? Bening, aku harap kamu bisa berpikir lebih jernih lagi tentang semuanya. Karena pernikahan enggak bisa semudah itu untuk dirubuhkan. Ini ikatan suci, Bening. Dan kamu lebih dari tahu kalau Allah itu amat sangat membenci perceraian. Dan menurutku problem kamu dan Mas Garda itu masih bisa diperbaiki."

Bening membelakangi Fifah setelah mendengar penuturan barusan. Bukan, bukan itu yang ingin Bening dengar. Ia membutuhkan secercah validasi dari perasaan berat yang sudah ia emban dan membuat pikirannya terkuras akhir-akhir ini. Garda benar-benar membuat hidup Bening tambah berat.

"Bisa enggak kita jangan bahas ini lagi? Aku capek, Fifah. Aku ke sini mau istirahat dan seneng-seneng sama kamu. Please ya, Fifah. Ngertiin keadaan aku."

~~••~~

Sayang-sayangkuu, aku update lagi kalau komen di chapter ini udah ada 150 yaaa

💕💕

NIKAH YUK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang