~~••~~
Saat memarkirkan mobil di carport, Garda bingung karena kini, gerbang garasi nampak terbuka lebar dan mobil Bening tidak ada di dalam sana. Sesaat setelah menyadari hal tersebut, perasaan Garda merasa kurang baik. Pikirannya langsung tertuju pada kecelakaan yang terjadi tadi saat di perjalanan. Tapi mana mungkinkan?
Dan dimana ponselnya saat ini? Dengan sibuk, Garda meraba saku celana, membuka pintu mobil dan mencari di sana, namun nihil. Dalam kalut, Garda memutuskan untuk masuk ke rumah, dan menemui barang yang ia cari-cari tengah tergeletak di atas permukaan meja ruang tamu.
Garda langsung menyalakan dan mendapati puluhan panggilan tidak terjawab.
Hati Garda diliputi oleh gemuruh gundah. Ia menemui nomor Bening dan menelepon balik sang istri. Terangkat, namun yang bergema pertama kali adalah suara tangisan, disusul oleh gumaman Fifah yang kurang jelas namun intinya, Garda tahu bahwa kondisi sang istri saat ini tengah tidak baik-baik saja.
^^^^^^^^^
Garda berlarian di lorong rumah sakit menuju dimana Fifah berada. Sungguh pikirannya kalut, ia ingin segera melihat Bening. Bagaimana keadaanya? Bening tidak mungkinkan meninggalkan ia? Bening harus selamat apapun yang terjadi. Sudah cukup di sini, Garda janji akan menjalani hubungan pernikahan mereka sebaik mungkin. Semua cobaan di awal pernikahan, ketidakcocokan mereka, keasingan mereka, perbedaan sudut pandang dan lain hal, Garda ingin memusnahkan semuanya.
Saat melihat orang-orang yang ia kenal menunggui suatu ruangan, Garda buru-buru menghampiri. Wajah pucat panik itu nampak semakin tak sabaran. Gemetaran, dipegangnya tangan Tante Rika. "Bening, Tante? Bening dimana?"
"Tenang dulu, Garda. Tenang dulu." Rika balas menggenggam sosok pemuda di depannya. Dia kalut, dia takut, matanya memerah, tubuhnya gemetar.
Garda menggelengkan kepala penuh kerapuhan. "Garda mau tahu keadaan Bening. Garda mau lihat Bening. Dimana dia Tante?"
"Garda, Bening enggak apa-apa."
Gak apa-apa?
Tapi melihat raut Rika kali ini, Garda rasanya tak bisa mempercayai hal tersebut. Dia menangis, mata Rika sembab, nampak ketakutan juga.
"Bening sudah siuman setelah tidak sadarkan diri satu jam lebih, kemudian diminta untuk beristirahat oleh dokter setelah diperiksa beberapa waktu lalu."
Tubuh Garda mundur selangkah. "Dimana Bening, Tan? Dimana?"
"Bening di dalam. Ada Fifah yang sedang menunggu." Sejujurnya, Rika berada di luar bersama sang suami karena ia tengah menenangkan diri, tengah menghirup udara yang nyaman setelah sejak tadi, dadanya porak poranda. Ia takut kala menerima kabar dari Fifah dan melihat keadaan Bening seperti apa.
Kemudian tanpa kata, Garda buru-buru masuk ke dalam ruangan yang berbau obat tersebut. Ukurannya tidak seberapa, ada dua ranjang di dalam sana. Satu ranjang nampak kosong sedang ranjang yang lain, terbaring Bening yang kini tidak sadarkan diri dan Fifah yang tengah menungguinya di sebuah kursi tanpa sandaran.
Melihat kedatangan Garda, Fifah yang nampak berantakan itu berdiri.
"Gimana?" tanya Garda lemah, menatap Bening dengan tatapan yang nampak kosong.
"Bening geger otak berat. Untungnya tidak mengalami amnesia, hanya saja, kepala Bening sakit sekali, jadi tadi diberikan obat pereda dan obat tidur. Ada luka terbuka cukup lebar di sisi kepala bagian kanan, sehingga harus dijahit dan diberikan transfusi darah karena pendarahannya cukup hebat. Kaki Bening aman, tidak terjepit atau pun luka, tapi sebelah tangannya patah jadi harus dipasang pen."
Garda menganggukan kepala. Lalu mendekati Bening tanpa kata. Segini saja sudah syukur, Bening tidak benar-benar terluka parah. Segini saja masih syukur, Garda diberi kesempatan untuk tetap berada di sisi Bening.
^^^^^^^
Tanpa banyak mengeluh, Garda terus menunggui sang istri. Beberapa kali Bening terdengar berbicara melindur. Dikarenakan efek obat tidur yang diminumnya. Pun Garda meminta Fifah dan Tante Rika untuk pulang dan beristirahat saja. Bening menjadi tanggung jawabnya. Garda akan mengabari mereka berdua jika ada kondisi tertentu mengenai Bening. Sedang sejujurnya, Garda belum memberikan informasi apapun kepada Ummi dan Baba.
Dipandangi dengan seksama wajah lelap sang istri. Perlahan kini, matanya mulai terbuka. Tahu akan hal tersebut, Garda pun berdiri, cukup senang dan excited akan kesadaran Bening.
"Mas?"
"Iya, Nuansa. Ini Mas." Sebelah tangan Bening yang bebas Garda genggam penuh dengan kelembutan. "Butuh apa? Ada yang sakit?"
Bening menganggukan kepala. "Kepala Bening sakit banget."
"Mas panggil dokter sebentar."
"Eemmm." Bening menahan Garda. "Gak perlu, Bening cuma butuh Mas Garda untuk tetap ada di sini."
Garda menuruti ucapan sang istri dan duduk tenang.
"Kamu nemuin dia?"
"Jangan bahas itu sekarang, Nuansa. Kamu harus istirahat."
"Kamu enggak apa-apa? Kenapa kepala kamu juga diperban begini?" tanya Bening khawatir.
"Kamu enggak sepantasnya khawatir tentang saya, lihat keadaan kamu sekarang. Udah ya? Istirahat dulu, jangan banyak bicara, jangan banyak mikir." Kecupan terdengar dan tersimpan di punggung tangan kecil Bening.
"Tapi aku enggak tenang Mas." Bening meringis sesaat merasakan sakit yang amat sangat hebat di kepalanya.
"Apa saya bilang tadi, jangan banyak bicara, kamu harus istirahat. Tidur lagi aja." Garda yakin obat tidur Bening belum habis efeknya. Terlihat dari gerak mata sang istri yang nampak ingin kembali menyambut lelap namun Bening tetap memaksakan agar kesadarannya terjaga. "Ini masih malam. Tidur ya?"
"Cerita dulu."
"Kamu lagi kayak gini aja keras kepala." Garda mengembuskan napas. "Gak apa-apa, enggak ada yang terjadi, saya cuma ngasih sedikit pelajaran sama laki-laki enggak benar itu. Agar kehidupan kita tenang. Saya gak sempet ngobrol sama dia, enggak tahu tujuan dia apa mau nemuin kamu, yang jelas mulai sekarang, saya mau percaya kamu aja, saya mau hubungan kita terjalin baik, saya enggak bisa kalau harus menjalani pernikahan yang berantakan terus. Ayo kita mulai lagi sejak awal. Menjadi suami-istri sebaik mungkin, lebih saling mengerti, lebih saling menghargai dan menempatkan diri di tanggung jawab yang seharusnya, saya sebagai suami dan kamu sebagai istri. Kita akhiri perputaran pernikahan tidak jelasnya di sini ya Nuansa?"
"Maaf ya Mas? Seharusnya Bening nurut sama Mas sejak awal Mas minta Bening buat enggak melanjutkan kerja di sana. Mas, sumpah, Bening enggak bermaksud melayani Mas Rian untuk ini dan itu. Bening hanya mencoba bersikap baik dan ramah."
"Iya, saya ngerti. Gak apa-apa, akhiri semua di sini ya Nuansa, kalau selama ini saya belum jadi suami yang baik, saya bener-bener minta maaf."
"Maafin Bening juga karena enggak pernah menjadi istri yang baik buat Mas."
"Kamu istri terbaik yang saya punya. Cepet sembuh, Nuansa. Jangan sakit lama-lama. Maaf saya enggak bisa jaga dan mengawasi kamu dengan benar sampai kecelakaan ini akhirnya terjadi."
"Jangan gitu, Mas." Bening menggelengkan lemah kepalanya lalu kembali meringis. "Aku gak apa-apa."
"Enggak apa-apa gimana sih Nuansa? Kamu lagi kesakitan."
~~••~~
IH IYA CHAPTERNYA LOMPAT-LOMPAT PLEASE MAAFIN YA TEMEN-TEMEN HUHUHU
jangan lupa, vote, komen dan follow akun wattpadku yaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH YUK!
Romance"Nikah yuk?" Bagaimana jadinya kalau orang yang baru kamu temui sebanyak dua kali tiba-tiba mengajukan ajakan pernikahan? Apakah kamu akan menerimanya? Atau justru kamu menolaknya? "Mas Garda ... gila ya?" Atau justru, jawabanmu sama seperti jawaba...