"Nikah yuk?"
Bagaimana jadinya kalau orang yang baru kamu temui sebanyak dua kali tiba-tiba mengajukan ajakan pernikahan?
Apakah kamu akan menerimanya?
Atau justru kamu menolaknya?
"Mas Garda ... gila ya?"
Atau justru, jawabanmu sama seperti jawaba...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
~~••~~
"Capek?"
Bening mengangguk dengan mata yang kini terpejam. "Banget. Mana kerjaan aku besok masih banyak."
Tangan Garda, meski kaku dan ragu, dengan lembut menyentuh helaian rambut Bening yang jatuh di wajah dan menyelipkan ke daun telinga.
Kini mereka berdua sudah berada di atas ranjang, dipeluk selimut yang terasa nyaman. Saling memandang dan sesekali menyentuh.
"Omong-omong, ayam bakar kamu enak banget. Lembut, bumbunya pas. Aku suka."
"Besok saya buatkan lagi, mau?"
"Boleh." Bening tersenyum senang, kini matanya sudah terbuka memandang Garda. "Tapi besok aku pulang malam lagi."
"Iya, gak apa-apa." Garda memupuskan senyum di wajah sesaat setelah menimbang sesuatu yang ingin ia tanyakan sejak tadi. "Omong-omong, dia siapa?"
"Siapa?" Kening Bening mengerut bingung. "Yang mana Mas?"
"Yang sama kamu di depan lobby."
"Oh itu ...." Bening berdehem. "Dia Pak Rian, Mas. Atasan aku. Kami basa-basi sebelum pulang sedikit."
"Oalah, atasan kamu ya? Kelihatan masih muda."
"Udah akhir kepala tiga kok." Bening sebenarnya agak bingung kenapa Garda tiba-tiba menanyai tentang siapa Pak Rian. Apa mungkin Garda kurang suka kalau ia terlalu dekat dengan lelaki lain atau hanya basa-basi saja untuk mengisi kosong waktu pembicaraan?
"Oalah." Garda mengangguk, telapak tangan lelaki itu mengelus lembut rambut sang istri. "Kalau gitu, kamu tidur aja sekarang, tadi katanya ngantuk."
"Iya sih. Selamat malam."
"Selamat malam juga, Nuansa."
^^^^^^^^
Meski masih mengantuk, Bening memaksakan diri untuk membuka mata. Seketika senyumnya mengembang mendapati punggung Garda, menghadap tepat di depan wajah. Tangan Bening terangkat untuk mengusap punggung berisi otot yang cukup tebal itu. Sejujurnya, Bening ingin sekali menyandarkan diri dengan nyaman di sana, tapi entah kenapa, ia tak pernah berani. Ya kecuali saat mereka tengah naik motor bersama. Pun itu tidak pernah terasa benar-benar nyaman bagi Bening.
Bening melirik ke nakas di samping pembaringan dan mengambil ponsel. Kala membuka aplikasi chat berwarna hijau, Bening menemui banyak bubble pesan di grup, teman-temannya membahas deadline kerja yang memang sangat menunpuk di akhir bulan. Bening mengembuskan napas, ia harus berangkat lebih pagi agar sampai di kantor awal hari.
Tengah asik memandangi chat tersebut, sebuah tangan tiba-tiba mendekapnya erat. Dengan suara berat khas bangun tidur, Garda menanyakan, "Udah adzan subuh?"