~~••~~
Garda baru saja selesai bekerja, teman-temannya telah meninggalkan klinik dan menyisakan ia sendiri. Membalikan tubuh dan melangkah cepat menaiki tangga ke lantai mess, Garda menemui sang istri yang kini tengah berbaring meringkuk di sofa. Nampak nyenyak. Bening menunggunya sejak makan siang tadi berakhir. Bening bilang, dia ingin pulang bersama agar Garda tidak pergi kemana-mana dulu.
Sesaat, Garda mengguncang pelan tubuh sang istri. "Udah malam, pulang yuk?"
"Hmmm?"
"Udah malam, Bening." Garda menarik tubuh sang istri untuk duduk di sofa. "Ayo pulang."
"Iya." Bening mengucek mata, membiarkan Garda mengambil semua barang-barang yang ada di meja. Berdiri, Bening pun langsung melingkarkan tangan di lengan sang suami. Yang untungnya tidak ditolak sama sekali. "Mobil kamu disimpan dimana?"
"Aku naik taxi Mas."
Garda menganggukan kepala lalu masuk ke dalam mobil, tepat di depan kemudi dan menyimpan barang-barang di belakang. "Jangan lupa pakai sealbelt."
"Pasangin doooong."
"Kamu udah besar, Bening. Masa tidak bisa pakai sendiri?"
Bening manyun dan terpaksa memakai sealbelt. Mobil mulai melaju perlahan membelah jalanan yang kala itu masih penuh dan riuh. Jakarta adalah kota yang tidak pernah mati. Jam berapapun itu, aktifitas manusia tak akan pernah berhenti. Bening menatap ke arah jendela dan melihat-lihat keadaan sekitar yang dilewati. Habis Garda tak banyak bicara. Ah, ini persis seperti saat mereka berdua di awal menikah. Garda yang pendiam dan dingin itu ternyata sudah kembali.
Bening mengalihkan tatap pada Garda yang sibuk menyetir, hingga fokus wanita itu terenggut oleh lengan sang suami. Saat Garda memegang kemudi dan menggerakkannya, entah kenapa, adegan tersebut sangat memesona dan menyihir mata Bening.
"Apalagi sekarang?" tanya Garda yang sadar akan apa yang Bening lakukan.
"Apa sih Mas? Aku kan cuma lihatin kamu."
"Ya ... ngapain lihat-lihat saya, Bening? Fokus ke depan."
"Aku kan enggak nyetir, kenapa harus lihat ke depan?" Bening manyun lucu.
"Saya risih kamu lihatin. Kamu perhatiin kayak tadi."
"Haaah." Bening mengembuskan napas. "Jadi cewek itu serba salah ya? Ngasih perhatian salah, enggak perhatian juga salah. Mana aku punya suami yang pemarah banget. Ini kamu mau sampai kapan marahnya Mas? Udah dong. Lagian aku udah keluar dan enggak kerja lagi di kantor kok."
"Kamu ... beneran resign?"
"Iya." Bening mengangguk dengan mudah, seolah hal tersebut bukan beban baginya.
"Karena saya?"
"Mmmm iya."
Sejujurnya, Garda tidak tahu di posisi ini, ia harus senang atau sedih. Di satu sisi, Bening rela berkorban demi ia dan rumah tangga mereka. Tapi di sisi lain, Garda membuat Bening harus mengubur mimpinya dalam-dalam.
"Karena kalau dipikir-pikir, menghamburkan uang tuh lebih enak dari pada nyari uang. Aku tahu kamu banyak uang, jadi sekarang, aku bakalan tenang-tenang di rumah, mengabdi sebagai istri dan ibu sambil ngabisin uang kamu."
"Apa itu keputusan terbaik, Bening? Apa kamu tidak sedih melepas semuanya? Pekerjaan yang kamu cari dan harapkan?"
"Enggak, yang terpenting aku enggak kehilangan Mas Garda. Setelah kita hidup satu atap selama beberapa bulan terakhir, aku sadar Mas. Kita udah membangun hubungan yang sangat kuat dan enggak akan mudah bagi aku untuk melepaskan kamu. Sekarang, bisa dibilang, aku ketergantungan banget sama kamu. Harus selalu sama kamu, harus selalu ada kamu, apa-apa butuh kamu. Aku dulu biasa di rumah sendiri, tidur sendiri, tapi semenjak ada kamu, tidur sendiri tuh ... kerasa aneh. Masak sendiri juga kayak kurang afdol. Kamu udah jadi sebagian dari hidup aku Mas."
"Kamu lagi gombal?"
"Enggak, itu yang mau aku omongin selama ini. Plus aku juga minta maaf, meski aku kukuh ngerasa kalau aku enggak terlalu salah."
Garda mendengus mendengar ucapan terakhir Bening.
"Aku hanya mencoba baik kepada semua orang Mas. Gimana cara orang menganggap itu kan di luar kendali aku. Misal ada orang yang baper? Ya maaf, aku enggak maksud."
"Kamu yakin kamu ada pada batasan itu, Bening?"
Lagi, Bening mengangguk-angguk yakin. "Iya Mas! Aku yakin! Aku tahu kok batasan seorang wanita dan terutama istri gimana. Tapi mungkin harus diperbaiki. Aku janji, akan memuhasabah diri dan bekerja keras biar bisa menggenggam gelar istri baik, istri shalihah. Jadi, kamu mau kan maafin aku?"
"Tergantung."
"Apa deh? Kok kayak gitu jawabannya? Enggak asik, tahu!"
^^^^^^^^^^
Garda mengistirahatkan diri di sofa. Seluruh tubuhnya terasa pegal sekali. Sedang Bening langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah mengganggunya sesaat.
Namun, ketenangan Garda tiba-tiba saja terusik dengan dering ponsel Bening. Kerutan nampak, Garda menurunkan kedua kaki dari tubuh sofa, berpikir ragu untuk sedetik lalu memeriksa siapa yang menghubungi sang istri. Takut kalau telepon tersebut penting. Namun ternyata, ada nomor tidak dikenal yang tertera di sana. Di deringan pertama, Garda mencoba tak mengacuhkan, mungkin hanya sebuah panggilan iseng.
Di dering kedua, Garda mulai penasaran namun tetap mengabaikan.
Sedang di deringan ponsel ketiga, Garda tak bisa menahan diri. Di gesernya tombol hijau dan saat itu, Garda bisa mendengar suara seorang laki-laki, membicarakan suatu hal kepada Bening. Seharusnya begitu, hanya saja Garda yang mengangkat. Sosok tersebut meminta Bening untuk menemuinya di suatu tempat dan membicarakan hubungan mereka.
Dan lagi, api marah Garda berkobar lebih besar. Tanpa pikir panjang, Garda menghentikan panggilan telepon, mengambil kunci mobil dan pergi keluar dari rumah.
Semua ini tidak akan pernah selesai.
~~••~~
GES AYO 50 KOMEN LAGI PLEASE, BIAR CEPET BEREEEES
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH YUK!
Любовные романы"Nikah yuk?" Bagaimana jadinya kalau orang yang baru kamu temui sebanyak dua kali tiba-tiba mengajukan ajakan pernikahan? Apakah kamu akan menerimanya? Atau justru kamu menolaknya? "Mas Garda ... gila ya?" Atau justru, jawabanmu sama seperti jawaba...