~~••~~
"Mas, aku udah masak sarapan, sebelum kerja lebih baik kamu—"
"Saya mau ke kafe dulu. Kamu sarapan sendiri."
Bening berdehem dan mengangguk. "Aku juga udah siapin makan siang, jadi bisa kamu bawa."
"Enggak perlu." Garda masih terus melangkah cepat ke luar, ke arah mobil.
"Tapi Mas, kan udah dibuatkan. Tinggal dibawa aja, kamu tunggu di sini."
"Jangan repot-repot buatkan saya sarapan Bening. Lagian kamu sibuk dan buat apa melakukan hal-hal gak penting begini. Jadi silahkan kamu berangkat kerja sesuka hati, sepagi mungkin dan sarapan di kantor. Terimakasih."
Baru kali ini Bening tahu kalau, Garda benar-benar bisa membunuhnya hanya dengan kata. Bagaimana tidak? Ucapan lelaki itu bagai pedang panjang yang tajam. Menusuk dada hingga punggung Bening. Masih semarah itu kah Garda terhadapnya? Mau sampai kapan ini terjadi?
Tak lagi mengintrupsi, Bening membiarkan Garda berlalu dengan mobil. Lesu, Bening masuk ke dalam rumah, menatap dua sandwich yang sudah siap di atas meja bar. Mau tak mau, Bening memakannya sendiri. Entah kenapa, makan sembari menahan tangis sungguh membuat tenggorokan Bening tidak nyaman. Dan sarapan sendiri seperti ini ... entah kenapa sepi sekali. Bening kecewa Garda pergi begitu saja padahal ia sudah membuat sarapan. Tapi mungkin, inilah yang Garda rasakan. Karena tidak sekali duakali Bening pergi dan buru-buru berangkat kerja kala lelaki itu sudah lelah membuatkan ia makanan.
Bahkan seringkali bekal juga harus dikirim melalui gojek. Yang kadang tak Bening sentuh karena ia memilih untuk makan bersama dengan teman-teman divisi. Garda tahu. Bahkan ia sering mengabari akan makan siang di luar saat Garda telah mempersiapkan bekal. Tapi sang suami tak pernah lelah dan kecewa saat harus membersihkan kotak makan yang tidak Bening sentuh.
^^^^^^^^
"Loh kamu kenapa? Enggak betah? Udah mau tiga bulan loh."
Bening tersenyum mendengar perkataan tersebut kala ia memberikan surat pengunduran diri. "Saya betah tapi saya enggak bisa lanjut aja."
"Karena?"
"Alasan pribadi."
"Sakit?"
"Iya." Sakit hatinya saat sadar bahwa selama ini, ia tak pernah menjadi
istri yang baik bagi sang suami. "Bisa enggak kalau saya langsung berhenti bekerja besok?""Enggak bisa, Bening. Seenggak-enggaknya, kamu harus melimpahkan pekerjaan dengan baik pada orang yang nantinya akan menempati posisi kamu. Ya kurang lebih, ini paling cepat loh, seminggu."
"Begitu ya Bu?"
"Iya, Bening. Biasanya satu bulan sampai dapat pengganti. Tapi karena ada Kiki sama Yuli, bisa antara mereka dululah yang handle proyek yang kamu pegang."
"Begitu ya Bu." Bening ingin cepat keluar dari kantor. Apapun caranya. Tapi benar, ia memiliki tanggung jawab. Apalagi diberi keringanan begini. "Baik kalau begitu."
"Saya akan bicarakan sama Kiki atau Yuli dulu, nanti kalau salah satu dari mereka bisa handle, saya suruh mereka ke meja kamu ya? Biar kalian bisa diskusi ini serta itunya."
"Baik Bu."
"Ya sudah kalau begitu, kamu boleh keluar sekarang ya Bening."
"Terimakasih Bu." Bening tersenyum dan bergerak keluar dari dalam ruangan dengan dinding kaca itu. Keputusan yang Bening ambil adalah yang terbaik bagi rumah tangga ia dan Garda yang tengah diterjang badai. Bening akan mengejar Garda secara ugal-ugalan.
Sesaat Bening mengeluarkan ponsel lalu mengirim pesan pada sahabat karibnya dan Neneng.
"Fah, ngobrol yuk nanti pulang kerja?"
"Neng, ketemu bisa enggak ya? Ada yang mau aku ceritain."
Dan tak afdol kalau ia tak menerima saran dari dua orang terdekatnya. Jadi nanti sepulang bekerja, Bening ingin bertemu dengan mereka.
^^^^^^^^^
"Hah?"
"Yang bener Kak?"
"Iya, bener."
"Kamu kok jahat banget sih sama Mas Garda. Padahal suamimu itu loh yang selama ini kelihatan bucin, baik, nurutin kamu banget, penyabar, duh, aku marah sama kamu Bening."
"Aku juga marah sama diri aku sendiri. Kenapa pas udah kayak gini aku baru sadar kalau aku tuh kurang bener dalam menata rumah tangga. Kenapa pas kayak gini aku baru sadar kalau, aku enggak mau kehilangan Mas Garda." Bening mengembuskan napas lesu.
"Kamu tuh gimana sih? Jadi selama tiga bulan lebih terakhir, apa yang sebenarnya kamu jalani?"
"Enggak tahu, aku nyebelin banget. Minta cerai karena hal-hal sepele, minta Mas Garda berubah dan bla, bla, bla, tapi makin ke sini, aku pribadi yang malah ngehancurin semuanya. Bikin Mas Garda kecewa dan marah." Bening melirik Neneng yang memegang tangannya dengan raut iba.
"Dan sejujurnya ya Bening, cowok yang ketemu sama kita di kafe hari Minggu itu? Mas Rian kalau enggak salah, dia annoying tahu. Over gitu kelakuannya sebagai seorang atasan. Enggak ada deh, gimanapun atasan deket sama bawahan enggak pantas kalau kayak gitu. Aku mewajarkan kalau Mas Garda cemburu. Dan mungkin tebakan aku salah tapi Mas Rian itu suka sama kamu."
"Mungkin-mungkin aja tahu Teh." Neneng menyambungi. Meski ia tak ikut kemarin ke kafe karena sedang bersama dengan teman-teman lain. "Di kantor aku aja yang sekarang pada gitu, selingkuh tuh umum banget. Padahal udah sama-sama punya pasangan. Aku sampai merinding dan takut karena ternyata dunia dewasa tuh mengerikan. Kita bukannya su'udzon sama Pak Rian ya, enggak sama sekali. Tapi ada baiknya, kita bener-bener menjaga marwah. Mungkin Teteh selama ini ngerasa udah jaga jarak. Tapi kita enggak tahu gimana sudut pandang dan prasangka orang."
"Dan menurut aku, keputusan kamu buat ajuin surat resign hari ini adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan rumah tangga. I told you before, Bening. Garda udah punya banyak uang, dia bisa membiayai dan menanggung jawab hidup kamu. Don't worry dan nikmati fasilitas itu. Garda seneng kok kamu ngambur-ngamburin duit dia."
"Mana mungkin."
Fifah berdecak dan memperbaiki posisi duduk. "Buat cowok kayak Garda mah, mungkin-mungkin aja. Orang dia bucin dan sayang banget sama kamu, cobain aja hamburin duit dia" saran dari Fifah.
"Iya Kak, coba aja nganggur dulu, nikmatin uangnya suami. Jadi istri yang berbakti. Kalau Kakak enggak nyaman kan bisa nyoba hal lain. Misal, buka bisnis, katering diet, atau apapun yang bisa dikerjakan di rumah."
"Bener apa yang dibilang sama Neneng." Fifah menyetujui.
"Begitu ya."
"Iya Bening, iya." Dan rasanya, Fifah sudah amat sangat gemas pada sang sahabat yang tiba-tiba tidak bisa berpikir jernih.
"Terus kalian punya saran enggak biar Mas Garda bisa maafin aku? Mau ngomong lagi sama aku?"
Dan dalam seketika, Fifah dengan Neneng saling memandang, mata mereka berbinar dan senyumnya terbit.
"Tentu dong, meski kami belum nikah, kami akan ngasih solusi."
"Setuju sama Kak Fifah. Sekarang Teh Bening siapin notes dan mulai tulis cara-cara yang bakalan kami kasih buat ngeluluhin hati suami."
~~••~~
Gak ada lagi challenge-challange-an soalnya kalian bisa Mulu🤧
Thank you
Jangan lupa tetep komen yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH YUK!
Romansa"Nikah yuk?" Bagaimana jadinya kalau orang yang baru kamu temui sebanyak dua kali tiba-tiba mengajukan ajakan pernikahan? Apakah kamu akan menerimanya? Atau justru kamu menolaknya? "Mas Garda ... gila ya?" Atau justru, jawabanmu sama seperti jawaba...