"Nikah yuk?"
Bagaimana jadinya kalau orang yang baru kamu temui sebanyak dua kali tiba-tiba mengajukan ajakan pernikahan?
Apakah kamu akan menerimanya?
Atau justru kamu menolaknya?
"Mas Garda ... gila ya?"
Atau justru, jawabanmu sama seperti jawaba...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
~~••~~
"Aku muntah-muntah."
Garda mengerutkan kening kala membaca pesan yang dikirimkan oleh Bening. Tak mengambil jeda, dalam sedetik, Garda langsung menelepon sang istri. Kala panggilan mereka terhubung, tanpa ragu ia mencecar Bening dengan berbagai pertanyaan.
"Kenapa, Nuansa? Kok bisa?"
"Aku enggak tahu, aku kan cuma makan."
"Makan apa?" tanya Garda.
"Dessert di kafe. Strawberry cake enak banget soalnya Mas."
"Seberapa banyak?" curiga Garda, sembari meminta asisten yang datang untuk menunggu.
"Sedikit, cuma sepuluh."
"Astaghfirullah."
"Aku sukaaaa."
"Itu berlebihan, Nuansa."
"Ih tahu ah, Mas Garda udah enggak sayang lagi ya sama aku?"
"Saya pulang setelah menangani pasien. Kamu jangan kemana-mana, duduk manis di kafe ya? Bisa kan?"
"Iya, bisa. Cepet ya Mas?"
Garda menahan senyum, kenapa sang istri mudah sekali berubah mood dan gampang untuk dibelokan saat ada topik pembicaraan yang mungkin akan menjerumuskan mereka berdua ke dalam jurang percekcokan ya?
"Iya, Sayang. Assalamualaikum. Jangan lupa minta air hangat dan bobo-bobo aja di ruangan ya, Nuansa?"
"Hu'um Mas, wa'alaikumssalam."
Garda menyakui ponsel dan buru-buru menerima kertas yang diberikan oleh asistennya. Kini bukan lagi Hani, karena dia sudah menjadi bagian dari dokter gigi.
Ya, waktu memang cepat berlalu, Setahun sudah Garda menjalani pernikahan dengan sang istri yang manja dan menggemaskan. Banyak hal yang telah berubah dari waktu ke waktu, selain Hani yang sudah resmi menyandang gelar dokter gigi, hubungan antara ia dan Bening pun semakin lengket. Kalau kata Ummi dan Baba, seperti perangko dan surat yang telah diisi oleh untaian bahasa cinta oleh si pengirim.
Garda mengembuskan napas sesaat kala melihat apa yang harus ia kerjakan. Jam menunjuk pukul tujuh. Seharusnya ia pulang. Tapi karena ada pasien yang nampaknya sedang ingin scalling, ia tentu harus mengutamakan tanggung jawabnya terlebih dahulu.
"Tolong panggilkan pasien masuk ya?"
"Baik Pak."
^^^^^^^^^
"Hamil kali kamu."
Mendengar itu, Bening memutar bola mata. "Kebanyakan makan Fifah."
"Ya tapi ini aneh, kamu kalau suka makan pun enggak pernah seumur-umur ngabisin sepuluh potong strawberry cake, itu kayak satu loyang." Fifah menggelengkan kepala. Kalau ia, pasti sudah eneg sejak makan potongan ke tiga atau ke empat.
"Habis gimana lagi?" Bening menaikan bahu. Mereka berdua tengah duduk di ruang milik Garda dan Hadi. Fifah tadi menyusul, katanya ia ingin makan-makan, meski berujung harus menemani Bening yang sedang sakit.
Ah, Bening juga senang Fifah ada di sini.
Sejujurnya, jauh di dalam lubuk hati, ia juga memiliki rencana kecil untuk mendekatkan Fifah dengan Hadi, siapa tahu, mereka berdua saling tertarik dan berakhir di pelaminan nanti.
Menurut Bening, lebih baik Hadi kemana-mana dibanding dengan Imam yang tak juga memiliki kepastian. Ia tak suka kalau sang sahabat digantung terus dalam kegelisahan, digantung dalam kata tak bermakna, dari keinginan yang belum jelas arahnya tentang hidup, tentang pernikahan, tentang saling jatuh cinta dalam rumah tangga.
"Aku yakin sih, kamu hamil."
Lamunan dan pikiran Bening terbuyarkan bagai kaca pecah yang dilempari tongkat kasti.
Masalah hamil itu, bukannya Bening tak mau. Ia hanya tak ingin berharap pada yang semu, pada yang akan mengecewakannya. Karena Garda terutama Bening pribadi, ingin segera mempunyai keturunan sejak lama.
"Jangan bikin harapan aku membumbung tinggi, kamu tahu kan kalau aku agak sensitif kalau masalah ini?"
"Ya ampun, maaf okei? Aku cuma mau berpikir positif. Ya siapa tahu aja kan ucapan aku kabul sama Allah?"
Bening menganggukan kepala. Tentu ia mengaminkan asal ucapan tersebut baik dan sesuai dengan inginnya dan ingin sang suami.
"Hai, gimana keadaan kamu, Bening?"
Kala menemui Hadi yang masuk ke ruang yang tengah keduanya tempati, Bening tersenyum dan langsung duduk sembari menatap Fifah.
"Eh, saya enggak tahu kalau ada Fifah di sini."
"Iya Kak, tadinya ke sini mau makan-makan enak, eh ternyata Bening lagi sakit."
"Aku udah oke koook. Kamu kalau mau makan silahkan aja. Kak Hadi bisa nemenin Fifah enggak sih? Kasih beberapa rekomendasi makanan kesukaan dan andalan Kakak di sini."
Mendengar penuturan Bening, tanpa curiga Hadi pun menganggukan kepala. "Boleh kok, saya juga sedang senggang."
"Enggak perlu Kak, jangan turutin ucapan asal ceplosnya Bening."
"Fah, Kak Hadi lagi senggang, aku gak mau kamu nemenin aku terus di sini, lagian Mas Garda sebentar lagi datang. Kamu kalau mau makan, silahkan makan aja."
"Tapi Bening aku—"
"Udah, sana! Kamu makan dulu, pasti lapar kan?"
Fifah mengerutkan kening, rasanya ada yang tidak benar dari gerik Bening yang kini tengah ia nilai. Sesaat, kelereng Fifah melirik Hadi. Apakah Bening tengah menjodoh-jodohkan ia dengan lelaki itu?
"Ayo, Fifah, saya siapkan dulu beberapa makanan yang menurut saya paling enak di kafe."
Kala itu, mau tak mau, pun karena Hadi juga sudah setuju dan mengajaknya, Fifah pun berdiri. Kepalanya melirik Bening sedetik sembari menatap dengan mata yang menyipit. Sedang Bening dengan tak acuh menaikan bahu sesaat seolah tak peduli akan hal tersebut.
Yang terpenting, ia sudah berusaha membuat dua manusia itu dekat satu sama lain.
^^^^^^^^^
"Masih mual enggak?"
"Enggak."
"Mau makan lagi strawberry cake sepuluh slice besok-besok?" tanya Garda saat Bening bergelayut manja di lengannya. Mereka duduk di sofa rumah, berduaan, tv kemudian dinyalakan, untuk sekedar mengisi udara oleh suara. Agar tidak terlalu sepi.
"Enggak, Mas. Tadi tuh aku lagi pengen banget, makanya habis banyak."
"Kamu harus mulai mengurangi makanan manis. Saya yang akan ngurusin. Saya yang akan atur porsi makan kamu. Padahal kamu sering ngeluh selalu timbul jerawat kalau habis banyak makan manis, tapi masih belum jera."
Bening cemberut.
"Sekarang lebih baik kamu mandi, terus istirahat." Garda menyarankan. "Biar lebih seger besok."
Menutupi wajah dengan telapak, Garda pun menahan senyum. Ia sedang marah dan mendisiplinkan Bening saat ini. Tapi sang istri malah menggodanya. "Sayang."
"Ya udah sih Mas, kalau enggak mau ngapa-ngapain, lebih enak tidur. Aku juga butuh istirahat. Mandi dulu yaaa, bye." Dikecupnya pipi sang suami sebelum beranjak ke kamar mandi.