TSK-61

36.8K 2.5K 168
                                    

Thanks 1 jt pembaca ya🖤

Liona berjalan perlahan ke arah Gibran dengan langkah penuh keyakinan. Pistol di tangannya masih terarah lurus, sementara tatapannya tak pernah lepas dari wajah pria tua yang selama ini mengkhianati darahnya sendiri. Di sekelilingnya, anak buah Gibran yang sebelumnya siap menembak kini terdiam, ragu, tak ada yang berani mengambil tindakan. Liona bisa merasakan ketakutan di udara, dan itu memberinya kepuasan.

Dia tertawa kecil, suara yang terdengar lebih sinis daripada tawa yang sebenarnya. "Lihatlah kalian," katanya sambil menoleh sedikit ke arah para pria bersenjata di sekeliling ruangan, "Hanya anak buah yang setia membela majikan yang pengecut."

Gibran mengernyitkan dahi, tetap diam meskipun darah mengalir pelan dari luka di telinganya yang terkena tembakan Liona. Matanya tetap tajam, penuh perhitungan, namun tubuhnya tetap tak bergerak.

Liona kembali mengarahkan pandangannya pada Gibran, senyum dingin terukir di wajahnya. "Kau tahu, Gibran," dia melanjutkan dengan nada yang sinis, "Aku tidak datang ke sini untuk mereka." Matanya menyapu ke arah anak buah Gibran. "Mereka bukan masalahku. Mereka hanya orang-orang bodoh yang kau gunakan sebagai perisai."

Liona mendekatkan jaraknya sedikit lagi, membuat ketegangan di ruangan semakin memuncak. "Tujuanku," suaranya semakin rendah namun penuh dengan ancaman, "Adalah kau."

Gibran menatap Liona dengan sorot mata tajam, tetapi dia tetap diam, seakan menunggu kata-kata berikutnya.

Liona menurunkan pistolnya sedikit, meski masih siap siaga untuk menembak kapan saja. "Kau benar-benar pengecut, Gibran," katanya dengan sinis. "Mengandalkan anak buahmu untuk keselamatanmu. Kau berlindung di balik mereka seperti bocah kecil yang bersembunyi di balik ketiak ibunya."

Nada Liona semakin pedas, dan dia berjalan makin mendekat. "Kau tahu kenapa aku datang ke sini? Bukan untuk membantai mereka," dia mengangguk sedikit ke arah para pria yang masih berdiri di sekeliling ruangan, ragu dan cemas. "Aku datang ke sini untuk menantangmu, Gibran. Kau yang memulai ini semua, dan sekarang, saatnya kau yang menyelesaikannya. Berhenti bersembunyi di balik mereka."

Dia berhenti beberapa langkah di depan Gibran, wajahnya hanya beberapa meter dari pria itu, dan sorot matanya penuh dengan ejekan. "Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang, Gibran? Kau akan terus bersembunyi, atau kau akhirnya akan berani mengambil sikap?"

***

Gibran akhirnya bangkit dari tempat duduknya dengan tenang, gerakannya lambat namun penuh wibawa. Tatapan matanya yang tajam tertuju langsung pada Liona, seolah menantangnya. Pria itu memang tidak muda lagi, tapi ada kekuatan dan ketangguhan yang terpancar dari setiap langkahnya. Para anak buahnya tampak ragu, tidak ada yang bergerak atau berani mencampuri.

Liona, yang menyadari perubahan sikap Gibran, langsung bersiap. Tangannya masih menggenggam pistol, tapi kini matanya lebih fokus pada pria di depannya. Dia tahu ini akan menjadi pertarungan yang sengit. Gibran mungkin tua, tapi dia pernah menjadi seseorang yang ditakuti.

Tanpa peringatan, Gibran menyerang terlebih dahulu dengan pukulan cepat ke arah Liona. Dengan gesit, Liona menghindar, memutar tubuhnya dan membalas dengan serangan ke arah perut Gibran. Namun, Gibran menangkap gerakan itu, menangkis dan memutar tubuhnya untuk menyerang balik. Mereka bertukar pukulan dengan intens, Gibran menunjukkan ketangkasan yang mengejutkan untuk seseorang seusianya.

"Kenapa kau melakukan ini, Liona?" Gibran tiba-tiba bertanya di tengah pertarungan, suaranya dalam namun terdengar jelas meski di tengah hiruk-pikuk pertarungan.

Pertanyaan itu membuat Liona tersentak. Ekspresinya yang penuh konsentrasi berubah menjadi marah seketika. Dia bergerak dengan lebih agresif, melayangkan serangan-serangan yang lebih kuat dan cepat, membuat Gibran terpaksa mundur beberapa langkah untuk mempertahankan diri.

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang