TSK-62

35.7K 2.2K 380
                                    

Follow dulu dong akun wattpad WiwiRamadani hargai penulis ya! Jangan lupa vote dan komentnya...

Liona semakin terserap dalam amarah yang menguasainya, tubuhnya bergerak dengan kebuasan yang menakutkan. Pukulan demi pukulan terus menghantam tubuh Gibran tanpa henti. Setiap kali tinju Liona mengenai sasaran, wajah Gibran semakin dilumuri darah. Darah menetes dari sudut bibirnya, mengalir dari pelipisnya, namun Liona tidak memperlambat serangannya. Sebaliknya, dia tersenyum -sebuah senyum yang begitu dingin, begitu jahat, senyum yang tidak menunjukkan belas kasihan sedikit pun.

Senyum itu adalah kepuasan, seolah-olah dia menikmati setiap rasa sakit yang ditimpakan pada pria tua itu.

Wajah Liona berubah menjadi seperti iblis, mata yang dulunya penuh emosi kini hanya menyisakan kebuasan, tatapan liar yang mengancam dan mematikan. "Kau pikir bisa lari dari semua ini, Gibran?" suaranya rendah namun penuh kebencian. "Kau pikir aku akan berhenti?"

Pukulan Liona semakin keras, tubuh Gibran mulai kehilangan keseimbangan. Setiap kali dia mencoba melindungi diri, Liona langsung menghantam dengan lebih keras, seolah-olah tidak ada lagi batas bagi kemarahannya.

Nafas Gibran semakin tersengal, namun tatapannya tetap kuat, meskipun wajahnya kini babak belur penuh darah. Anak buahnya di luar hanya bisa menonton dengan ketegangan yang jelas di wajah mereka. Tak ada yang berani bergerak mendekat.

Gibran, meski sudah sangat lemah, tiba-tiba menemukan kekuatan terakhirnya. Dengan gerakan yang cepat, dia berhasil memanfaatkan momen ketika Liona sedikit lengah dan membalikkan posisi. Dalam sekejap, Gibran berhasil mengunci Liona di bawah tubuhnya, menggunakan kekuatan terakhirnya untuk menahan gadis itu di lantai. Namun, alih-alih tampak terpojok atau takut, Liona hanya tertawa-tawa dingin yang membuat darah beku.

"Kau pikir itu cukup untuk menghentikanku?" tawa Liona terdengar menggema di ruangan, senyum iblisnya semakin lebar, matanya liar penuh kegilaan. "Aku tak punya sisi lemah, Gibran!" teriaknya sambil menghantamkan kepalanya ke wajah Gibran, membuat pria itu terhuyung ke belakang.

Dengan gesit, Liona kembali bangkit, menyerang lagi dengan brutal, seolah-olah tidak ada batas bagi amarahnya. Pukulannya kini semakin kuat, semakin menggila. Tubuhnya bergerak cepat, menekan Gibran dengan kekuatan yang hampir tidak manusiawi. Meskipun Gibran berusaha sekuat tenaga, setiap kali dia mencoba bangkit, Liona langsung menghajarnya, membuatnya jatuh kembali ke lantai.

"Kau! Membuat! Hidupku! Seperti! Neraka!" Liona berteriak dengan setiap pukulan yang dia layangkan. Tubuh Gibran bergetar di bawah tekanan serangan Liona, wajahnya kini hampir tak dapat dikenali lagi, penuh dengan darah dan memar.

Tetapi Liona tidak berhenti, justru semakin gila. Pukulannya menghantam. Gibran dengan kekuatan yang tidak lagi terkontrol, dan senyum jahatnya semakin lebar saat melihat pria tua itu terkapar tak berdaya di depannya.. "Lihat dirimu sekarang," katanya dengan suara yang bergetar antara amarah dan kegilaan. "Kau hanyalah bayangan dari dirimu yang dulu, Gibran... Sama seperti yang kau lakukan padaku."

Liona terus menyerang, pukulannya tidak berhenti. Dia memukul Gibran dengan seluruh kekuatannya, matanya tidak lagi memperlihatkan belas kasihan atau keraguan. Dia hanya memiliki satu tujuan dalam pikirannya- menghancurkan Gibran, sama seperti yang telah dilakukan pria itu padanya selama ini. Setiap pukulan adalah manifestasi dari rasa sakit, kebencian, dan luka yang selama ini dia simpan.

***

Liona terdiam sejenak, napasnya masih tersengal-sengal dari ledakan amarah yang baru saja meledak. Tatapannya kemudian tertuju pada sebuah benda yang berkilau di sisi tubuh Gibran- sebuah belati dengan gagang perak yang tampak sudah terpakai. Mata Liona menyala tajam, penuh dengan kilatan kebencian dan kepuasan saat ia menyadari apa yang ada di depannya.

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang