🚀 11 🚀

472 78 38
                                    

"Ini persis seperti waktu kita di universitas, ketika kau bergabung dengan tim sepakbola. Setiap kali tim kita main, penontonnya selalu ramai. Usahaku merayumu bergabung tidak sia-sia." Yi Kyung tertawa.

"Jadi kau mengajakku join tim sepakbola hanya karena tampangku?" Tanya Seokjin.

"Bukan! Itu karena kemampuanmu. Menjadi tampan itu juga merupakan bakat." Yi Kyung tertawa keras.

Seokjin ikut tertawa dengan gurauan Yi Kyung.

"Sekarang mari kita bicara hal pribadi. Ketika aku bertemu dengan Sandeul hari itu, dia memberitahu bahwa kau masih single. Bagaimana mungkin seseorang seperti dirimu masih sendiri sampai sekarang?" Yi Kyung bertanya penasaran.

Seokjin tersenyum. Namun sebelum ia menjawab, ponselnya mengeluarkan bunyi tanda pesan masuk. Ia membaca balasan dari Jungkook yang muncul di notifikasi tanpa membuka ponselnya.

"Khol. Beritahu aku jika kau sudah selesai dengan urusanmu. Aku akan bermain sendiri dulu."

Seokjin tanpa sadar membaca pesan Jungkook sambil senyum-senyum sendiri.

"Aku masih single." Seokjin akhirnya menjawab pertanyaan Yi Kyung yang sempat tertunda sebelumnya.

"Menjadi single itu bagus. Tidak perlu mencari pacar dulu sekarang. Secepatnya, kau akan dikejar-kejar lebih banyak orang lagi, ketika karirmu semakin bersinar saat bergabung dengan timku. Kau punya rencana lain setelah ini? Mau minum denganku dan teman-temanku di bar sebelah?" Tanya Yi Kyung.

"Mungkin lain kali. Aku sudah punya rencana." Seokjin menolak dengan halus.

"Aku sudah tahu. Kehidupan malam seorang pria tampan pasti selalu meriah dan padat. Kali ini para rekan kerja wanitaku harus pulang dengan perasaan kecewa." Sahut Yi Kyung.

🛸

Seokjin sedang berjalan di pedestrian menuju stasiun subway ketika ponselnya mengeluarkan notifikasi pesan masuk.

"Tok....tok....tok....Sudah lebih dari 30 menit."

Seokjin tersenyum membaca pesan dari Jungkook. "Aku sudah siap."

Ia lalu duduk di bangku yang ada di pinggir jalan dan menemani Jungkook bermain game selama hampir satu jam.

Mereka berhenti bermain ketika sudah giliran Jungkook untuk tampil.

Seokjin berdiri menunggu kereta tiba sambil nonton Jungkook bernyanyi melalui ponselnya. Ia bahkan tidak berkedip sama sekali.

Keesokkan harinya, Seokjin kembali mengajar Jungkook berlatih game seperti biasa. Namun sore hari Jungkook lebih banyak cemburut.

"Dia kembali ke mode guru. Hari ini adalah hari Pepero, aku bahkan tidak diberi kesempatan menikmati hariku sebagai jomblo." Keluh Jungkook dalam hati.

"Kau sudah mengamati bagaimana kerjasama mereka sebagai tim?" Suara Seokjin menyela lamunan Jungkook.

"Itu......." Jungkook tergagap.

"Itu......."

"Hmm?!" Seokjin menatap Jungkook tanpa senyum sama sekali.

"Monitornya terlalu kecil. Aku tidak bisa melihat dengan jelas." Jungkook menunjuk laptop Seokjin.

"Aku punya ruangan home theater. Bagaimana kalau kita nonton pertandingannya di sana saja?" Usul Jungkook.

"Tidak jelek. Reaksimu sangat cepat ketika harus mencari alasan. Beda dengan kemampuanmu menangkap pelajaran yang aku berikan." Sahut Seokjin.

Jungkook langsung merasa punggungnya dihujani ribuan pisau 🗡🗡🗡🗡🗡🗡🗡🗡🗡🗡🗡🗡🗡🗡🗡

Masih dengan raut wajah datar, Seokjin berkata. "Hari ini sampai di sini dulu. Aku ada acara kumpul-kumpul dengan rekan-rekan kerjaku. Aku harus pergi sekarang. Tentang nonton di ruangan home theatermu, kita lihat saja besok."

You Are My GloryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang