Karena hujan tidak juga kunjung reda, akhirnya Seokjin memilih menerobos terjangan air yang jatuh dari langit itu.
Sampai di apartemennya, rambut dan jaket Seokjin basah kuyup.
Ia terpaku di depan pintu saat Sandeul yang sedang memasak ramyeom di dapur melihatnya.
Sandeul mengulurkan handuk kecil yang melingkar di lehernya kepada Seokjin. Ia habis mandi juga sebelum membuat ramyeon.
"Aku memberikanmu alamat tempat kerjamu kepada Yoo Na. Aku harap kau tidak marah, Seokjin-ah."
"Tidak apa-apa." Sahut Seokjin sambil mengeringkan wajah dan rambutnya.
"Semua ini karena Yoo Na kelihatan sangat terobsesi denganmu belakangan ini."
"Dia seharusnya tidak akan berani mencariku lagi ke depannya."
"Hatimu terbuat dari batu, Seokjin-ah."
"Aku lupa mengingatkanmu kemarin. Kau tidak memberitahu mereka aku dan Jungkook......" Seokjin terdiam sejenak. "Bahwa Jungkook bermain game dengan kita kan?"
"Tentu saja tidak. Kau sudah berpesan padaku sebelumnya. Aku berpura-pura tidak mengenal Cotton. Aku tidak akan memberitahu siapapun, bagaimana parahnya permainan game Cotton sebelum dia bermain dengan kita."
Seokjin langsung memelototi Sandeul.
"Aku lihat, di dalam hatimu masih......." Sandeul tidak berani meneruskan kalimatnya.
Seokjin tidak menjawab. Ia berjalan ke dapur mengambil air minum.
"Sebenarnya Cotton sangat imut. Ceria dan lucu, seperti anak kecil. Meskipun kalian berdua adalah teman di sekolah menengah atas, namun jarak kalian sekarang, memang agak.............jauh. Eeeee....bukan berarti aku mengatakan kelasnya jauh di atasmu, kau tidak pantas untuknya. Bukan itu maksudku."
"Seokjin-ah, aku hanya merasa.........kita berdua sudah menemani dia bermain game selama hampir 2 bulan. Dia bahkan tidak basa basi menyapa kita lagi sekarang dan langsung menghilang begitu saja. Selebriti terkenal memang sombong dan sulit didekati."
"Apakah dia, tidak pernah bermain game lagi?" Tanya Seokjin.
"Aku melihat history permainannya. Dia berhenti bermain di hari kalian bertanding. Dua permainan terakhirnya sangat hebat. Berbeda dari hasil permainannya yang biasa."
Seokjin tertegun mendengar jawaban Sandeul. Ia meletakkan gelasnya di atas meja dan berjalan menuju sofa di ruang tamu.
"Sandeul-ah, Jungkook memberiku 2 tiket pertandingan dan memintaku supaya mengajakmu. Tapi aku tidak memberitahumu."
"Apaaa?!" Seru Sandeul kaget. "Cotton memberiku tiket?!"
"Tiketnya ada di rak buku." Ucap Seokjin parau.
Sandeul terkejut mendengar suara Seokjin. Ia tidak jadi ngomel karena Seokjin menyembunyikan tiket dari Jungkook.
Seokjin sedikit membungkukkan badannya dan menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.
Sandeul seketika menyadari seriusnya situasi antara Seokjin dan Jungkook. Sepanjang mengenal Seokjin, dia belum pernah melihat temannya seperti ini.
"Sandeul-ah."
Sandeul terkejut, alisnya sempat tertarik ke atas. Suara Seokjin seperti sedang menahan tangis.
"Itu karena aku membuatnya marah, makanya dia menghilang."
Benar tebakan Sandeul. Ketika Seokjin mengangkat kepalanya, kedua matanya terlihat sedikit merah.
"Jangan salah paham kepada Jungkook. Dia tidak jahat dan sombong."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Glory
FanfictionJungkook jatuh cinta kepada Jin saat masih sekolah. Namun Jin menganggap Jungkook bukan pasangan yang tepat untuknya. Mereka bertemu kembali setelah dewasa. Apakah Jungkook mampu membuktikan dirinya adalah pasangan yang tepat untuk Jin sekarang? You...