"Kalian kehilangannya lagi?" bentak Aston dengan tangan terkepal di atas meja.
Dia menatap nyalang pada pria berpakaian serba hitam yang sedang berlutut di hadapannya. Ini bukan pertama kalinya orang yang dia suruh membuntuti Alyssa gagal menyelesaikan tugas mereka. Aston heran bagaimana bisa Assasins nomor satu di negaranya tidak mampu mengikuti seorang gadis.
Seminggu ini Aston disibukkan dengan segala urusan perihal Kuil Kegelapan. Dia baru bisa mendengar laporan dari bawahannya setelah ada waktu luang. Namun apa yang dia dapatkan sungguh mengecewakan.
"Maafkan kami, Yang Mulia," pria itu menunduk dalam. "Dia benar-benar menghilang dengan cepat seolah-olah musnah. Kami kehilangan jejaknya karena dia bergerak terlalu cepat. Dia tidak seperti sedang pergi jalan-jalan."
Jika hanya terjadi sekali dua kali mungkin Aston dapat memakluminya. Tapi sudah belasan kali kegagalan ini terjadi. Alyssa sungguh lihai melarikan diri seperti seekor tikus yang kabur dari kejaran kucing liar.
Namun ini juga menambah keyakinan Aston kalau ada yang tidak beres dengan wanita itu. Alyssa harusnya tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk kabur dari intaian para Assasins. Pasti ada hal-hal yang tidak Aston ketahui yang dirahasiakannya.
"Dimana kalian kehilangannya?"
"Kami kehilangannya di distrik perdagangan di dekat Katedral. Sepertinya dia memiliki alat sihir yang dapat membantunya kabur. Kami kehilangan jejak Mananya secara tiba-tiba dan muncul kembali ketika dia pulang ke istana."
Aston sudah menduga itu. Tidak mungkin Alyssa dapat dengan mudah menghilang jika bukan karena sihir. Tapi alat sihir apa yang sebenarnya dia gunakan? Atau sihir itu malah berasal dari dirinya sendiri.
Lalu distrik dagang wilayah Katedral, itu adalah lokasi yang berdekatan dengan tempat pertemuan Kuil Kegelapan dimana ledakan terjadi. Peristiwa itu memakan banyak korban termasuk Duke Felix yang berada di tempat kejadian.
Berkat kejadian itu, Istana harus mengeluarkan dana yang cukup besar sebagai kompensasi untuk masyarakat yang menjadi korban. Aston dengar, bahkan ada seorang anak kecil yang terluka karena insiden itu.
Kuil Kegelapan tidak bisa diremehkan. Sudah ada satu negara kecil yang berhasil mereka kuasai dan saat ini mereka tengah menargetkan Heligium. Aston tidak tahu apa tujuan mereka sebenarnya. Dia hanya punya asumsi-asumsi yang tidak berdasar.
Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka lebar, menampilkan sesosok pria bermantel hitam senada dengan rambutnya. Aston terperanjat begitu terkejut dengan kemunculan sosok pria itu. Dia kira istananya sudah tidak aman dan berhasil diterobos musuh. Melihat wajah tanpa dosa itu membuat Aston sangat kesal.
"Kau boleh pergi," ucapnya pada bawahannya yang segera meninggalkan ruangan.
Aston lalu menatap pria yang sudah duduk dengan santainya, "Ini tidak sepertimu datang tiba-tiba tanpa pemberitahuan dahulu."
"Aku memang tidak ada rencana menemuimu. Aku hanya mampir sebentar."
Felix sibuk mengeluarkan seloyang Pie Susu Keju dari dalam kotak yang baru dia beli dari toko kue milik ibu Aiden. Kerutan kecil terlihat dari dahi Aston. Dia tahu kue itu adalah kue yang dinikmati Felix ketika menemuinya beberapa waktu lalu. Adiknya pun terlihat sering memakannya. Apa memang seenak itu?
Jangan bilang Duke kesini hanya untuk numpang makan kue?
"Aku mendengar rumor aneh beredar di luar sana." Aston berkata sambil memperhatikan raut wajah Felix yang tidak berubah sama sekali.
"Aku dengar kau sedang mendekati seorang wanita. Apa dia pemilik toko kue ini?"
Felix tersedak lalu meminum segelas air melegakan tenggorokannya yang kering. Secepat mungkin dia mengembalikan ekspresi seperti semula.
"Aku baru dengar itu," balasnya setenang mungkin lanjut menikmati kuenya.
Aston berjalan mendekat lalu duduk di hadapan Felix. Matanya memberikan tatapan yang membuat Felix merasa tidak enak.
"Kue itu sepertinya sangat enak."
"Jangan pernah berpikir untuk datang langsung kesana," sergah Felix tepat setelah Aston menyelesaikan kalimatnya. Seulas senyum terbit di bibir pria berambut pirang membuat Felix semakin muak.
"Aku tidak bilang akan kesana. Aku hanya berkata kuenya terlihat enak. Boleh kuminta?"
"Tidak," tandas Felix. Ia kini menatap tajam pada Aston.
Wah, wah. Padahal Aston hanya berniat menggodanya. Sepertinya Felix benar-benar tertarik dengan sesuatu dari toko kue itu.
"Kalau begitu aku akan membelinya sendiri. Aku punya banyak uang. Tokonya pun bisa kubeli."
Beginilah watak Aston, sudah tahu sahabatnya sedang panas dia malah tambah memanas-manasi. Baginya, melihat wajah kesal Felix adalah hiburan tersendiri. Dia sengaja mengucapkan itu untuk melihat sejauh mana Felix akan bereaksi.
"Kau tak perlu takut aku akan merebut wanitamu. Aku hanya penasaran seperti apa dia-"
"Dia bukan wanitaku dan berhenti selalu tertarik dengan apa yang membuatku tertarik. Tentukan arah hidupmu sendiri, Yang Mulia."
Felix marah. Jika lelaki itu berbicara formal disaat mereka hanya berdua saja tandanya dia sedang marah pada Aston. Aston tahu benar kesabaran Felix mungkin sudah hampir pada batasnya. Dan penyebabnya sudah pasti adalah Aston sendiri.
Felix selalu kehilangan, dan Aston selalu mendapatkan apa yang menjadi milik Felix. Posisi keduanya membuat hal itu terjadi begitu saja bahkan sejak mereka kecil. Binatang peliharaan Felix yang menjadi milik Aston, kasih sayang orang tua Felix yang dirasakan Aston, bahkan kekasih Felix kini menjadi tunangan Aston.
Aston tahu dirinya brengsek, tapi itu semua karena dia sangat menyukai Felix. Dia selalu menganggap Felix sebagai saudaranya. Dia mendambakan kehidupan Felix yang jauh dari kekangan. Dia ingin merasakan bagaimana dicintai dan mencintai. Bagaimana rasanya menjadi Felix.
Namun semua jelas salah. Aston baru sadar jika Felix terluka karenanya. Dia lah yang mengubah Felix kesayangannya menjadi sosok yang dingin. Felix yang dulu sudah tiada.
Sekarang Aston telah menemukan cahaya Felix yang sempat meredup. Mana sanggup dia mengambil kebahagiaan Felix sekali lagi. Jika ada orang yang mendukung Felix, maka Aston menjadi orang itu.
"Maafkan aku. Aku tidak akan mengganggumu."
Felix merasa napasnya kini melambat. Dia lalu menyugar rambutnya ke belakang menolak bertatapan dengan Aston. Felix merasa sedikit bersalah karena telah marah pada Aston padahal ia tahu Aston hanya menggodanya. Namun Felix tidak tahan dengan kelakukan Aston.
Jika Aston tertarik, dia bisa menjadikan apapun sebagai miliknya dengan kekuasaannya. Felix tidak mau itu terjadi.
Aiden... dia tidak ingin Aiden menjadi milik orang lain.
"Baiklah, baiklah. Bagaimana kalau kita mulai membahas pekerjaan? Oh iya, bagaimana dengan luka-lukamu? Sudah sembuhkan? Aku hanya bertanya untuk formalitas. Leon bilang selama istirahat kau terus merengek minta bertemu dengan seseorang. Siapa dia?"
Felix benci melihat binar-binar di mata Aston. Aston terlihat persis seperti wanita biang gosip di luaran sana. Leon dan Aston sangat cocok karena mereka berdua adalah partner gosip-menggosip. Dan target gosip mereka siapa lagi kalau bukan Felix.
"Kukira kita akan membahas pekerjaan."
"Ah, iya. Maafkan aku." Aston menggaruk kepalanya. Gagal lagi usahanya mengorek informasi Felix.
-To be continued-
_______________________________
19 January 2021
Hmm..
Diriku lagi memikirkan cerita ini kira-kira bakal kubuat sepanjang apa..
Aku sih pengennya sampe 35-50 chap gitu. Cuma belum ku pikirkan juga bakal sepanjang itu atau gak..
Sampai saat ini momen AriaXFelix belum ada..
.
Sengaja sih, buat momen AidenXFelix duluan. Kayanya lebih uwu wkwkkwk
Aku kaya mau lebih menekankan dulu ikatan darah dari ayah anak ini sebelum bikin momen suami istri 😏
Semoga lancar sampe tamat..
Semoga kalian masih mau terus baca. Walau mungkin bakal ada hiatus. Karna aku sering bgt hiatus panjang wkwkwk
.
Sekian dulu, dan terimakasih..
Jangan lupa vote, komen dan follow author yaaww
.
P.s cerita satunya blm bisa lanjut yaaw. Gk ada ide nih hihi..
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Run Away With My Child [Reinkarnation Stories]
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan - END] #9 in Fantasi !!! #1 in Fantasy !!! #1 in Romansa !!! Potongan memori yang terakhir dia ingat adalah ketika matanya memandang langit-langit saat tubuhnya jatuh dari atas tangga apartemennya. Namun ketika terbangun, dia...