Kau tak pernah tahu
Betapa mahalnya sehat
Sebelum kau jatuh sakit
----------------------
24. Ryan Mulai Tahu Lupus
Kamis, 11 Oktober 1990 siang di kelas 1.1 saat mengikuti pelajaran Bahasa Inggris Eva lemas. Sedang mencatat, mendadak rebah ke meja. Teman sebangku, Risna Sukmawati, membiarkan. Dia kira Eva mengantuk.
Pak Guru Marbun Panjaitan lama-lama melihat itu. Risna menendang-nendang kaki Eva supaya segera bangun. Eva tak bergerak. Risna menggoyang-goyangkan badan Eva, tetap tak berubah.
Pak Marbun mendatangi bangku Eva. Pelajaran terhenti. Semua mata mengarah ke Eva. Ternyata Eva pingsan. Pak Guru minta tolong siswa mengambil tandu di ruang UKS.
Sunarko Wijayanto berlari mengambil. Sewaktu balik ke kelas, Sunarko bersama Nanan mengangkut tandu.
"Kamu kok ikut kesini?" tanya Pak Marbun ke Nanan.
"Saya ke toilet melihat dia bawa tandu, Pak," jawab Nanan. "Eva pernah pingsan di lapangan, saya angkut ke UKS."
"Bagus, kamu anak baik. Sekarang angkut dia dengan tandu bersama Sunarko ke UKS," kata Pak Marbun.
"Baik, Pak."
Kepala Sekolah Adil Samosir memesan ambulance. Sebelum ambulance datang Eva siuman. Dia memandang sekeliling dengan panik, sambil menekan dada.
"Bu Guru, tolong panggilkan Mama... Saya ingin ke RSCM," kata Eva.
"Tenang, Nak. Tak lama lagi ambulance datang. Nomor telepon rumahmu berapa?" tanya guru.
Ambulance tiba. Dua orang turun dari mobil. Eva dipindahkan ke ambulance.
Ibu Guru PMP Sumiarsih ikut ambulance. Mendadak Nanan nyelonong ikut masuk ambulance.
"Kamu ngapain? Masuk kelas sana, ikut pelajaran," perintah Sumiarsih.
Nanan balik turun lagi. Dia seolah baru sadar bahwa sudah meninggalkan pelajaran yang masih berlangsung.
Ambulance berangkat sirine meraung-raung. Denging sirine menyeruak menusuk ruang-ruang kelas. Semua mendengar, termasuk Ryan yang sedang mengikuti pelajaran matematika.
Di UGD RSCM dokter memastikan, Eva harus rawat inap. Bu Sumiarsih mengatakan, tindakan medis sebaiknya terus berjalan. Masalah administrasi menunggu ibunda pasien.
Tapi aturan rumah sakit tidak bisa begitu. Petugas loket menjelaskan, pasien tidak bisa ditangani sebelum down payment. Banyak pasien kabur setelah ditangani. RSCM jadi rugi.
Sumiarsih menunjukkan kartu guru SMA Negeri, menyatakan menjamin pembayaran. Petugas ngeper juga. Menanyakan pilihan kelas ruangan. Eva pilih kelas dua. Barulah pendaftaran beres.
Sugiarti tiba jelang pukul 11.00 ketemu Bu Guru di loket administrasi. Sedangkan Eva sudah masuk ruang rawat.
"Terima kasih perhatian Ibu Guru. Mohon maaf, anak saya merepotkan," ujar Sugiarti.
"Tidak masalah, Bu. Semoga Eva cepat sembuh."
"O ya, sekalian mohon izin Eva tidak masuk sekolah."
"Baik, Bu. Tadi Bapak Kepala Sekolah juga sudah tahu."
Mereka berpisah. Guru kembali ke sekolah, Sugiarti masuk ke ruang rawat.
Puluhan pelajar ke RSCM, sepulang sekolah. Hampir semua teman sekelas Eva. Dari kelas lain ada Hesti dan Ryan. Tidak ketinggalan: Nanan.
Namun, tidak semua dari sekitar 40 pelajar masuk bangsal bersamaan. Hesti mengatur mereka masuk bergantian.
Eva tidur di bed, diinfus, masker oksigen membekap mulut. Dia mengenali satu per satu teman-teman. Sementara, tangannya menggenggam tangan Mama.
Dari pembezuk hanya Ryan yang bertanya kepada Sugiarti tentang penyakit Eva.
"Mungkin Lupusnya kambuh," jawab Sugiarti.
"Jadi, dulu pernah sakit Lupus, ya Tante?"
"Ya... Dua tahun lalu dia kena Lupus dan dirawat disini juga."
"Mudah-mudahan Eva cepat sembuh. Saya pamit dulu, Tante," ujar Ryan.
Bersamaan, anak-anak berpamitan. Sewaktu mereka beranjak, Eva membuka masker di mulutnya:
"Terima kasih Ryan. Terima kasih teman-teman," ucap Eva, melambaikan tangan.
"Moga cepet sembuh, Eva...." balas Ryan.
Anak-anak meninggalkan ruangan diiringi pandangan haru Eva. Begitu besar perhatian mereka. Dia mendapat suntikan semangat segera sembuh dan kembali sekolah.
Terpikirkan Eva kini: Ryan tahu Lupus.
Untuk pertama kali, Eva disergap khawatir kehilangan Ryan. Pilu juga. Bagai jantung teriris silet. Tapi, dia tak berdaya. Betapa pun itu pasti akan terjadi.
Dia merenungkan, andai hal itu terjadi, justru lebih baik buat Ryan. Dia cowok baik. Dia berhak mendapatkan cewek terbaik pula. Eva mendoakan kebaikan di masa depan Ryan.
Pagi, dokter mulai mengunjungi Eva. Bagian dalam tenggorokan disenter cukup lama. Ruam merah di pipi kiri-kanan tak perlu disenter lagi, tampak jelas garis-garis merah membentuk sayap kupu kupu.
Sudut mata dan sebagian kuku jari kaki berwarna kuning pucat. Rambut terus rontok dalam volume yang lebih banyak dibanding dulu. Itu ketahuan setiap Eva melepas jilbab.
Sugiarti yang mendampingi pemeriksaan, bertanya:
"Apa sakitnya, Pak Dokter?"
"Masih yang dulu, Bu."
"Lupus?"
"Betul. Lupus mengakibatkan AIHA. Agak rumit dijelaskan, Bu."
"Saya sudah dijelaskan itu, dulu. Apakah sudah pasti AIHA kambuh?"
"Hasil pemeriksaan darah dan urine kemarin menunjukkan begitu. Kami akan memeriksa lebih lanjut."
"Apakah punggungnya akan dibor?"
"O, itu BMP. Tidak perlu. Dulu pasien sudah menjalani itu."
"Terima kasih, Dok."
"Sama-sama."
------------------- Lanjut ke 25 Apakah Ryan bakal lari? Ato tambah sayang ke Eva?
KAMU SEDANG MEMBACA
728 HARI
RomanceIni kisah nyata, dear... Banjir airmata. Tapi, elegan & inspiratif. Tokoh di novel, cewe cantik, jarang nangis. She pejuang kehidupan yg inspiratif (seperti ditulis novelis Agnes Davonar sebagai endorsement di Cover novel ini). Mengapa novelis terke...