29. Di Wajahmu... Kulihat Bulan...

2.2K 92 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jelang sore, Prof. dr. Zubairi Djoerban datang didampingi dua suster. Prof Zubairi tim dokter yang menangani Eva. Dia memeriksa Eva.

"Tumben gak ada Mama. Kemana?" tanya Zubairi.

"Mama berburu darah, Dok," jawab Eva.

Zubairi ketawa. Dua suster yang mendampingi ikut ketawa. Lalu Zubairi menimpali gurauan itu:

"Eva jadi kayak dracula. Mama yang memburu darah."

"Hihihi... dracula 'kan cowok, Dok. Saya draculi 'kali."

Dokter dan suster tak menyangka Eva menjawab tangkas. Semua ketawa, termasuk para pasien yang ada di bangsal rawat inap itu.

Semua orang disitu sudah berusaha menahan tawa. Tidak sopan menertawakan orang sakit. Dokter bergurau sekadar mencairkan suasana, mencoba menghadirkan sedikit kegembiraan.

Tapi, Eva sendiri terbuka melucu. Dan, yang membuat semua tak mampu menahan tawa adalah moonface. Wajah Eva tembem, bengkak bundar seperti bulan, akibat kebanyakan obat.

Dia tersenyum lebar, menyebut diri draculi. Maka, keceplosan, deh... orang ketawa.

Lalu, Eva bertanya ke Zubairi:

"Moonface ini kapan hilang, Dok?"

"Tenang aja. Nanti hilang sendiri."

"Tapi kapan, Dok? Udah sebulan lebih begini."

"Ini, dosis obat mulai dikurangi. Seminggu lagi hilang. Kamu nanti malah sedih."

"Lho, kok bisa?"

"Jangan salah, moonface cewek itu dikagumi cowok, lho..." kata Zubairi.

Eva heran. Berusaha mencerna, tapi kagak nyambung juga. Mana mungkin, sih? Orang lain juga diam, tak mengerti. Zubairi lanjut menjelaskan:

"Ada lagu cowok memuja cewek begini: ... di wajahmu... kulihat bulan..."

Semua orang terperangah melihat Zubairi menyanyikan potongan lagu. Suaranya merdu. Bergaya penyanyi jadul.

Pasien ibu-ibu paling pojok berusia sekitar 50 tahunan, tersenyum. Mungkin dia kenal lagu itu. Judul: Di Wajahmu Kulihat Bulan. Diciptakan Mochtar Embut pertengahan tahun 1960 dan langsung populer di radio RRI zaman itu.

Eva dan para suster muda, tidak kenal lagu tersebut. Penciptanya yang lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 5 Januari 1934 sudah meninggal di Bandung, Jawa Barat, 20 Juli 1973 (19 tahun lalu).

Tapi, Eva tertawa. Terhibur oleh gaya Zubairi menyanyi. Lucu. Tanpa beban. Juga tidak ada niatan mengejek. Tujuan menghibur, kesampaian.

Zubairi berpesan:

"Eva, sampaikan ke Mama, besok pagi diminta konsultasi ke ruang dokter," kata Zubairi.

"Baik, Pak Dokter. Nanti saya sampaikan ke Mama."

"Semoga cepat sembuh, Eva..." ujar Zubairi, meninggalkan Eva.

"Makasih, Dok."

----------------- Lanjut ke 30 Siap-siap... Sedih

728 HARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang