27. Warning Mama kepada Senior

2.3K 95 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senin, 6 Januari 1992 pagi.

Nanan berlari kecil ke gerbang sekolah yang siap ditutup Satpam. Dia nyaris terlambat. Lolos dari gerbang, dia lanjut berlari masuk halaman yang mulai sepi.

Dia terhenti, berpapasan dengan Sugiarti dari arah berlawanan. Nanan memberikan salam.

"Selamat pagi, Tante."

"Pagi, Nak."

"Dari mana Tante?"

"Dari Pak Kepala Sekolah, menyampaikan surat cuti Eva."

"Lho, Eva mau pergi kemana?"

"Dirawat di RSCM sejak tiga hari lalu."

"Ya Allah... saya ikut prihatin."

"Terima kasih, Nak. Tante jalan dulu, ya..."

Nanan memberi salam. Lalu kembali berlari masuk kelas.

Dia tertarik pada kata "cuti" yang mungkin saja Mama Eva salah. Mungkin yang dimaksud surat keterangan dokter bahwa Eva sakit, harus istirahat tiga-empat hari.

Bel pulang sekolah berdentang, Nanan bergegas ke tempat parkir. Memacu motor ke tujuan yang jelas: RSCM.

Ternyata Eva memang parah. Mata terpejam. Aneka selang centang-perenang terhubung ke tubuh. Selang infus, selang obat, selang oksigen, dan selang ke kaki dengan sekantong plastik cairan warna merah, darah.

Pantas, Mama Eva menyebut cuti, bukan izin sakit.

Sugiarti kaget ketemu Nanan lagi. Dia ingat, anak ini yang suka membantu membelikan obat sewaktu Eva opname disini, lebih dari setahun lalu. Dia lupa namanya.

"Ow... Apa kamu sudah pulang sekolah, Nak?"

"Ya Tante. Maaf, saya belum sempat memberitahu teman-teman supaya kesini."

"Ah, tidak perlu repot. Kamu sekelas dengan Eva ya? Siapa namamu?"

"Saya Nanan, tidak sekelas dengan Eva. Saya kelas tiga."

"O, gitu."

Mereka berdiri di dekat bed Eva. Ada tiga pasien wanita lain di ruangan itu. Semua tidur. Para penunggu pasien berada di luar ruangan. Duduk di deretan bangku.

Nanan banyak bertanya tentang penyakit Eva. Sugiarti menjawab semua.

Nanan menyimpulkan, Lupus penyakit aneh. Penderita dilarang kena sinar matahari. Padahal sinar matahari berguna bagi semua makhluk hidup di bumi.

Nanan bukan siswa bodoh. Dia unggul di biologi. Dia hafal lima manfaat sinar matahari bagi kesehatan manusia.

Pertama, sinar matahari mengubah simpanan kolesterol di kulit menjadi vitamin D. Vitamin ini meningkatkan penyerapan kalsium dalam tubuh. Memperbaiki tulang, mencegah tulang keropos atau osteoporosis.

Kedua, matahari menurunkan kolesterol darah, karena mengubah kolestrol di kulit jadi vitamin D. Perubahan itu membuat kolesterol keluar dari darah menuju ke kulit. Kolesterol dalam darah pun berkurang.

Ketiga, matahari insulin alami yang memudahkan penyerapan glukosa (gula darah) masuk ke sel-sel tubuh. Itu merangsang tubuh mengubah glukosa jadi glykogen, disimpan di hati dan otot sebagai tenaga. Menghindari penyakit diabetes mellitus.

Keempat, matahari pembunuh bakteri penyakit, virus, dan jamur. Penderita TBC butuh terapi sinar matahari. Bahkan, virus penyebab kanker bisa dibunuh matahari.

Kelima, ketika matahari menyiram kulit, otomatis terjadi penambahan jumlah sel darah putih, terutama limfosit. Sel ini berguna menyerang racun yang masuk ke tubuh. Anti-bodi meningkat.

Nah, mengapa Lupus harus menghindari matahari?

Nanan tidak tahu, anti-bodi penyandang Lupus berstatus abnormal. Fungsi matahari nomor lima menegaskan, penyandang Lupus semakin terpuruk jika terpapar matahari. Serangan limfosit ke organ tubuh sendiri bertambah ganas.

"Nak Nanan kenal Ryan?" tanya Sugiarti, mendadak.

Nanan terpental dari angan. Dia jawab:

"Kenal, Tante. Tapi kami tidak berteman."

"Ya, Ibu tau, Nanan seniornya."

"Ryan sekelas dengan Eva. Tapi mereka tidak satu ruangan kelas."

"Apakah Eva dan Ryan berpacaran?"

Busyet... Nanan bingung menjawab. Dia berpikir sejenak. Lantas, dengan hati-hati dia jawab:

"Banyak anak di sekolah tahu, Eva-Ryan akrab. Mungkin mereka begitu."

"Maksudnya 'begitu' itu pacaran?"

"Ya, Tante."

Nanan menjawabnya sambil menunduk.

Sugiarti seperti hendak melanjutkan bicara. Namun kata-kata tak segera keluar. Seolah tersekat di tenggorokan. Hanya terdengar suara pelan:

"..... Baiknya... Eva tidak pacaran..." kata Sugiarti, bergumam.

Nanan diam mendengar. Sugiarti melanjutkan:

"Karena masih sekolah."

Nanan tidak tahu harus berkata apa. Sampai Sugiarti beralih topik:

"Kamu sudah makan, Nak?"

"Sudah Tante, di warung depan rumah sakit."

"Kamu nanti dicari ibumu, lho."

"Baik Tante, saya mau pamit. Semoga Eva cepat sembuh."

Nanan beranjak, setelah melirik Eva yang tak pernah bergerak sejak tadi.

Di koridor, Nanan merasa bernapas lebih segar. Dihirupnya oksigen kuat-kuat. Oksigen gratis. Maha-cinta Allah kepada makhluk-Nya telah memberikan oksigen gratis.

Rumput gajah tertata rapi, menghampar hijau seantero halaman. Kembang sepatu merah merekah, berderet sepanjang koridor. Putiknya berjulur-julur kuning, bergoyang dibelai angin.

Dua-tiga kupu kuning-hitam menari-nari lincah, mengitari putik bunga paling mekar. Mengapa mereka berebut madu disitu? Bukankah, begitu banyak kembang tersebar di taman?

------------------ Lanjut ke 28 Sikap Sugiarti Sudah Jelas

728 HARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang