Jelang sore, di hari peluncuran buku "The Next One", Eva bersama komunitas Dahlanis menuju Gedung Energi.
Acara peluncuran buku dimulai pukul 19.30. Dahlan datang sebelum acara dimulai. Ribuan undangan datang. Tak terkecuali beberapa pejabat tinggi negara.
Tengah acara berlangsung, mendadak Eva merasakan sakit perut. Sangat sakit. Seperti baru saja disodok benda keras. Gawat....
Di keriuhan manusia, Eva bersembunyi di rest room. Sakit perutnya kian menjadi. Sakit teramat sakit. Dia duduk meringkuk di lantai, di bawah kloset duduk. Dia menyadari, ini tanda-tanda kambuh.
Ah... Ada saja teman Dahlanis menemukan Eva. Saat masuk rest room, Dias Widya melihat seseorang duduk di lantai. Kelihatan dari celah dinding bagian bawah. Pintu didorong, langsung terbuka.
"Mbak Eva... sakit?" pekik Dias.
"Oh, nggak Mbak," sahut Eva gelagapan. "Cuma... ada telepon dari rumah, keluarga saya sakit."
Dias meneliti wajah Eva yang pucat. Jelas kelihatan sakit.
"O, Kalo gitu biar kami antar pulang dengan mobil panitia."
"Nggak usah, Mbak. Jangan repot... Saya mau pulang naik taksi aja."
Dias memandang heran ke Eva. Dia curiga, ada sesuatu yang disembunyikan. Tapi, Dias tetap berusaha membantu:
"Saya panggilkan taksi, ya."
"Ya... Makasih, Mbak. Maaf, merepotkan."
Dias diikuti Jujuk, Pipit, Rina, Iif, Sisilia dan kawan-kawan keluar memanggil taksi. Eva jalan sangat pelan keluar ruangan.
Ternyata di luar hari sudah gelap. Pandangan Eva lebih buram lagi. Dia tertolong banyak teman mendampingi. Sehingga tidak mungkin tersandung.
Sebuah taksi biru berhenti. Kawan-kawan mengantarkan sampai Eva naik taksi.
Insiden... Kepala Eva terbentur atap pintu taksi, sewaktu masuk. Kejadian janggal di mata teman-teman.
Taksi berangkat diiringi lambaian tangan mereka. Sedangkan, jam di dashboard taksi: Pukul 20.00.
Di perjalanan Eva menelepon Mama.
"Ma, tolong siapkan obatku yang biasa. Tadi aku lupa bawa obat."
"Kamu dimana Nduk? Apa perlu dijemput Papa?"
Suara Sugiarti terdengar penuh khawatir. Bagai radar telepati, Sugiarti seperti menembus kepanikan Eva. Namun cepat Eva menutupi:
"Gak usah jemput, Ma. Aku di taksi menuju rumah."
"Suaramu seperti kesakitan. Apamu yang sakit, Nduk?"
"Ntar aku juga sampai. Ini masih sekitar Gatot Subroto."
KAMU SEDANG MEMBACA
728 HARI
RomansaIni kisah nyata, dear... Banjir airmata. Tapi, elegan & inspiratif. Tokoh di novel, cewe cantik, jarang nangis. She pejuang kehidupan yg inspiratif (seperti ditulis novelis Agnes Davonar sebagai endorsement di Cover novel ini). Mengapa novelis terke...