Minggu, 2 Oktober 1988 Ninis bezuk, persis di hari kepulangan Eva. Dia tiba di ruang rawat RS ketika Sugiarti mengemasi pakaian, siap-siap pulang, di pagi yang cerah, hari ke lima belas Eva disana.
"Assalamualaikum..." Ninis bersalam.
"Waalaikumsalam... maaf Neng, nggak terima tamu. Karena gue mau pulang," balas Eva, cuek.
Semua tertawa. Ninis salim ke Sugiarti, lalu memeluk Eva. Ole-ole sekantong buah bawaan Ninis menambah sesak meja, karena banyak bungkusan disitu.
"Apaan nih? Emang gue monyet, dibawain pisang?" ledek Eva, setelah mengintip isinya.
Semua tertawa, termasuk suster yang tengah membantu mengemas obat.
"Hus... Eva. Nggak sopan begitu," tegur Sugiarti.
"Biasa kok tante. Kami emang suka becanda," kata Ninis.
Eva tampak gembira dijenguk sahabatnya. Mereka langsung nyerocos soal sekolah, guru, teman sekelas. Banyak hal baru yang tak diketahui Eva di sekolah, diceritakan Ninis.
Termasuk rencana pertandingan basket antara sekolah mereka melawan SMPN 2 Bekasi yang akan digelar bulan depan. Eva mestinya ikut membela sekolah mereka.
"Eh, ya.. elu sakit apaan sih, Va?"
Sugiarti kontan melirik Eva. Tajam. Dia terlalu khawatir. Ini pertanyaan biasa bagi penjenguk orang sakit. Tapi, menjadi sangat sensitif bagi Sugiarti. Dia mencari cara menutupi.
Eva keburu menanggapi dengan santai.
"Gue sakit Lupus."
Tak diduga Sugiarti, anaknya ingat betul nama penyakit itu. Ninis juga kaget, ketawa:
"Hihihi... sakit apaan tuh? Lupus ada filmnya, lho... Ngocol. Gue pernah nonton."
"Memang, ini penyakit baru, ya Ma..." Eva melontarkan ke Mama.
"Ya," jawab Sugiarti, kaku.
"Ya udah. Alhamdulillah kamu udah sembuh. Gara-gara gue dateng 'kali, elu langsung sembuh."
Mereka tertawa renyah.
Sugiarti heran, penyakit yang kemarin membuat hatinya tersobek-sobek itu kini malah jadi bahan gurauan anak-anak. Namun dia tetap merasa miris, karena anak-anak ini belum tahu dahsyatnya Lupus. Bagaimana jika kelak mereka tahu?
Jemputan datang. Badarudin membawa mobil kijang menjemput mereka. Eva meninggalkan kamar jalan biasa, tidak pakai kursi roda seperti kebanyakan pasien pulang. Bahkan dia terus asyik bergurau dengan Ninis.
Ninis menceritakan, posisi Eva di tim basket diisi cewek kelas dua. Ninis lupa namanya. Tinggi badan kurang-lebih sama dengan Eva, kecepatan lari juga seimbang. Cuma, akurasi tembakan bola sering meleset.
KAMU SEDANG MEMBACA
728 HARI
RomanceIni kisah nyata, dear... Banjir airmata. Tapi, elegan & inspiratif. Tokoh di novel, cewe cantik, jarang nangis. She pejuang kehidupan yg inspiratif (seperti ditulis novelis Agnes Davonar sebagai endorsement di Cover novel ini). Mengapa novelis terke...