59. Tiru Perilaku Induk Ayam

2K 82 18
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ruang tunggu ukuran sekitar 5 X 3 meter ini jadi terlalu dingin oleh semburan AC sentral menempel plafon. Karena, hanya ada Sugiarti - Nanan mengisi ruangan itu.

Berjaga semalaman disini, depan ruang kaca ICU, enak bagi Sugiarti. Enak untuk ukuran dia, pada kondisi menjaga Eva di RS.

Beda dengan jaga di ruang rawat inap biasa, bukan ICU, baik RSCM maupun RS ini.

Kalau di ruang rawat inap, Sugiarti harus tidur terduduk di kursi kecil. Badan tertekuk, kepala rebah samping Eva. Disini bisa tidur selonjor di bangku.

Kelemahannya, tidur disini perlu selimut pengganjal tubuh. Kepala tetap tertekuk karena terhalang besi pegangan bangku. Dan, dingin setengah mati.

"Mama tidur di rumah aja. Biar Nanan tungguin Eva," ujar Nanan.

"Jangan pikirin Mama, Nak. Kamu udah capek mikirin Eva," kata Sugiarti.

"Nanan sayang Mama. Biar Mama istirahat enak."

"Mama sudah biasa, Nak. Puluhan tahun Mama merawat Eva sakit. Puluhan kali Mama nungguin di rumah sakit. Jadi biasa."

"Kalau Nanan punya anak, gitu juga 'kali ya, Ma?"

Menyinggung masalah anak, Sugiarti tersentak. Dia merasa, ini topik rawan. Tapi, karena Nanan membuka dengan enteng, dia menjawab juga:

"Ya. Jadi orang tua itu berat. Tapi kalo dijalani dengan sungguh-sungguh ikhlas, jadi gak terasa."

"Mama Nanan sendiri juga nasihatin gitu, Ma."

"Dulu, waktu Mama kecil juga dinasihatin Ibu gitu. Walau sudah dinasihatin, Mama gak kebayang, gimana beratnya jadi orang tua. Tapi, Mama lihat kehidupan ayam."

Kata-kata Sugiarti terakhir itu menarik perhatian Nanan. Dia menunggu kelanjutan, sedangkan Mama masih terdiam.

"Kehidupan ayam, gimana Ma?"

Diceritakan, ayah Sugiarti petani, ibunya mengurus anak-anak. Sugiarti sulung, dua adik lelaki dengan beda 3 dan 6 tahun di bawah.

Untuk menambah penghasilan, keluarga memelihara ayam.

"Semula cuma dua, jantan-betina. Kandang buatan Bapak dari bambu. Pagi kandang dibuka, ayam lepas cari makan di kebon. Sore pulang sendiri," cerita Sugiarti.

Betina bertelor, telor dierami. Busuk satu menetas lima. Anak-anak ayam tumbuh dewasa, empat betina satu jantan. Betina bertelor semua, mengerami semua. Ada yang menetas lima, delapan, bahkan sebelas. Kandang pun diperbesar.

Sugiarti kelas dua SD, ibunya memerintahkan mengurus ayam. Tugas membuka kandang sebelum sekolah, memeriksa betina yang siap bertelor.

Caranya, memasukkan kelingking ke dubur ayam.

Jika ujung jari menyentuh sesuatu, betina itu dikurung, sebentar lagi bertelor. Cukup disediakan makan dan tempat air. Ayam lain dilepas, pintu kandang ditutup.

Setelah ayam bertelor, telor dikumpulkan, disimpan di rumah. Sebagian untuk lauk keluarga, disisakan sebagian untuk dierami.

"Aneh, betina yang siap mengerami, tidak mau keluar waktu kandang dibuka. Dia duduk aja dalam kandang. Itu tanda, bahwa Mama harus menyiapkan beberapa butir telor di dalam besek sebesar badan ayam. Lalu dia nangkring dalam besek, mengerami telor," kisahnya.

Betina mengerami, tidak akan pernah keluar kandang meski pintu terbuka. Dia konsisten duduk disitu selama dua pekan, sampai telor menetas.

Dia mematok makanan dan minum di dekatnya, berak pun di sekitar besek. Jika Sugiarti lupa memberi makan, betina tahan tidak makan.

Setelah menetas, induk menjaga anak-anak dengan sungguh-sungguh. Di halaman, induk mencakar-cakar tanah. Keluarlah binatang kecil-kecil, jasad renik, sisa nasi, lalu anak-anak makan beramai-ramai. Induk menonton.

Kalau keluar cacing, atau kecoa lewat, induk mematok dulu. Bukan untuk dimakan, tapi dipatok, dibelah-belah paruh. Anak-anak menonton.

Setelah badan cacing-kecoa terbelah-belah, anak-anak memakan dengan lahap. Giliran induk menonton.

"Jangan coba-coba dekati anak yang dijaga induknya. Siapa pun, bahkan anjing, jika mendekat, maka induk akan menghadapi. Sayap dimelarkan, siap menerjang. Kalau pengganggu maju, dia bertempur mati-matian. Dia pasang badan sampai mati."

Nanan menghela napas. Sebagai anak kota, baru kali ini dia tahu perilaku ayam. Sugiarti melanjutkan:

"Kalau ayam rela mati untuk anaknya, Mama malu meninggalkan Eva," ujar Sugiarti.

Nanan terkesiap. Kerongkongan tercekat. Takjub, hormat, pada Sugiarti yang terinspirasi oleh kisah hidup ayam.

"Baik, Ma. Saya tidak akan meminta mama pulang lagi," ujar Nanan, lirih.

-------------- Lari ke 60 Ada perubahan hidup Eva disitu. Tapi, sabar ya....

Note:

Kalo Pembaca terinspirasi, jangan ragu share ke teman2. Novel ini gak selamanya manteng disini. Ada rencana difilmkan. Cepet... sebelum dihapus.

 sebelum dihapus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
728 HARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang