Mina masih duduk, terdiam. Jari jari kedua tangannya masih sibuk memainkan satu sama lain. Matanya sedikit menunduk, sedangkan ia menggigit bibir bawahnya sendiri.
Gugup.
Saat ini hanya itu yang bisa ia rasakan.
Mata Jimin sedari tadi menatapnya intens, membuat gadis disebelahnya itu merasa sedikit tak nyaman.
Kerete keberangkatan Mokpo sudah pergi sejak 1 jam lalu, meninggalkan Mina dan Jimin yang tadi sibuk mencoba mengendalikan detak jantung masing masing.
Tepat setelahnya, Mina menelepon ibunya dengan kelabakan, hingga Jimin bosan menunggu Mina yang berulang kali minta maaf karena tak jadi ikut ayah ibunya ke Mokpo. Gadis itu berjanji akan mengunjungi mereka se segera mungkin.
"Sampai kapan kita disini?" Jimin akhirnya angkat bicara. Ia menghela nafas, pelan.
"Kau pulanglah dulu. Aku akan pergi ke tempat Momo setelah ini."
Barang barang Mina baru akan diantarkan nanti, sedangkan perjalanan tanpa kereta bisa membuat mobil pengangkut membutuhkan waktu seharian untuk mengembalikan banyak barang Mina. Karenanya, gadis itu mungkin akan menginap dulu di apartemen Momo—teman dekatnya—selama semalam.
"Biar aku yang menngantarmu ke tempat—ah siapa itu namanya?"
"Momo"
"Ya, Momo," Jimin mengangguk, sebelum bangkit dari duduknya, "Biar aku antar."
Namun alis Jimin bertaut, saat mendapati Mina menggeleng pelan. "Aku bisa naik bus kota, Jimin-ssi—"
"Tidak." Jimin balas menggeleng, dan memberi penekanan mutlak pada kata katanya, "Kau tahu, bus kota sekarang banyak pelecehannya. Shirreo."
Katakan ia protektif.
Tapi biarpun dirinya dan Mina baru hanya mengungkapkan perasaan tanpa membuat status baru atau apapun, Jimin cukup tegas soal cara gadis itu tidak memperhatikan keadaan dirinya.
Menurutnya, ini salah satu caranya untuk menunjukkan perhatian pada gadis itu.
Gadis yang kini ia sukai.
"Gwenchana—" Mina terkekeh, "Selama ini tidak pernah ada kejadian seperti itu."
"Shirreo. Aku yang mengantarmu." Jimin tetap memaksa; dirinya tak ingin kalah keras kepala kalau soal ini. Dan syukurlah, akhirnya Mina memilih menuruti perkataan Jimin.
Ia berdiri, merenggangkan tangan dan punggungnya sejenak sebelum menghela nafas. Setelahnya, Mina merasakan semburat muncul dari pipinya kala merasakan tangan Jimin melingkupi tangan kanannya.
Hati Mina berdesir sejenak, sementara langkahnya mengikuti langkah kaki Jimin ke arah parkir kendaraan.
"coba katakan." Jimin menyahut, membukakan pintu penumpang saat Mina akan masuk.
"Hah? Katakan apa?"
"Kalu kau menyukaiku." Lelaki itu menyeringai, masuk ke dalam mobilnya.
Ia penasaran, karena sejak tadi hanya ia yang mengatakan kalau ia menyukai Mina, sedangkan Mina tak mengungkapkan apapun.
Meski sebenarnya, jimin tahu kalau Mina lebih menyukainya—berdasar pada rasa percaya dirinya yang tinggi.ㅡ
Namun Jimin hanya ingin mendengarnya langsung dari mulut Mina.
"Nah," Alih alih menjawab Jimin, Mina justru mengetik alamat apartemen Momo pada aplikasi map di ponselnya dan meletakannya diatas phone dock pada dashboard mobil Jimin. "Tolong antar kesini, pak." Gadis itu tersenyum jahil, membuat Jimin mendengus pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Last Dance • PJM x Myoui Mina ( COMPLETED )
FanfictionHighest rank: #41 out of 3.7k stories in TWICE category. Menarilah untukku, hanya untukku ㅡPark Jimin. Kau, kau pikir semua didunia ini bisa jadi milikmu dengan mudah? ㅡMyoui Mina +Fanfiction