Udara sudah semakin terasa mendingin, hingga menusuk kulit terluar lelaki bermarga Kim tersebut. Tangannya bergerak cepat, mengambil pesanan dua cup cappuccino hangat yang barusan ia beli dari kedai kopi diseberang kantornya bekerja, seperti biasa.
Tak ada waktu baginya untuk istirahat makan siang, bolak balik menengok Seulgi membawa kesibukan sendiri baginya.
Namjoon harus bergegas menyelesaikan pekerjaannya hari itu dan bertemu dengan kedua orang tua Seulgi. Sepasang suami istri itu baru akan kembali dari perjalanan bisnisnya ke Amerika, dan kemarin saat menghubungi orang tua Seulgi, Namjoon dapat dengan jelas mendengar nada kaget serta gusar disana.
Sudah hari ke empat sejak Seulgi dirawat dirumah sakit, dan ia belum juga sadar dari komanya. Tak ada pergerakan, tak ada tanda bahwa ia akan sadar sedikitpun, dan itu membuatnya sedikit tertekan.
Cedera nya cukup berat, dan menurut dokter yang menangani Seulgi, trauma psikis karena kegugurannya merupakan faktor terbesar mengapa ia tak kunjung sadar.
Wah, bahkan dirinya maupun Jimin sama sekali tak mengetahui soal fakta kehamilan Seulgi.
Wajah tampan Namjoon kini terlihat sedikit terbebani.
Namun begitu, Namjoon tahu bukan hanya dia yang merasa tertekan. Ada orang lain yang merasa lebih buruk darinya.
Park Jimin.
Dari tempat Namjoon berdiri, ia dapat menangkap sosok Jimin yang masih sibuk berkutat pada pekerjaannya. Wajah lelaki itu sedikit berantakan. Rambutnya terlihat tak beraturan, dan sesekali ia menggeram kesal. Entah karena pekerjaannya, atau karena beban pikirannya yang kian menumpuk.
"Kau harus beristirahat." Tangan Namjoon meletakkan satu cup cappuccino diatas meja milik Mina. "Dan berikan satu lagi untuk Jimin. Keadaan kalian berdua sama buruknya."
Mina terdiam sejenak, matanya menatap cup cappuccino dan Jimin bergantian sebelum pada akhirnya memandang Namjoon.
"Bisa kau yang memberikannya? Aku rasa ia sedang tak ingin bicara denganku."
Apa yang Mina katakan bukanlah tidak berdasar.
Semenjak Seulgi dirawat dirumah sakit, ia tahu Jimin menyalahkannya secara tidak langsung. Lelaki yang notabene kekasihnya itu mendiamkannya, bicara seadanya, dan bahkan sangat jarang membalas pesannya yang hanya mengingatkan lelaki itu untuk makan malam.
Waktu berdua?
Ah, Jimin selalu sibuk ke rumah sakit dan mengurus urusan pengadilan atas kekerasan yang dilakukan Jongin.
Little does he knows, bukan hanya Seulgi yang tersiksa dan sakit. Bukan hanya Jimin dan Namjoon, Mina pun begitu. Ia sama sekali tak berhenti merasa bersalah, terlebih lagi ketika Jimin terlihat menjaga jarak darinya.
Semua itu tiba pada titik dimana Mina merasakan satu hal pasti, yang pernah ia rasakan sebelumnya.
Dirinya kembali dinomor duakan.
"Sudah coba bicara dengannya?" Kedua alis Namjoon bertaut. "Kau tahu itu bukan salahmu. Seulgi yang meminta—"
"Dia tidak akan percaya."
Satu selaan dari Mina, bersamaan dengan kekehan kecil.
"Saat ini fokusnya hanya pada Seulgi Unnie. Aku akan bicara dengannya setelah unnie sadar."
"Kalau begitu coba perhatikan kesehatanmu dan berhenti berpikir terlalu banyak." Namjoon menyahut lagi, ada nada khawatir dalam perkataannya. Lelaki itu kemudian menjulurkan telapak tangannya untuk menyentuh dahi Mina, sekedar memeriksa suhu tubuhnya karena wajah gadis itu terlihat sedikit pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Last Dance • PJM x Myoui Mina ( COMPLETED )
FanfictionHighest rank: #41 out of 3.7k stories in TWICE category. Menarilah untukku, hanya untukku ㅡPark Jimin. Kau, kau pikir semua didunia ini bisa jadi milikmu dengan mudah? ㅡMyoui Mina +Fanfiction