Before Storm

2.7K 290 55
                                    

Angin musim gugur terasa begitu dingin dan nyaris menusuk permukaan kulit gadis itu. Ia mengusap kedua tangannya, sekedar berharap ia bisa merasa hangat. Dan sepertinya, sedikit banyak hal itu membantu.

Mina meletakkan barang barang bawaannya keatas kursi kosong disebelahnya, sembari melirik ke arah board jadwal keberangkatan kereta. 10:00. Sebentar lagi, keretanya akan berangkat ke Mokpo.

Hanya kurang dari 15 menit dan kereta dari Seoul tujuan Mokpo pun tiba dan berangkat langsung dalam beberapa menit kemudian. Dengan helaan nafas, Mina meletakkan barang barangnya di rak barang dan duduk sembari mengurut kerutan diantara kedua matanya. Kepalanya sedikit pening, apa mungkin karena beberapa saat belakangan ia beberapa kali menemani Jimin lembur?

Pandangan gadis itu mengedar, melihat ke sekeliling seraya menikmati kesendiriannya. Belakangan ia merasa kesepian, sudah 4 hari ia bahkan tak bisa makan siang dengan Jimin. Lelaki itu terlalu sibuk, sangat sibuk. Mina sampai khawatir ia akan melupakan kesehatannya sendiri.

Dan satu hal lagi yang membebaninya, adalah panggilan sang ayah yang tiba tiba menyuruhnya berkunjung ke Mokpo. Pria itu sebelumnya tak pernah mendesak anaknya untuk pulang, namun kali ini, entah kenapa, ia sedikit memaksa. Bukan hal yang buruk sebenarnya. Karena biarpun Mina sedikit sibuk, ia masih merindukan kedua orang tuanya dan akan senang hati pulang kerumah.

Tapi yang berbeda, Mina merasa gelisah.

Buruknya, ia tak tahu kenapa.

Rasa rasanya ingin berbagi pada Jimin sejak ayahnya menelepon, namun Jimin bahkan tak punya waktu untuk sekedar mengantar Mina pulang atau membeli kopi.

Ia hanya bisa membagi kegelisahannya pada Momo, dan itu pun tak banyak membantu. Gadis itu butuh Jimin. Ia butuh dipeluk dan diyakinkan kalau semuanya akan baik baik saja.

Empat jam bukan waktu yang sebentar. Tapi entah kenapa, mungkin karena ia larut dalam pikirannya sendiri, Mina merasa waktunya berlalu begitu cepat.

Dengan senyum yang sedikit terkembang karena tak sabar bertemu kedua orang tuanya, Mina melangkah pergi menuju rumahnya dengan beberapa barang dari Seoul yang kali ini sengaja ia bawa untuk ayah dan ibunya.

"Appa—!"

Ia melangkah dengan ringan kedalam rumah sederhana bercat putih dan coklat, meletakkan barang barangnya keatas kursi sebelum memeluk sang ayah yang tengah memasak. Lelaki paruh baya itu menoleh, tersenyum tipis saat ia balas merangkul anaknya.

"Merindukan appa?"

Mina terkekeh pada pertanyaan ayahnya sebelum menarik diri dan berdiri tegap, melihat ke sekeliling rumah sebelum menatap sang ayah kembali.

"Apa Eomma ada jadwal kemoterapi hari ini?"

Namun tak ada jawaban dari ayahnya. Lelaki itu justru kembali sibuk pada kegiatannya sebelum meletakkan beberapa makanan ke atas meja.

"Appa..." Mina mulai merasa tak nyaman, kenapa ayahnya tak menjawab?

"Makanlah dulu, kau pasti lapar."

Lagi lagi, ia mengalihkan pembicaraan, Gadis Myoui itu tahu ada yang tak ia ketahui, pasti.

Ia menolak untuk makan, terang saja. Bahkan untuk menyentuh piringnya saja tak mau. Mina hanya menatap ayahnya lekat, menunggu jawaban atas pertanyaan yang sejak tadi ia layangkan.

Dan Akira Myoui tahu, bukan hal baik untuk menyembunyikan segala sesuatu yang sepantasnya Mina ketahui. Matanya balas menatap mata putrinya, yang jika dilihat memang mewarisi mata ibunya. Ah—betapa ia rindu tatapan sejuk itu dari sang istri.

Your Last Dance • PJM x Myoui Mina ( COMPLETED )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang