He

3.6K 315 39
                                    

Mina menggeliat sekilas, merasakan sesuatu yang berat melingkar disekitar tubuhnya. Matanya sedikit mengerjap, mencoba beradaptasi dengan cahaya matahari yang tersibak melalui jendela kamarnya.

"Kau sudah bangun?"

Bisikan itu menyapa telinganya, bersamaan dengan nafas hangat yang menggelitik indera pendengarannya. Sepenuhnya membuka mata, Mina mencoba mengumpulkan ingatannya tentang apa yang semalam terjadi.

Mereka tidak lembur, tidak untuk bekerja.

Mina ingat bagaimana sesuatu yang hangat mengalir kedalam perutnya, ia juga ingat bagaimana Jimin menjadi begitu lembut dan liar dalam waktu yang bersamaan. Ia masih ingat bagaimana Jimin membawanya pulang kerumah, dan kembali mengisinya, disini. Di kamarnya.

Semua ingatan itu membuat pipinya terasa panas, sial.

"Uhm—ya, jam berapa sekarang?" Oh, bahkan gadis itu tak sadar suaranya sudah menjadi serak hanya dalam waktu semalam.

Kekehan kecil keluar dari kedua belah bibir Jimin, menyadari bagaimana sapaan romantisnya dibalas dengan sedikit tergesa.

"Entahlah. Melihat mataharinya, sepertinya sudah terlambat untuk ke kantor sekarang." Lelaki itu menarik tubuh Mina lebih dekat, sebelum mengecup tengkuknya dari belakang. "Cuti sehari tidak akan jadi masalah."

Mina berusaha keras agar bisa mendengus ketika ia dapat merasakan Jimin bernafas dalam ditengkuknya, seolah mencoba meresapi wangi tubuhnya.

"Kau punya banyak pekerjaan," Ia memutar tubuhnya untuk menghadap lelaki tampan disebelahnya, "Kita harus bekerja."

Gadis bermarga Myoui itu nyaris kehilangan suaranya, bukan hanya karena suara suara nista yang ia keluarkan semalaman. Tapi karena apa yang ia lihat kini membuat dadanya berdebar terlalu kencang.

Jimin—yang kini ada didepannya—tengah menatapnya dengan rambut yang berantakan. Surai itu tak menutupi dahi Jimin, sementara ia menggunakan lengan kirinya sendiri untuk menopang kepalanya. Dan jangan lupakan selimut Mina yang tak menutupi leher hingga dada lelaki itu, menampilkan anatomi atletis si lelaki Park.

Ya Tuhan, beruntung Mina masih ingat cara bernafas.

"Bagaimana dengan sarapan? Aku lapar." Jimin menyeringai tipis, sebelum menyibak rambutnya kebelakang, seperti yang biasa ia lakukan.

"Dan jangan menatapku begitu kalau tak ingin ku terkam lagi."

There he goes, Jimin dan otak mesumnya.

Mina hanya memutar bola matanya, sebelum memegang selimutnya agar tetap menutupi tubuhnya. Ia meraba lantai disamping kasur, mencoba menemukan bajunya yang entah ada dimana.

Tangannya meraih baju yang ia genggam, sementara matanya menatap awas pada Jimin, takut lelaki itu akan menyingkap selimut yang kini menutupi badannya.

Kemeja Jimin, bagus. Mina benar benar tak dapat menemukan pakaiannya sendiri.

"Aku hanya punya bahan sup, jangan protes kalau hanya itu yang kumasak."

Jimin mengangguk angguk malas. Ia terlalu fokus pada Mina yang kepayahan menggunakan kemejanya didalam selimut.

"Apa yang kau takutkan, sih? Aku bahkan sudah melihat tubuhmu semalaman."

"Gaya bicaramu seperti paman paman mesum."

Lagi lagi mendengus, Mina bangun dari kasurnya dan sedikit bersyukur, karena kemeja Jimin terlalu panjang hingga menutupi paha gadis itu.

Ia melangkah keluar, mengabaikan protes dari Jimin dan memilih untuk memasak. Setelah menggulung rambutnya asal, Mina sibuk memotong sayuran dan beberapa potong daging dari kulkasnya.

Your Last Dance • PJM x Myoui Mina ( COMPLETED )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang