Bleed

2.7K 327 26
                                    

Mina tak bisa duduk dengan tenang, air mukanya sejak tadi berubah keruh semenjak Seulgi meneleponnya dan membuat hati Mina menjadi tak karuan.

Dan untungnya, saat ini Jimin tengah tertidur dengan lelap. Kepala lelaki itu bersandar pada bahu kekasihnya, terlihat sekali wajahnya tidur dengan nyaman meskipun Mina yakin, leher Jimin akan sakit setelah ia bangun nanti.

Tangan Mina mengetuk layar ponselnya dengan hati hati, berniat mengirim Seulgi pesan singkat. Beberapa saat tadi, ketika Seulgi menghubunginya, ia sempat berpesan agar Jimin tak tahu soal dirinya yang menghubungi Mina dalam keadaan kacau.

To: Seulgi Unnie
Unnie, aku hampir sampai, kunci rumahku ada dibawah pot bunga anggrek yang ungu.

Dan setelahnya, Mina buru buru menyembunyikan ponsel saat Jimin sedikit menggeliat. Ia sebisa mungkin menyembunyikan semuanya dari Jimin, hingga Seulgi mengizinkannya untuk cerita.

Bersyukurlah dengan kebiasaannya yang jarang membawa kunci keluar rumah, kali ini Seulgi bisa langsung masuk rumah Mina tanpa perlu bingung menunggunya.

Sedikit rasa bersalah menghinggapi hati Mina karena ia tak bisa terbuka dengan Jimin kali ini. Namun rasa khawatir akan keadaan Seulgi lebih mendominasinya. Sekelebat pemikiran tentang beberapa bekas kebiruan di tubuh gadis itu muncul; apa Seulgi mengalami hal yang sama dengan yang ibunya alami dulu?

Bus yang Mina naiki setelah tadi ia tiba di Seoul dengan kereta, kini berhenti didepan halte yang terdekat dengan rumahnya. Perlahan, Ia menepuk tangan Jimin yang sejak tadi merangkul pinggulnya dengan posesif, bahkan saat ia tidur.

Gemas.

Sejak jadi kekasih Jimin, Mina seolah mengetahui sisi lain lelaki itu yang jelas benar benar berbeda dengan apa yang selama ini Ia lihat. Tingkah asli Jimin, sebenarnya benar benar manja dan tak jauh berbeda dengan anak kecil yang suka merajuk pada ibunya—yah, kecuali saat ia sedang berbuat vulgar.

"Jim, bangun." Jari telunjuknya naik, mengusap rambut yang menutupi dahi Jimin, "Kita sampai."

Suara dan sentuhan Mina sepertinya berpengaruh pada tidur nyenyak Jimin. Sedikit menggeliat, ia mengendurkan rangkulannya pada Mina dan menguap sejenak sebelum membuka mata dan menegakkan badannya.

"Leherku pegal."

Dengusan kecil itu keluar, bersamaan dengan wajah mengantuk Jimin yang menatapnya malas, dan meski begitu, Jimin masih menurut saat Mina memintanya mengangkat beberapa kotak bekal dari ibunya.

Jalan menuju rumah Mina dari pemberhentian bus itu tidaklah jauh, dan meski Jimin tak suka berjalan kaki, ia menikmati saat saat sederhana seperti ini bersama kekasihnya.

Mina, gadis itu. Ia dengan mudah membuat Jimin senang bahkan dengan hal hal biasa.

Dengan tangan kirinya yang tak membawa apa apa, Jimin menyelipkan jari jarinya pada jari tangan kanan Mina; memberikan rasa hangat yang membuat gadisnya nyaman.

"Masih mengantuk? Kau bisa menyetir sampai rumah?"

Kepalanya menoleh, menatap Jimin dengan pandangan khawatir.

"Geokjongmal." (Jangan khawatir) Ia menyeringai sesaat, tepat ketika keduanya berhenti didepan rumah Mina. "Kau tak akan menyuruhku menginap disini, bukan?"

Seringaian itu, sial.

Oh, dan kali ini, Jimin menelusupkan jari jarinya ke rambut depannya sebelum menyibak asal, tahu bahwa Mina menyukai saat ia melakukan itu.

"Karena aku tak yakin bisa menahan diri, kali ini."

"Kau mesum." Desisan Mina terdengar mutlak dan sarkas, matanya menatap kesal pada ucapan kekasihnya yang terlalu terus terang. "Pulanglah, dan hati hati."

Your Last Dance • PJM x Myoui Mina ( COMPLETED )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang