Bintang melirik Sinta yang duduk disebelahnya, sembari mengingat-ingat saran yang Nico beri. Haruskah ia mulai aksinya sekarang?
Langkah pertama : Otot leher.
"Sinta." panggil Bintang.
Pria itu mendekatkan lehernya ke wajah Sinta, ia beringsut sedikit demi sedikit agar jarak gadis itu dengan lehernya terpangkas. "Sinta?" Bintang bahkan menahan napas agar otot-otot lehernya membesar.
Sinta menautkan alisnya aneh, "Ssaem, kenapa? lehermu sakit?"
Bintang tiba-tiba menjauhkan kembali tubuhnya. "Ah ngga. Kayaknya salah posisi tidur."
Cara ini gagal. Ia kembali mengingat-ingat saran Nico.
"Langkah pertama memang tidak bisa dilakukan semua pria. Tapi ada, langkah kedua! Kontak mata! Penglihatan.. anugerah yang diberikan Tuhan, mata sehitam arang dan penuh pesona yang tajam menunjukkan sisi lain dari ketampananmu yang terpendam."
"Sinta." Bintang memanggil Sinta lagi. Sinta menoleh. Bintang mengerungkan matanya menatap Sinta tanpa berkedip untuk beberapa saat. Lagi-lagi, Sinta menautkan alisnya aneh, "Kenapa? Mau lomba tatap-tatapan denganku?"
"Em, aduh. Mataku kelilipan debu sepertinya." jawab Bintang. Ia menghela kasar.
"Langkah ketiga! Selera humor. Dikutip dari peribahasa masa kini, faktanya cowok humoris itu lebih menarik daripada cowok ganteng. Membuatnya tertawa itu akan jadi daya tarik sendiri."
"Sinta?" Bintang lagi-lagi memanggil. "Ya, ssaem?"
"Mau dengar cerita lucu? Apa bedanya bulan sama matahari?", tanya Bintang.
Sinta menggeleng, "Apa?"
"Kalo di matahari itu banyak diskon-nya, tapi kalo di bulan gak pernah kesana."
Bintang langsung tergelak dengan tebak-tebakannya sendiri. "Ada lagi. Kenapa pohon kelapa di depan rumah harus ditebang? Karena kalo dicabut itu berat! Hahaha!" Bintang terbahak sendiri sampai memukul-mukul pahanya. "Kenapa ayam berkokok matanya merem? Karena sudah hapal teksnya!"
Bintang terpingkal-pingkal, memegangi perutnya yang sakit akibat tertawa keras.
Sementara Sinta hanya melongo tak mengerti, melihat tingkah pria yang aneh ini.
"Ssaem, kau sungguh baik-baik saja? Kau sepertinya sedang gak enak badan. Ayo kuantar kedokter!"
Bintang menghela lagi. "Sepertinya cara ini gak berhasil juga."
"Apanya?", tanya Sinta.
"Enggak kok. Lebih baik, kita makan saja, yuk?" ajak Bintang tak semangat.
Setengah jam kemudian, Sinta berdiri disamping Bintang yang memanggang daging sapi diatas alat pemanggang grill berbentuk teflon dengan kaki tiga yang tinggi. Tidak hanya daging sapi fillet, tapi sosis, kentang, wortel, sampai brokoli rebus.
Aroma daging panggang dan lada hitam menyeruak penciuman Sinta, memberikan efek lapar seketika.
"Wow! BBQ? Chef Bintang?" Ia sudah menyiapkan sumpit sedari tadi. "boleh aku makan sekarang? Boleh ya? Boleh dong!"
Sinta terlihat ceria sekali, apalagi ketika ia mencicipi bumbu barbeque buatan Bintang serta daging asap tentunya.
Ia memejamkan mata menikmati sensasi lembut dan manis asin-nya margarin diatas daging panggang tersebut. "Woa! Ini BBQ terlezat di bumi!"
Bintang tersenyum memperhatikan. "Harusnya aku tahu, makan adalah cara terampuh.", gumamnya pelan sambil menyelipkan rambut Sinta ke telinganya agar tak sampai menyentuh piring.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fate In You (COMPLETED)
Romance[#3 in Sad Romance 16012019] Berawal dari sebuah tragedi yang terjadi di suatu senja yang berawan. Sinta Dahsa Sanjaya, pemain basket tebaik dalam team sekolahnya harus rela memiliki satu ginjal ditubuhnya, seumur hidup. Setelah ia bangun dari kom...