Part 28

874 42 4
                                    

Tidak ada yang lebih menguntungkan daripada melihat tanggal bertinta merah di kalender.

Apalagi kalau bukan hari libur nasional? Entah hari penting apa, bagi Sinta, itu waktu yang sangat tepat untuk memanjakan diri, tidur, tidur seharian.

Tak peduli berapa pesan yang Fiona kirim, mengajaknya hang out, ia tak akan membiarkan satupun orang mengganggu kesenangannya, hanya saja satu orang yang memiliki kuasa atas itu, yaitu Mary, mama-nya.

Ia tak ingat mimpi apa yang menghiasi tidurnya beberapa saat lalu, andai saja Mamanya tidak mengganggunya.

Sepertinya Mary tak ingin melihat anak gadisnya bergumul didepan selimut seharian penuh tanpa bergerak sesenti pun.

"Tunggu Mang Amin tukang sayur di depan rumah, Mama mau buat sayur kangkung!"

Derit gerbang memecah hening kompleks nan sepi, Sinta yakin sekali ini terlalu pagi untuk keluar di hari libur. Matanya terkantuk-kantuk memandang belokan kompleks dimana Mang Amin biasa muncul. Ia menguap lebar, mengikat rambut sembarang. Ia nyaris saja kembali tidur sambil berdiri sampai suara pria mengagetkan.

Lotre apa yang baru di dapat hingga pagi-pagi begini bertemu dengan pria bening bersetelan training menawan? Kulitnya se putih susu dan mata yang berbentuk satu garis lurus, dan jangan lupakan keringat yang membasahi kening tampannya.

"Sinta, ngapain disini?"

Oh! Sinta sadarlah! Dia hanya tetanggamu, satu dari beberapa pria yang menyewa kost pada Om Rudy, pria tampan berdarah Jepang-Medan yang sedang melakukan studi teknik mesin yang berada di semester V.

"Oh.. Kak Yuta.. Dari mana pagi-pagi begini?"

Pria bermata kecil itu tersenyum heran.

"Pagi? Ini sudah jam setengah sembilan, aku juga baru selesai jogging nih, kamu gak olahraga?"

Sinta mengucek matanya, dan menguap lagi. Tak sama sekali berusaha menjaga image-nya di depan pria tampan ini.

"Em.. setengah sembilan? Itu sih masih pagi."

Terdengar kekehan keluar dari bibir Yuta. Ia menggeleng kepalanya pada gadis yang sudah dikenalnya dua tahun ini, tepat semenjak ia menyewa tempat pada Pak Rudy.

"Gimana kalau pacarmu lihat kamu dalam keadaan seperti ini.. ck ck ya sudah aku masuk dulu ya! Ah, Sinta, jangan jalan sambil merem gitu, buka matanya!"

"Bukannya aku ya yang harus bilang gitu ke Kak Yuta?" balas Sinta.

Yuta tertawa renyah dengan sindiran anak SMA itu. ia menepuk bahu Sinta dan melenggang pergi dengan senyuman lebar yang membuat matanya benar-benar menghilang.

Sementara Sinta.. ia mendecak melihat Yuta pergi.

Apa pria zaman sekarang berkiblat pada drama-drama korea itu? pantas saja para gadis mudah tergelincir jatuh cinta, pria jaman sekarang terlalu bersikap manis.

Berbicara soal manis, kenapa Pak Amin tidak muncul? Biasanya kedatangan pria paruh baya bersuara lantang itu seketika membuat para ibu histeris keluar rumah, Pak Amin, Ibu-nya berkata kalau para tetangga menyukai Mang Amin karena wajah sawo matangnya terbilang manis, apalagi kalau tawaran harga sayur diloloskan, makin manis saja rasanya Mang Amin itu.

"Kak Yuta!"

Pria Jepang itu spontan menoleh mendengar Sinta memanggil keras.

"Lihat Mang Amin lewat gak?"

Kali ini, Yuta benar-benar tertawa lepas.

"Tidak dengar ya yang kubilang tadi? Ini sudah jam setengah sembilan, kalau mau nunggu Mang Amin sampe besok pagi sih boleh-boleh aja."

Fate In You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang