Part 53

685 40 3
                                    

“Kau mendekor ulang kamarmu, tanpa mengajakku?”

Fokus Sinta teralihkan ke pintu. “Hei! Bisma sini! Bantu kita!”

Kita?

Belum juga Bisma bangun dari rasa herannya, seseorang yang sungguh tak ia suka tiba-tiba muncul di belakangnya.

Ekspresi pria-rambut-batok itu datar ketika melihatnya. Ah tidak, bahkan Bisma bisa merasakan rasa tidak suka pria itu sampai ke tengkuknya.

Bisma terlatih menghadapi orang sepertinya. Seperti pria-pria lain yang mencoba mendekati Sinta sebelum pria jangkung ini, harus Bisma akui, pria ini memiliki seluruh point untuk menjadi kekasih Sinta. Dia cerdas, berpendidikan, dan tahu apa yang Sinta butuhkan. Ugh! Bisma sangat benci karena menyetujuinya.

Tetapi, satu hal yang membuat ia selamanya tak rela Sinta bersamanya, karena pria inilah, Sinta kehilangan ginjalnya.
lihat saja seberapa lama ia bisa bersama Sinta.

Dan.. Setelah apa yang ia lakukan pada Sinta.. Sinta juga, dia tidak mungkin jatuh kedalam pesona Bintang. Pasti! Mm, pasti.. Kan?

“Kau tidak masuk?” ketus Bintang.

Dengan terpaksa Bisma dan Bintang bekerja sama untuk mendekorasi kamar Sinta. dan, perdebatan setelahnya jauh lebih panjang, karena kedua pria itu teguh dengan pendapat masing-masing.

“Ini kamarku, bukannya seharusnya aku yang memutuskan?” Sinta menghela, mendongak ke Bisma dan Bintang yang sedang berhadapan secara bergantian.

Ia memukul pelan tengkuknya pegal,

tinggi sekali mereka.

“Kurasa, ranjangnya seharusnya di dekat jendela.” Usul Bintang.

“Tidak. lebih baik meja belajarnya saja, agar sinar matahari bisa masuk menerangi kamar.” Kini gliran Bisma.

Kalau aura bisa di visualisasikan, rasanya akan ada petir yang saling menyambar di masing-masing mata mereka.

“Apa kalian mengabaikanku karena aku ini pendek?” keluh Sinta kesal. “kalau begitu biar aku saja yang mengangkat ranjangnya.

“JANGAN!” Bintang dan Bisma berseru kompak.

Sinta kaget dibuatnya. Ia menghela panjang, mengambil dua kuas dengan dua tangannya, dan menyapukan cat di baju putih Bisma dan Bintang, dan di wajah mereka.

Bintang menyentuh pipinya yang berwarna hijau, sementara Bisma mengambil kuas lain untuk membalas Sinta. akhirnya, untuk beberapa saat kedepan, ketiga-nya saling mengejar dan mengotori baju dengan cat sampai baju putih polos itu menjadi maha karya abstrak yang menggelikan.

***

“Kenapa senyum-senyum terus dari tadi?”

Sinta mendekati Bintang yang mengaduk cat dan berjongkok. Pria itu merespon pertanyaan Sinta dengan mengangkat bahu.

“Entah, aku hanya merasa seperti kembali hidup.” Ujarnya, “Masakan ibumu benar-benar enak!”

Sinta mengulum senyum simpul, dan tepat ketika Bisma memasuki kamar, Sinta spontan bangkit,

“Karena kalian sudah disini, aku keluar dulu sebentar.” Ucap Sinta.

“Mau kemana? Bukankah kita harusnya kerjakan sama-sama?” usul Bisma.

“Kalau kau pergi untuk apa aku disini dengannya?” imbuh Bintang.

“Kau pikir aku mau bersama denganmu disini?” suara Bisma naik satu oktaf.

Fate In You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang