Part 48

657 39 2
                                    

Hai readers! Terimakasih masih membaca cerita yang sungguh gak jelas ini. Kalian yang membuatku selalu ingin update 😂
Sorry, dari kemarin diserang writer block, so ini hasil dari bersemediku😘 happy reading!!!

-----------------------------------------------------------------

Panas.

Matahari menyengat dan suhu menjadi lembab dan kering. Didalam kamar kost-nya, Bintang bersiap memakai kaus polo-nya dan mengambil jaket.

Tidak nyaman memang, terlebih di hari dengan suhu tinggi seperti ini, tapi ia tak ingin orang melihat sayatan-sayatan di lengannya.

Tok tok! Bintang terdiam, menyadari satu-satunya orang yang mengetuk pintu kamarnya dua kali, dengan tempo cepat. Ia menyentuh tuas-nya, sayup-sayup terdengar suara Sinta memintanya membuka pintu. Bintang menghela dan menarik tuas.

“Kenapa lagi?” tanya Bintang dingin.

Ia melihat Sinta yang masih memakai seragam sekolahnya, menatap dengan mata coklat terangnya. Iris mata yang tak bisa ia lupakan.

Sinta mencuri-curi pandang ke arah lengan Bintang. “Tanganmu.. sudah baik-baik saja?”

“Tenang, tidak perlu khawatir, tidak usah bersikeras. Kau selalu berpaling ketika aku datang, berlari jauh ketika aku berusaha untuk dekat. Tapi sekarang tiba-tiba— wah kau sungguh kasihan padaku?”

“Bu-bukan begitu ssaem. Aku hanya khawatir. Tidak bisakah kau percaya padaku? Aku sungguh tidak tahu kenapa kau begitu membenciku.”

“Jadi kamu mulai mengkhawatirkanku? Kau nyaris membuatku berdebar lagi.” Retorika Bintang dengan senyum sinis di wajahnya.

“Ironis sekali. Sekarang kau menjadi orang asing. Kita jadi sejauh ini, setelah sebelumnya sedekat itu. Aku hanya berusaha menghilangkan sekat di antara kita, tapi kau sendiri.. ah.”

Bintang mengepalkan tangan, kembali masuk ke kamarnya dan beberapa saat kemudian ia keluar, menjinjing sebuah goody bag berwarna hitam, “Aku tidak butuh ini.”

Setelah mengembalikan hadiah yang Sinta beri, ia kembali masuk ke kamarnya, membanting pintu dengan keras, ia bersandar pada daun pintu sembari menekan dadanya. Ini  lebih menyakitkan daripada yang ia pikirkan. Bintang menekan kelopak matanya dan terisak tanpa suara.

Sinta tertunduk menatap sepatu sekolahnya, ia menempelkan keningnya pada daun pintu dan berharap Bintang keluar dan menarik semua kata-katanya, ia sendiri tak yakin kenapa dirinya menuntut ingin tahu alasan Bintang.

Hanya saja, ia tak bisa terus menerus di jauhi oleh Bintang.

Seberapa terlukanya Bintang, semua derita yang dialaminya sendirian. Rasa sepi yang mencekik itu, Bintang yang terlihat begitu kuat, ternyata menyimpan beban berat.

Dia yang terlihat begitu ceria, hanya karena tak punya tempat bercerita.

Sinta bisa saja menanyakan hal ini pada satu-satunya teman Bintang yang ia ketahui, Nico. Tapi, ia hanya ingin mendengar hal itu langsung dari Bintang. Tapi kali ini, hatinya hilang harapan.

Ponselnya berdering, “Iya Ma? Iya Sinta lagi didekat rumah kok. Iya tadi Bisma bilang kangen masakan mama, jadi pengen makan di rumah. Ini lagi di jalan pulang.”

***

Mary, Sinta dan Bisma berada di meja makan dengan santapan yang beraneka ragam. Bisma makan dengan lahap sembari bercengkrama dengan Mary soal sekolah dan lainnya, Mary seperti terobsesi dengan anak lelaki, ia memberi Bisma perhatian yang lebih, persis yang ia lakukan pada Bintang, Arga dan semua teman Sinta.

Fate In You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang