Part 40

692 35 5
                                    

‘Aku ‘kan hanya ingin membantu, siapa tahu kau beruntung di terima di universitas itu!’

kau selalu membantuku, kenapa aku tidak boleh membantumu?kau tidak butuh orang lain?’

Sinta memejamkan mata. Entah karena moodnya tidak bagus, atau perangainya yang buruk, Fiona bertengkar dengan Sinta siang tadi.

Fiona tidak muncul ketika sesi latihan basketnya. Sinta tiba-tiba merasa bersalah karena sudah meneriakinya tadi.

'Kau mampu mengobati luka dihidupku, lalu kenapa aku tidak bisa menjadi penyembuhmu? Apa kau akan seperti ini selamanya? Kau bukan penyendiri yang antisosial. Tidak semua hal bisa kau dapatkan sendiri.'

“Aku hanya tidak ingin bergantung pada siapapun. Seperti obat yang selalu ku konsumsi, bergantung membuatku tidak bisa tanpanya. Dan, aku benci itu.”

Sinta berharap suara angin membawa serta kicauannya dan sampai ketelinga Fiona dan Bintang.

Sinta menyandarkan kepalanya ke punggung kursi belajar,

“Argh! Aku menyerah pada matematika!”

Ia menutup bukunya lalu mencari mata pelajaran lain, fisika.

Meski sama-sama menghitung, Sinta akan lebih memilih belajar fisika ketimbang matematika. Namun, Sinta tak menemukan catatannya dimana meja belajarnya atau tas sekolahnya.

Lagi-lagi ia menyerah, ia ingin keluar dan mencari angin.

***

Malam ini langit tidak terlalu ramah pada bumi, ia memilih menyembunyikan bulan dan kerlip bintang untuknya sendiri.

Sinta berjalan pelan di trotoar, melihat-lihat lampu toko yang menyala terang, dan suara klakson kendaraan di jalanan.

Ia memasuki area taman kota, tempat yang selalu ramai di kunjungi di siang hari jadi sepi lengang ketika matahari telah terbenam.

Menurut Sinta, suasana malam jauh lebih cantik karena keseluruhan taman dihiasi lampu penuh warna. Sinta duduk didekat air mancur sambil memandang ke arah bunga matahari yang merunduk.

Seorang pria menuntun sepedanya dan kebetulan melihat Sinta duduk sendirian.

“Sinta? Ngapain disini malam-malam?”

“Loh, kok ada disini, Bisma?”

“Aku habis bersepeda dan kebetulan lewat sini.”

“Kau bersepeda tiap malam? Kenapa aku gak tahu?”

“Tidak. Baru kali ini aku sepeda-an malam lagi. Terakhir... kapan ya? Udah lama banget sih?”

“Permisi. Ini Kak Bisma kapten tim basket itu kan? Aku lihat penampilan kakak waktu di friendship champion di sekolah kami tiga hari lalu.”

Sinta dan Bisma saling pandang seaat. Lalu Bisma mengangguk. “Oh.. iya.. ada apa ya?”

Gadis itu menyelipkan rambut di balik telinganya, baju terusan dengan skirt berada diatas lututnya menunjukkan sisi feminimnya. Kakinya di balut flatshoes dan kaus kaki sampai sebatas betis membuat Sinta bergumam dalam hati, Wah, cantiknya.

“Nama aku Alice. Boleh minta nomor hape kak Bisma?”

Bisma mengerjap, tiba-tiba mendekati Sinta dan merangkulnya.

“Maaf ya, tapi kami sedang berkencan.”

Sinta membelalak, mencoba melepaskan rengkuhan Bisma. “Hei, k-kencan apa—“

“Sebenarnya, kamu nge ganggu kami. Aku gak bisa kasih nomorku, karena aku sudah punya pacar.”

“Oh.” Katanya kecewa. “Kalau begitu, aku permisi ya kak.” Pamitnya lalu pergi.

Sinta mendorong Bisma kesal. “Kau menjual namaku! Kenapa gak kasih aja sih? Dia keliatan baik kok, mukanya imut, cantik juga.”

“Masih cantikan kamu kok.” Ceplos Bisma sambil melirik Sinta takut-takut.

Sinta langsung memukuli bahu Bisma dengan telapak tangannya. “Kapan kau akan punya pacar kalau terus seperti ini huh!? Dasar jahat! Pakai nama orang seenaknya!”

“Aw-aw sakit Sinta..”

Tangan Sinta berhenti. “Jangan-jangan.. kamu belum move on dari teman SMP-ku itu ya?”

“Aish, enak saja! itu kan sudah lama! Aku juga udah lupa wajahnya!”

Sinta mengangguk-angguk. Lalu berdiri, “Yasudah, aku harus pulang dan belajar. Bye Bisma!"

Sinta tersenyum sambil melambai, punggungnya menjauh,

Ia kembali membalikkan badannya dan melambai.

Bisma menghela sedih.

Dulu.. saat pertama masuk SMA, Sinta mengenalkannya pada seorang temannya waktu di SMP. Namanya Naomi, gadis campuran Yogya-Jepang, kulitnya putih pucat, matanya besar, dan tubuhnya tinggi semampai, Naomi teman ekstrakurikuler paduan suara Sinta, dan Naomi cantik sekali.

Sinta sangat senang mengenalkannya dan berkata bahwa Naomi harus bertemu dengan pria Indonesia yang baik untuk jadi pacarnya, tak jarang juga Sinta menjodoh-jodohkannya dengan Naomi.

Sampai suatu hari, Bisma gemas dan bertanya,

“Apa kau segitu senangnya kalau aku bisa bersama dengan Naomi?”

“Ya. Aku senang sekali kalau Naomi bisa pacaran denganmu. Kalian sangat serasi. Kalau itu terjadi, aku akan jadi orang yang paling bahagia di dunia.”

Karena melihat Sinta terlihat sangat bahagia, karena ia senang melihat Sinta bahagia, dan karena ia ingin terus melihat Sinta bahagia seperti itu, Bisma berpacaran dengan Naomi.

Dan, mungkin saja, ia juga pelan-pelan bisa melepas Sinta dari kegilaan perasaannya.

Tapi bersama dengan Naomi, tidak semenyenangkan ketika ia pergi dengan Sinta. Hubungannya dengan Naomi juga berjalan tidak harmonis, dan ketika Naomi meminta putus karena harus mengikuti ayahnya ke Jepang, Bisma tanpa segan menyetujuinya.

Ketika Bisma sadar dari lamunananya, Sinta sudah menghilang dari pandangannya.

***

Fate In You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang