Bayu memutar kursi kebesarannya, menghadap meja, menyatuhkan kedua telapak tangan di depan wajahnya, dan membenamkan keningnya. Matanya melirik punggung tangannya yang di perban rapi. Bahkan, menggerakan ruas-ruas jarinya pun sulit kini.
Bayu melonggarkan dasinya, hari ini begitu melelahkan. Bermula dari ajuan perceraiannya dengan Luna, tiba-tiba wartawan merilis artikel yang berhubungan dengan keluarganya, dan nama Bintang mendadak muncul, setelah itu puluhan artikel lain muncul tak terkendali. Ia memang berpengaruh di media, mengatur wartawan supaya tidak mengungkap terlalu dalam identitas anaknya, tetapi opini publik tidak terelakan. Beberapa saat lalu, ia mendapat telepon dari psikiater yang menangani masalah anaknya.
Bintang masuk ruangan ayahnya. Ia tidak pernah masuk kesini setelah belasan tahun lalu. Ia langsung duduk di sofa, tak berniat menyapa apalagi mengagumi desain interior ruangan megah ini.
Bayu bangkit dari kursi kejayaannya, dan bergabung dengan Bintang di sofa. Ia duduk tepat di hadapannya.
"Persidangannya minggu depan. Kau sudah cukup dewasa untuk memilih antara aku dan ibumu sebagai penerima hak asuh-"
"Aku akan tinggal sendiri. hakim akan mengizinkan."
"bagaimana pun, aku yang akan mendapat hak asuhnya, dan kau akan mendapat seluruh hak waris, semua saham, perusahaan dan asetku. Semuanya. Setelah persidangan, pergilah ke Spanyol, dan belajarlah bisnis disana."
Bintang baru saja akan menyanggah, "Kalau tidak, kau masih bisa belajar di Indonesia, di universitas mana saja. dan, soal penyakitmu, maksudku teruslah datang ke psikiater itu, dia yang terbaik dari semua psikiater di negara ini, ia juga dikenal dengan kredibilitasnya, jadi informasimu tidak akan bocor ke media."
Bintang tidak merespon dan memilih untuk diam. Sekali lagi, ia mengharap hal lain yang ayahnya sampaikan saat ini.
Ia menghela, "Sudah selesai? Aku akan pergi."
Tidak ada jawaban, Bintang memilih pergi. Ketika tungkainya mengayun sampai depan pintu, dan hendak menarik tuas berwarna emas itu, ayahnya tiba-tiba berbicara.
"Sejak dahulu, aku selalu bertanya, kenapa anakku tidak marah? Padahal dia punya jutaan alasan untuk melakukannya. Tetapi, ia tidak pernah marah. Kenapa ia tidak pernah menunjukkan ekspresinya? Ada apa sesuatu dengannya?" tiba-tiba Bayu tersenyum, "Tapi, setelah kemarin malam, aku tahu kau baik-baik saja. aku harus berterimakasih banyak-banyak pada Sinta. aku bisa melihatmu lewat dia, bagaimana kau sigap ketika dia membutuhkan bantuan, bagaimana kau memproteksinya agar selalu berada di dekatmu."
Bintang menurunkan tangannya dari tuas, dan mendengarkan.
"Saat umurku 23 tahun, aku harus menjalankan perusahaan yang diwariskan kakekmu untukku. Aku berangkat pagi, pulang malam dan nyaris tidak memiliki kesempatan untuk diriku sendiri. Aku bekerja keras, sampai tidak ada waktu mengejar cintaku meski ia berada sangat dekat. Kupikir, dia akan datang padaku setelah aku memiliki segalanya yang ia butuhkan, tapi aku terlambat. Aku terlambat 23 tahun, mereka sudah ditakdirkan bersama, harusnya aku sadar itu."
Bayu menghela, mengingat kenangannya bersama Mary. "Aku tidak ingin kau menjadi orang seperti aku. Melihatmu bertahan diantara pertengakaranku dengan Luna, bagaimana kau menahannya seorang diri,kesepian, dan penuh luka, maka dari itu ku katakan, janganlah hidup sepertiku. Jalankan hidup seperti yang kau mau."
Bintang menoleh, "Maksudmu.."
"Minggu depan, saat kau di panggil menjadi saksi, kau boleh memilih antara aku dan ibumu, atau kau boleh memilih tinggal di balkon itu. lupakan soal kelas bisnis, pilihlah mana yang kau sukai."
"Dad-"
"Pembicaraan selesai. Kau boleh keluar. Aku sibuk."
Bintang merasa bingung, jadi ia hanya menuruti perintah ayahnya, ia keluar ruangan, tak berminat mengunjungi kamar ibunya sekali lagi, dan langsung menuju pintu depan yang dijaga dua orang berbaju hitam. Mereka mencegahnya untuk keluar. Salah satu dari mereka menyentuh alat komunikasi di telinga kirinya, lalu mengangguk, dan memperbolehkan Bintang keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate In You (COMPLETED)
Romance[#3 in Sad Romance 16012019] Berawal dari sebuah tragedi yang terjadi di suatu senja yang berawan. Sinta Dahsa Sanjaya, pemain basket tebaik dalam team sekolahnya harus rela memiliki satu ginjal ditubuhnya, seumur hidup. Setelah ia bangun dari kom...