Part 25

828 45 4
                                    

"Ah, kangennya."

Fiona menghempas tubuhnya keatas kasur lembut nan dingin, merentangkan tubuhnya membentuk bintang laut. Matanya menatap langit-langit kamar polos.

"Kapan terakhir kali aku tidur disini? Aku ingin menginap lagi."

Fiona memeluk bantal angry bird merah besar dan membenamkan kepalanya, ia memutar tubuh menghadap Sinta yang duduk di meja belajar berkutat dengan makanannya.

Lihat bagaimana lahapnya, Fiona tersenyum tipis. Ia memilih bangkit menghampiri foto-foto ukuran postcard memenuhi dinding kamar. Disana bercerita mengenai kenangan, ada dirinya, Bisma, pertandingan basket, bahkan Arga juga di beberapa foto.

"Kenapa tidak ada foto Bintang disini?"

Sinta mengacuhkannya, hanya merespon dengan mengedikkan bahu cuek.

Ia tak ingin bicara ketika mulutnya penuh makanan, lebih tepatnya tidak ingin, terlebih mengenai Bintang.

Sementara Fiona masih asik memandangi foto-foto mereka dan sesekali tertawa mengingat kejadian-kejadian konyol yang terpotret.

Ia menggeser badannya menuju nakas, satu buah kotak berbahan plastik begitu menarik perhatian di antara tumpukan-tumpukan buku. Botol-botol plastik berukuran sedang yang dimasing-masing memiliki isi yang memiliki bentuk dan warna yang berbeda. Ada kapsul, tablet, dan kaplet.

"satu, dua, tiga , empat, lima.. kau mengkonsumsi semuanya? Obat apa ini?"

Sinta serta merta membalikkan badan. Menggigit bibirnya sesaat, "Itu-itu bukan obat, tapi vitamin. I-ingatkan sebentar lagi ada turnamen basket? Mamaku mengatakan itu baik untuk tubuhku."

"Benarkah? Aku tidak pernah melihat vitamin yang seperti ini-"

"Yah, kau payah! Katanya ingin masuk kedokteran, kayak gitu aja tidak tahu."

Sinta tertawa hambar. Fiona mengembalikan botol obat ke tempatnya, "Hei jangan meremehkanku, lihat saja nanti kalau aku sudah jadi dokter sungguhan! Kau boleh berobat kapanpun tanpa biaya!"

"Kau pernah cerita padaku kalau Bintang juga sempat berada di fakultas kedokteran sebelum kuliah di sastra korea. Suatu saat mungkin saja Bintang akan kembali kemudian menjadi dokter. Kalau kau tidak cepat-cepat pacaran dengannya, aku akan merebutnya darimu!"

Sinta tertawa keras, "Kalau begitu, coba saja aku juga akan merebut Arga darimu."

"Ngomong-ngomong soal Bintang, sepertinya aku benar-benar pernah melihatnya disuatu tempat."

Lagi-lagi, Sinta hanya mengangkat bahu.

Fiona sesekali melirik Sinta yang asik makan, kemudian buru-buru membuang wajah dari kripik kentang yang terus menerus melambai penuh godaan. Tidak! Program dietnya tidak boleh gagal!

"By the way, Fi.. Kripik ini varian baru ya? Kayaknya aku baru rasain. Cheese-nya berasa banget, tapi ada pedasnya juga. Yakin gak mau cicip?"

"Stop it Sinta! Aku gak mau berakhir seperti berbulan-bulan lalu."

Sinta terbahak, teringat ketika Fiona gagal mempertahankan diet mayo-nya, awalnya Fiona hanya mencicip se-ujung jari, nyatanya sahabatnya itu baru sadar setelah menghabiskan tiga bungkus snack, dua soda, dan tiga batang coklat putih. Dan, Fiona marah besar!

"Kau terobsesi dengan berat badanmu Fi. Kau cantik seperti sekarang. Dan , aku tidak mau berteman dengan Fiona yang mirip tengkorak berjalan."

Fiona tertawa pelan. "Kau sih bisa santai makan tanpa khawatir berat badan. Disini, ada gadis lain yang kiloan-nya naik hanya dengan melihat sahabatnya makan."

Sinta mendelik jenaka. "Oh iya, gimana Try Out Bimbel mu? Hasilnya?"

Fiona langsung duduk, sangat antusias. "Tahu gak? Kemarin nilaiku hanya kurang 0,5! Hanya 0,5! Oh Tuhan! Itu kesalahan pensil nya! Kalau aku lolos kemarin, aku akan langsung di rekomendasikan untuk yang lebih lanjut, argh!"

"Kau saja yang terlalu bersemangat."

"Argh! Ku kutuk kau pensil 2B!!" geramnya kesal sambil meremas tangannya sendiri gemas.

"Sabar, Fi. Masih ada satu kesempatan lagi kan? Kapan?"

"Em, minggu pertama semester genap. Ah, kuharap aku bisa mendapatkan hasil yang kuharapkan. Kau tau kan aku ingin sekali masuk fakultas kedokteran di universitas itu?"

Sinta mengangguk. "Kau sudah berusaha, hasilnya pasti memuaskan."

"Aku gak sabar untuk pakai almamternya, perkenalan maba, dan praktikum. Waktu.. Cepatlah berlalu!!" serunya senang. Fiona merogoh ponsel bercase gold-nya, mengetikkan kata kunci di portal pencarian. Web resmi universitas favorite-nya.

Sinta menipiskan bibir, Kumohon jangan cepat berlalu.

Beberapa saat mata Fiona mengeksplor web diatas layar ponsel, ibu jarinya berhenti pada sebuah artikel yang di posting dua bulan yang lalu.

Ia lupa menutup mulutnya ketika mendapati potret Bintang ber-almamater tersenyum manis menunjukkan sebuah sertifikat-tunggu ini Bintang sungguhan kan? Benar!

Disebelahnya seorang pria berumur dengan baju batik necis dan rambutnya yang sangat klimis. Di sisi lainnya, seorang pria dengan rambut sedikit botak di depan, dan memutih. Itu rektor universitas dan..

"Wah!" Fiona membulatkan retina lebar-lebar, wajahnya tercengang.

Sinta menautkan alis heran, "Apa yang kau lihat sampai menganga seperti itu?"

Bintang Natha Humam (20 th) salah satu mahasiswa Fakultas Sastra Korea semester IV bersama empat mahasiswa lain telah berhasil mendapatkan beasiswa setelah seleksi ketat selama enam bulan. Beasiswa diberikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bekerja sama dengan Kementrian Luar Negeri dan duta besar Korea Selatan. Bintang Natha Humam,sebagai kandidat dengan nilai tertinggi mendapat beasiswa menyelesaikan S1 serta melanjutkan S2 di Kyunghee University, Korea Selatan. Menteri Kemdikbud datang langsung dan memberikan selamat atas keberhasilan salah satu mahasiswa yang dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi ini. Selamat untuk Bintang!

"Kenapa 'sih?"

Sinta penasaran, mengambil alih ponsel Fiona ke tangannya. Terpaku di beberapa detik pertama, ia tak kalah terpananya, tak tahu harus berkata apa selain jatuh seribu kali akibat terkagum pada sosok pria yang diketahuinya sangat menyebalkan tapi manis itu.

"Dia berfoto dengan rektor dan menteri kemdikbud sekaligus, wah!"

Fiona mengerjapkan mata berkali-kali.

"Dan yang terbaik dari itu semua, ia akan kuliah di universitas terbaik di Asia!"

Sinta berkerut samar. Semua kata Fiona benar, tetapi ada hal yang luput dari pandangan matanya.

Semakin Sinta men-scroll kebawah, kerutan di alisnya makin jelas.

"Kenapa ekspresimu seperti itu?"

-Apa berita itu benar? Kenapa Bintang melakukannya?

-Sayang sekali, aku berani membayar berapapun untuk kuliah disana.

-Kudengar gosip itu benar, tapi apa alasan Bintang membatalkan beasiswa itu?

-Aku kecewa sekali, ada apa dengan dia?

Fiona mendekatkan wajahnya dengan Sinta, tiba-tiba ia memekik kencang.

"APA!!?"

Fiona merebut kembali ponselnya dan heboh sendiri. Sementara Sinta, ia melangkah lambat ke jendela kamarnya, menatap sosok pria di seberang yang sibuk menelpon di balkon dengan wajah seriusnya.

Ia menyipit, berharap dapat melihat pria itu lebih dekat, Apa alasanmu sebenarnya?

---------------------------------------------------------------
Terimakasih untuk yang setia membaca cerita ini^^

Fate In You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang