Satu jam kemudian, Sinta sudah berada di lapang basket indoor. Tepat di belakangnya dua orang pria jangkung terus membuntuti layaknya ajudan. Tetapi, yang Sinta rasakan bahwa ia seperti mengurus dua bayi besar yang senang berkelahi.
Belum banyak anggota yang datang, hanya ada Arga, dan tentu saja Fiona yang sekarang sedang berlari menghampiri Sinta seperti anak kecil. Ia langsung menghambur memeluk Sinta erat sampai-sampai tubuh Sinta terbawa mundur satu langkah kebelakang.
“Agh! Fi! Kamu apaan sih lepas!” Sinta menepuk bahu Fiona beberapa kali.
Fiona menggeleng.“Kamu gak tahu bagaimana kangennya aku? semenjak libur semester kita belum pernah ketemu lagi!”
Sinta berseru dibalik rengkuhan Fiona. “Iya-iya aku bisa jelaskan tapi lepas dulu dong aku gak bisa napas!”
Fiona melepas pelukannya, dan mencubit gemas pipi Sinta. “Kalo kamu bilang kamu itu kayak ‘manusia ramuan ajaib’ yang nyembuhin orang lewat pelukan, kamu itu lebih mirip boneka teddy bear berjalan. gemesin!”
“A!Awww! Fiona! Tapikan teddy bear gemuk!” Sinta mengusap pipinya yang memerah dan terasa panas.
Bintang memperhatikan keakraban Sinta dan Fiona sambil tersenyum simpul, semua yang dikatakan Fiona ada benarnya, seluruh tubuh Sinta seperti tentakel, siapapun ingin memeluknya dan berlama-lama disana.
Tapi, kalau semua orang suka memeluk Sinta, apa Bisma juga?
Bintang melirik ke Bisma, di balas tatapan sinis yang membuat Bintang balas mendelik.
“Apa lihat-lihat?” Bintang berdecak sebal.
“Apa? Kau yang apa? Cih!” balas Bisma.
“Aish!” Sinta berbalik menatap lekat-lekat dua pria tinggi itu. Mereka langsung diam.
“Hei, ada apa dengan pemandangan pagi ini? Baru kali ini aku melihat mereka bersama.”
Sinta mendengus.
Ia melirik Bisma, “Yang satu menyebalkan..” lalu melirik Bintang, “Yang satu pemaksa. Kau tidak akan tahan bersama mereka lima menit saja.”
Fiona tertawa dan tak mempertanyakan kembali perihal keduanya. Ia lebih memilih menggandeng Sinta pergi meninggalkan dua pria yang tak lama pasti akan adu mulut kembali.
***
“Jangan menatap begitu, matamu bisa copot!”
Bintang berhenti memperhatikan gerak-gerik Sinta dari bangku penonton karena celetukan Fiona, ia menoleh dan tersipu—sambil berusaha menutupinya.
Ia berdehem dan melihat ke arah lain , tapi lagi-lagi tatapannya jatuh pada sosok Sinta di lapangan yang larut dalam pemanasan dan peregangan bersama anggota basket lainnya.
Fiona tersenyum tipis, sambil mengetik sesuatu di laptop-nya. “Kak Bintang belum menyatakan perasaan padanya?”
“Sudah. Tak terhitung jumlahnya.” jawab Bintang santai.
Tapi, Fiona tak sama sekali melihat kalau pria ini stress atau frustasi. “Kau yakin menyukainya? Kau tidak terlihat Ya seperti pria yang ditolak.”
“Bagiku tak apa, selama aku bisa melihatnya, berada disisi-nya setiap saat, itu moment yang tak ingin kutukar bahkan dengan seluruh dunia dan isinya.” Ujar Bintang.
“Dia sudah banyak melewati banyak hal setelah bertemu denganku, untuk sekarang aku hanya ingin terus disisinya, lagi pula dia masih sangat polos dan tak tahu menahu soal pacaran.” lanjutnya.
“Ya, Sinta memang buta dengan hal itu, tetapi Kak Bintang harus hati-hati, bukan sedikit pria diluar sana yang menyukai Sinta. kurasa kau harus cepat. ”
“Yah, dan yang paling menyebalkan dari sifat polosnya, dia sungguh tak tegaan, dia ramah pada semua orang, aku sempat takut kejadian di lapang basket saat itu terulang lagi. Saat itu juga, kalau aku datang lebih lama daripada saat itu, Sinta mungkin saja menerima pria brengsek itu.”
Fiona tertawa renyah. “Aku tidak heran kenapa banyak pria yang suka padanya, bahkan lebih dari yang ia ketahui, tapi kenapa ia selalu di kelilingi pria jahat?”
Bintang mengerutkan dahinya, belum ia menjawab pernyataan itu, Fiona terlanjur melanjutkan. “Bukan Kak Bintang maksudku. Dulu, saat kami masih siswa baru, ia bahkan membuat seorang preman sekolah, the most wanted, pria terseksi di sekolah, tergila-gila padanya, padahal Sinta tidak melakukan apa-apa, ia hanya bernyanyi.”
“Bernyanyi?”
“Ya, Sinta itu sebenarnya punya suara yang bagus, sangat malah. Tetapi, ia tak mau orang lain mendengarnya, ia hanya bernyanyi untuk mendiang ayahnya, dan untuk orang yang dicintainya kelak. Tapi, hari itu Kakak kelas itu mendengar Sinta bernyayi, awal mula dari kesialan itu.”
“Kesialan?”
Fiona nampak muram. Matanya menatap monitor laptop yang masih menyala. Ia seperti melihat sesuatu yang membuatnya sedih.
“Aku sudah janji tidak akan mencertikan ini kepada siapapun. Maaf, Kak. Tetapi berjanjilah padaku, Kak Bintang harus menjaga Sinta, karena aku tidak ingin orang itu muncul lagi di hadapan Sinta. aku tidak ingin pria sepertinya bersama, dan melukai Sinta lagi.”
“Karena, orang itu sudah kembali, dia ada di Indonesia sekarang.” Lanjut Fiona, menambah rasa penasaran Bintang soal ‘preman most wanted’ itu.
Yang ia yakini, orang itu pasti telah melakukan hal yang buruk pada Sinta, atau penyebab hal buruk terjadi padanya.
Tangan Bintang mengepal, “Tanpa kau menyuruhnya, aku pasti akan melindunginya, pasti.”
Fiona tersenyum. “Sepertinya aku benar-benar salah menilaimu saat pertama kali bertemu. Karena kau telah membuat satu-satunya sahabatku koma di rumah sakit, aku menutupi kenyataan bahwa kau juga berjuang setengah mati agar Sinta kembali bernapas sore itu disaat keadaanmu penuh luka juga, dan minggu-minggu setelahnya di rumah sakit.”
“Awalnya kupikir itu karena rasa bersalahku saja. Tetapi tidak, aku terdorong untuk terus melindunginya, bahkan setelah ia menyuruhku pergi ketika tanggungjawabku sudah selesai, aku tidak pergi. Banyak alasanku untuk pergi, tapi aku tidak melakukannya. Sepertinya, sampai kapanpun, dengannya aku terikat. Bukan tentang hal yang mengikat diantara kami, tapi tentang aku yang tak ingin melepaskan diri darinya.”
“Aku belum pernah bertemu dengan orang yang sejujur ini.” Fiona tersenyum lebar. “Aku ingin tanya, seperti apa Sinta untukmu?”
“Em.. Dulu ketika aku kecil, aku sangat suka ice cream. Aku melakukan apapun untuk bisa makan ice cream, walaupun aku tahu aku akan dimarahi, walau aku tau gigi-ku akan sakit, aku tetap ingin makan ice cream. Dan Sinta.. seperti ice cream bagiku.”
Fiona terpana. “Kupikir aku langsung jatuh cinta kalau kau mengatakan itu padaku. Aku bertaruh hanya ada satu dari satu juta wanita yang tidak berdebar mendengar itu.”
“Kalau begitu, berarti Sinta adalah satu wanita itu. Aku sudah pernah mengatakan padanya, ia malah tertawa dan esoknya ia membelikanku ice cream yang banyak.”
Dan, Fiona pun langsung terbahak. Keras.***
-----------------------------------------------------------------
Hai haiiii^^ happy reading^^ bila sempat silahkan vote dan komentar yaaa
Btw, disini hujan deras banget :':'''''

KAMU SEDANG MEMBACA
Fate In You (COMPLETED)
Romance[#3 in Sad Romance 16012019] Berawal dari sebuah tragedi yang terjadi di suatu senja yang berawan. Sinta Dahsa Sanjaya, pemain basket tebaik dalam team sekolahnya harus rela memiliki satu ginjal ditubuhnya, seumur hidup. Setelah ia bangun dari kom...