Part 45

664 41 5
                                        

Nico mencuci telapak tangannya yang penuh darah, lalu ia meraih ponsel Bintang dari sakunya, benda ini berada di genggaman Bintang tadi. Ponselnya tidak terkunci.

Aku membutuhkan obatku, Sinta. aku membutuhkanmu.. sekarang.

Nico membaca pesan yang belum sempat Bintang kirim. Ia meraih ponselnya sendiri, dan mengetikkan nomor Sinta di ponselnya, kemudian menelponnya.

“Halo Sinta. ini Nico, ingat? Teman Bintang. Apa besok ada waktu? Ada yang perlu ku katakan padamu. Baik, nanti ku sms tempatnya.”

Malam ini ia pasti akan begadang menyusun kalimat yang tepat untuk mengatakannya pada Sinta. Nico mengusap wajahnya dan keluar dari toliet pria dan kembali ke ruangan Bintang.

“Kak Nico?”

Nico menoleh dan terkejut, “S-Sinta? kenapa kau bisa disini?”

“aku bertemu dengan dokterku. Kak Nico sedang ap—kenapa bajunya ada darah?apa ada yang terluka?”

“Ah tidak, tadi aku menabrak bangsal korban kecelakan, darahnya mengenai bajuku.”

“Ah, begitu.. ohya, bukannya tadi ada yang ingin dibicarakan?apa tidak bisa memberitahuku sekarang saja?”

“Ah? S-sekarang?”

Masalahnya, ia tak tahu bagaimana memulainya. Ia belum siap.

Ia berdehem. “Em, Sinta. tolong baik-baiklah pada Bintang. Dia tidak setampan yang terlihat..” Baiklah, ia pasti terdengar aneh. “..dan, jangan minta dia mengupaskan apel untukmu lagi,”

“Ya?” Sinta menatapanya tak mengerti.

“Dan, sebegitu rapuh dan buruknya dia, tetaplah disisinya, oke? Aku mengandalkanmu. Untuk saat ini segitu saja. Nanti aku pasti mengatakannya padamu.”

Nico menepuk bahu Sinta kemudian pergi. Sinta mengerutkan alis, bingung.

***

“Bagaimana kondisinya?”

“Kondisi vitalnya sudah normal untungnya karena pasien sampai dirumah sakit tepat waktu. Tapi, psikologisnya tidak. saya benar-benar menyarankan untuk dia bertemu dengan dokter, meski berat mengakuinya, namun kalau dibiarkan lebih lama, dia bisa menjadi pecandu bunuh diri.”

Nico menghela, “Baik dok. Nanti saya akan membicarakannya."

Dokter itu menoleh ke arah Bintang yang terlelap, “Tapi, siapa Sinta? dia terus saja mengigau dan menyebut nama itu.”

“Sinta itu nama gadis yang disukainya.”

“Kekasihnya? Sebenarnya ada cara sederhana sebagai terapi, yaitu bersama dengan orang yang dikasihi, seperti teman, keluarga dan kekasih. Dan saya pikir, Sinta bisa membantu pasien dari ketergantungan bunuh dirinya.”

Nico menunggui Bintang semalaman. Kepalanya penuh dengan nama Sinta. Ya, gadis itu satu-satunya yang mampu menyembuhkan Bintang. Kalau gadis itu ada disisi Bintang, Bintang akan baik-baik saja.

“Kenapa mukamu muram begitu?”

Nico mendongak, “Kau sudah sadar? Yah, bagaimana rasanya merepotkan orang lain? Senang?”

Bintang hanya tersenyum.

“Kau senyum? Yah, kau tahu bagaimana histerisnya Bi Asih melihat keadaanmu, dia ngotot ingin menungguimu malam ini kalau aku tidak menyuruhnya pulang. dan, apa kau yakin tidak akan memberitahukan masalah ini pada kedua orang tuamu?”

“Apa yang berbeda kalau aku mengatakannya? Tidak ada. Jadi biarkan saja.”

“Baiklah, ngomong-ngomong aku bertemu dengan Sinta pagi ini, katanya dia bertemu dokternya.”

Fate In You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang