Dering telpon membuat Sinta terbangun. Ia merengek kesal sebab suaranya sangat nyaring, dan mengganggu lelapnya. Masih dengan mata terpejam, ia menjawab panggilan dan menyalakan loadspeaker.
“Halo! Hei, kemana saja kau! Kenapa baru angkat!”
“Aish!Memangnya ada apa sih?” Jawab Sinta dengan suara lemas.
“Tunggu-tunggu, siapa ini? Kenapa kau yang mengangkat telponnya?”
Sinta berusaha keras membuka matanya untuk membaca nama penelpon. Tapi, kepalanya jadi pusing.
Suara di seberang terdengar lagi, “Hei, siapa ini? Bukankah ini ponselnya Bintang?”
Cukup satu kali namanya disebut, Sinta langsung benar-benar terjaga. Memori di otaknya memutar dengan spesifik hal yang terjadi semalam.
“Ada yang tak mau pergi dari ingatanku, sesuatu yang selalu mengundang rindu, yaitu kamu. Cintaku bukan hanya seluruh kata yang pernah ada, sebab rasaku padamu tidak berbatas semesta.”
Sinta meremas rambutnya, lalu menggelengkan kepalanya berulang-ulang. Ia sugestikan otaknya terus menerus selama tiga menit pertama. Tapi, tidak berhasil, ia berlari keluar kamar menuju ruang kerja mama-nya tanpa mempedulikan panggilan yang masih berlangsung.
“Mama bangunin dari jam delapan pagi, baru bangun jam segini.” Kata Mary sambil melihat jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas siang. “Sarapannya mama angetin lagi ya?”
“Ma, jam berapa Sinta pulang semalem?”
“Mama udah tidur waktu kamu pulang, sayang. Jadi gak tau.”
Sinta menghela lega. Yang ia khawatirkan ternyata hanya mimpi. Mimpi yang sungguh gila.
“Tapi Bintang tadi pagi sarapan disini, katanya ia mengantar pulang jam satu malam dan kalian habis pergi melihat festival kembang api di Taman Museum.”
Sinta merasa kepalanya mendadak kosong. Ia terdiam beberapa saat, tanpa bicara lagi apalagi menghiraukan mamanya yang menyuruhnya makan, ia kembali ke kamarnya bersembunyi di balik selimut dan menendang-nendang kakinya ke udara.
Apa yang harus aku lakukan ketika bertemu dengannya? Pura-pura tidak ingat? “Hai Ssaem! Apa tidurmu nyenyak?” tidak! Itu bodoh. Lalu, apa aku harus membahasnya? Tidak tidak, itu jauh lebih mengerikan!
Sinta melirik ponsel Bintang yang berdering diatas kasurnya. Yang utama dan yang paling penting, ia harus mengembalikan ponselnya.
***
Nico memberikan frappuccino untuk gadis manis di hadapannya. “Sepertinya ini minuman favoritemu ya Sinta? Waktu itu kau juga pesan ini.”
Sinta menyeruput pelan minumannya dan tersenyum lebar. “Kak Nico juga pesan minuman yang sama kan?”
Nico tertawa kecil. “Jadi kenapa ponsel Bintang ada padamu? Kalian tidak mungkin bermalam bersama kan?” tanya Nico jahil.
“Kami bermalam bersama kok.” Kata Sinta, membuat Nico langsung tersedak minumannya.
“Aku, Bintang dan temanku makan BBQ, lalu pergi ke festival kembang api. Itu artinya bermalam bersama kan?”
Nico menahan batuknya. Gadis ini seputih kertas.
“Soal ponsel, semalam Bintang kasih jaketnya buatku, dan tak sadar sampai kebawa pulang.”
Ia melirik ponsel Bintang yang ia letakkan di atas meja, lalu menatap wajah Nico yang Nampak gelisah. Sinta yakin betul ada suatu hal penting yang harus Nico bicarakan dengan Bintang, terbukti dengan puluhan miscall sejak tadi malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate In You (COMPLETED)
Romance[#3 in Sad Romance 16012019] Berawal dari sebuah tragedi yang terjadi di suatu senja yang berawan. Sinta Dahsa Sanjaya, pemain basket tebaik dalam team sekolahnya harus rela memiliki satu ginjal ditubuhnya, seumur hidup. Setelah ia bangun dari kom...