“Wah, kau benar-benar seperti baterai tenaga surya, cuacanya panas begini kau masih ingin naik kora-kora, aku gak mau lagi!”
Bisma merengek seperti anak kecil, ia lempar tubuhnya ke bangku panjang.
“Apa tubuhmu menua? Gak asik!”
Sinta mendengus mengikuti Bisma duduk disampingnya, mengipasi wajahnya yang panas. Ia menyeka dahi dan lehernya yang berkeringat.Tiba-tiba ia terdiam, melonjak dan meninggalkan Bisma sendirian.
Bisma yang bingung, mengikuti Sinta, heran, karena Sinta tak menghiraukan panggilannya. Gadis itu berlari menembus arus bahkan sampai ke pintu gerbang. Tempat dimana tulisan Dream World itu berdiri kokoh.
Sinta mengedarkan pandangannya ke sekeliling, merunduk memperhatikan jalan dengan seksama, sekali-kali mengecek dibalik patung kartun Disney, bibirnya merapal doa berulang-ulang, dan otaknya berputar mengingat hal-hal yang mungkin ia lewatkan.
Begitu membayar tiket masuk, sambil menunggu Bisma yang menitip barang di loker, ia bermain di dekat ayunan dan jungkat-jungkit tepat di sebelah area peristirahatan. Ya, semoga saja.
Ia menghampiri ayunan, dan memeriksa di dekat tiang-tiang bercat merah tua itu. Tepat ketika itu, dua orang anak kecil sedang berdebat suatu hal, anak perempuan berumur lima tahun, dan anak lelaki bertopi Batman.
“Bukan! Tadi Lico liat Lala ambil itu di tanah! Jadi Lico buang lagi!”
“Enggak! Lala suka, jadi punya Lala!”
“Permisi, dek. Kalian lagi apa? Mama Papa kalian mana?” tanya Sinta sambil berjongkok. “Kakak mau tanya, apa kalian lihat kalung bentuk bintang disini?”
Dua anak itu saling pandang.
“Sinta, ini kalung yang kamu cari?”
Sinta langsung menoleh, dan menumpukkan pandangannya pada Bisma yang menunjukkan kalung berliontin bintang yang menggantung di udara. Dada Sinta terasa lapang, seperti seluruh khawatirnya hilang. Dengan penuh spontanitas, ia meraih kalung itu dengan mata berkaca.
“Tadi ada disamping—“Grep!
Bisma tiba-tiba membatu. Seluruh kerja organ tubuhnya mendadak mengalami error dan tidak mau bekerjasama sama sekali ketika Sinta merengkuhnya dengan hangat.
Ia takut, takut Sinta menyadari detak jantungnya yang berantakan.
“Aku benar-benar takut kehilangan kalung ini.” Isaknya. “Kau sahabat terbaikku Bisma, terimakasih!”
Sinta menyeka air matanya. Bisma masih berada diambang sadar, belum sepenuhnya pulih dan lagi, organ dalamnya belum kembali bekerja.
Bisma berdeham. “Ngomong-ngomong, foto siapa yang ada didalam liontin bintang itu?”
Sinta mengerut aneh. “Foto apa?”
Bisma menekan bagian belakang liontin, dan liontin tersebut terbuka dan menjadi dua bagian. Didalamnya, ada foto hitam putih seorang anak laki-laki yang tersenyum lebar. Sinta tanpa sadar ikut tersenyum. “Wah, aku tidak pernah tahu ada foto ini didalam kalung. Apa ini Ayah?”
“Kurasa iya. Bukannya itu kalung pemberian ayahmu kan?”
Sinta menatap wajah bahagia dalam foto itu. Sejujurnya Sinta tidak begitu ingat, yang ia tahu hanyalah ia dapatkan kalung ini setelah bertengkar dengan seorang anak lelaki.
Sinta menatap Bisma, “Yang terpenting, kalung ini sudah di temukan. Terimakasih, Bisma.” kata Sinta lembut, dengan senyum manisnya. Angin spoi-spoi sengaja mengibarkan anak-anak rambut Sinta, memberikan efek magis pada dentuman di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate In You (COMPLETED)
Romance[#3 in Sad Romance 16012019] Berawal dari sebuah tragedi yang terjadi di suatu senja yang berawan. Sinta Dahsa Sanjaya, pemain basket tebaik dalam team sekolahnya harus rela memiliki satu ginjal ditubuhnya, seumur hidup. Setelah ia bangun dari kom...