Part 71

589 25 0
                                    

Sinta menekan remote mengganti channel televisi. Masih dengan piyama Mickey Mouse-nya, salah satu tangannya diangkat, ia menggeliat dan menguap.

Dari arah dapur, terdengar samar suara pisau, minyak panas, dan spatula yang membalik makanan dalam wajan.

Ikan goreng.

Semerbak harum masakan sampai ke ruang tamu tempat Sinta menonton kartun favoritenya di pagi hari.

Sinta melangkah gontai menuju dapur, aroma masakan membuat perutnya bereaksi, lapar.

Beberapa hidangan sudah disajikan diatas meja. Sambal goreng kentang, telur balado, beberapa aneka tumis sayuran.

Sinta menghampiri rak dan mengeluarkan beberapa mangkuk dan piring, serta nampan.

Setiap akhir pekan, Mary selalu memasak berbagai macam makanan, dibuat bukan hanya untuk dirinya dan anak tunggalnya, namun memberikan sebagian besar sajian yang ia buat untuk penghuni kost seberang rumah, dan tetangga sekitar.

“Kali ini kamu gak perlu melakukannya,sayang.” Mary mencegah lengan Sinta yang mengambil beberapa potong ayam goreng kedalam kotak bekal. “Sekarang, kamu ke tempat Pak Rudi, ajak Bintang, Yuta, dan yang lainnya untuk makan disini.”

Sinta tidak banyak protes dan mengikuti perintah ibunya. Pagi itu, Sinta menghabiskan sarapan bersama dengan ibunya, Bintang, Yuta dan penghuni kost lain dengan suka cita.

Awalnya, Sinta mengira pagi di penghujung tahun ini akan dimulai dengan suasana pagi mendung yang suram, sebab.. hari ini adalah hari kematian ayahnya, Panca.

***

“Mana yang sakit? Sini biar ku pijat.”

Sambil menyeka air matanya,Mary mengecek keadaan suaminya yang terbaring lemah, sejak kembali dari ruang ICU setelah melakukan kemoteraphi-nya, kondisi Panca tidak berubah.

“Ada banyak kesakitan di dunia ini, salah satu yang cukup berat adalah melihatmu menderita seperti ini, istriku.”

“K-kau.. yang lebih menderita daripada aku.”

“Sudah..” Panca menyentuh wajah wanita pujaan hatinya, istri berharganya, ibu dari anak cantik darah dagingnya. “Jangan menangis lagi..”

“Aku tidak menangis, bola mataku hanya sedang berkeringat, memohon pada Tuhan agar kau tidak pergi dan hilang dari pandanganku.”

“Jika salah satu dari kita hilang, setidaknya aku akan mengingatmu sebagai orang yang pernah kucintai sampai akhir hayat. Tapi sepertinya, aku yang akan hilang duluan.”

Mary oleng, kakinya tak terasa memiliki tulang, lemah dan rapuh. Ia berpegangan pada meja kerja suaminya, dan duduk di kursi yang biasa Panca duduki ketika sedang mengerjakan tugas kantor, atau sekedar menonton pertandingan ulang sepak bola.

Hari yang sama..

Bingkai coklat madu yang duduk manis di dekatnya, dan foto pernikahan sederhana keduanya. Mary tenggelam dalam rindu, menembus waktu, sampai pada masa-masa bahagianya, kemudian tragedy dalam hidupnya ketika Panca menutup mata untuk selama-lamanya.

Wajah bahagia Sinta muncul diantara kepingan memorinya. Senyum yang tak pernah ia lihat lagi saat ini dari anak remajanya.

“Anak ini akan jadi anak paling cantik, dan paling bahagia diantara teman-temannya. Ia akan disukai oleh wanita, pria, orang dewasa bahkan sampai balita. Dan, aku berjanji, ia akan bersama kita selamanya, bersamaku.”

“Tapi suatu saat, dia akan menikah dan tinggal dengan pria lain yang akan jadi suaminya.”balas Mary.

“Aku yang menyayanginya sejak lahir, memberi semua yang ia inginkan, semua hal yang terbaik untuknya, menjaga ia dari malam penuh mimpi buruk sampai teman-temannya yang jahil. Kenapa aku harus memberikan putriku yang cantik ini pada orang lain?”

Fate In You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang