Part 18

5.3K 494 44
                                    

Kemaren sore dang Devane datang kekosaanku, memberikanku sebuah motor matic untuk kendaraanku, kata dangku biar bisa lebih berhemat, tak perlu mengeluarkan uang untuk transportasi.

Dang Devane memang tinggal di Jakarta, dia adalah kaka ku, kenapa aku tidak tinggal bersamanya? Mami memang menyuruhku tinggal bersamanya begitu juga dengan dang, tapi rasanya tak enak jika aku harus merepotkan dang dan istrinya.

Lagian jika aku tinggal sendiri disini, ini membuatku bisa lebih belajar mandiri dan tak selalu tergantung dengan keluargaku, awalnya memang terasa berat hidup sendiri di sini namun setelah kehadiran Veranda dalam hidupku rasanya berbeda semuanya berjalan dengan begitu baik.

Sepulang dari rumah Veranda kemaren, dia memintaku tak mengantarkannya kuliah, karna dia diantarkan oleh papahnya, jadi pagi ini aku berangkat sendiri tanpa dia, padahal ingin sekali orang pertama yang aku bonceng adalah dia, ya mau bagaimana lagi, jarang-jarang juga papah Ve ada dirumah, mungkin dia hanya memanfaatkan waktu bersama papahnya.

Aku mengendarai motorku dengan kecepatan sedang, saat sedang mengendarai sepeda motorku, aku tak sengaja melihat ka Naomi berada di area kosaan ka Melody.

Wajahnya memperlihatkan kesedihan, aku yakin dia tak dalam keadaaan baik-baik saja, aku berinisiatif mengajaknya menuju kampus bersamaku, tak ada salahnya apalagi dia satu fakultas denganku.

Disepanjang perjalanan dia hanya diam, menjawab semua pertanyaanku dengan seadanya, lagi-lagi aku berinisiatif mengajaknya pergi keluar jakarta, aku melajukan motorku kearah bogor.

Perjalanan yang cukup membuat ka Naomi bingung akan tingkahku, ku biarkan saja dia terus bertanya kepadaku, aku hanya diam sampai motorku sampai ditempat yang begitu memanjakan mata, aku mengajaknya ke kebun teh daerah bogor, ku rasa udara dingin kota bogor cocok untuk merefresh ulang otak ka Naomi yang sepertinya sedang banyak masalah.

Aku berdiri diatas perbukitan teh yang begitu indah, hamparan kebun teh yang hijau sangat memanjakan mataku, aku menyuruhnya berteriak melepaskan bebannya tapi dia terus menggeleng dan berkata tidak.

Aku berniat membantunya untuk berteriak, melepaskan segala kesedihannya, sialnya aku malah terbawa suasana, memeluknya dari belakang.

Aku merasa tak enak dengan ka Naomi, aku hanya takut ia akan berpikir yang tidak-tidak, sungguh aku tak bermaksud apa-apa.

Aku baru saja mengangkat panggilan telpon dari bidadariku, aku berkata jujur kepadanya kalau aku sedang bersama ka Naomi didaerah bogor, dia menyuruhku pulang tak terlalu sore, dia memintaku menemaninya mencari buku.

Lalu aku berjalan mendekati ka Naomi dan memberitahukan dia kalau aku harus pulang, tapi saat aku memberikan alasan kenapa aku pulang dia malah enggan ikut denganku kembali ke jakarta.

Sebenarnya bisa saja aku meninggalkannya disini, tapi aku tak setega itu membiarkan dia sendiri disini, padahal aku yang membawanya, dan aku pun tau dia  sangat membutuhkan teman.

Aku menolak saat ia menyuruhku untuk pergi kejakarta sendiri, aku tetap pada pendirianku menemaninya disini.

Tiba-tiba saja dia memelukku begitu erat, aku tidak tau dia kenapa, yang jelas dia sangat sedih terasa dari pelukannya yang begitu erat, aku mencoba membalasnya, memberikan ketenangan untuknya.







***




Udara segar yang terus berhembus kencang, sore yang mulai datang membuat Naomi enggan melepaskan pelukannua dari Kinal.
Kinal hanya bisa diam mencoba memberikan ketenangan pada Naomi.

Kinal berfikir urusan Veranda dia bisa menjelaskan nanti kepada Veranda, Kinal yakin Veranda mengerti, toh sekarang juga dia menemani sahabatnya sendiri.

KINAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang