Tatapan yang begitu sendu memandang lurus ke depan, malam yang pekat terlihat begitu gelap, di ujung sana bulan memancarkan sinarnya, menerangi sedikit pada gelap nya malam.
Kaki yang berwarna putih itu beradu dengan butiran pasir yang halus, kaki nya terus berjalan secara perlahan terkadang kakinya tersentuh lembut oleh dinginnya air laut. Seseorang dibelakangnya mengikuti setiap langkahnya, hatinya berdebar kencang kedua tangannya ia pautkan mengurangi rasa gugup pada dirinya.
Langkahnya terhenti, kini ia membalikan badannya menghadap seseorang yang sedari tadi mengekorinya, "Aku gak tau harus ngomong apa sama kamu Lid, tapi aku kaget, aku gak nyangka kamu bisa gini sama aku" Tutur Melody memalingkan wajahnya dari Lidya.
Lidya menarik nafas nya yang gusar secara kasar, menundukan kepalanya lemah, matanya ia pejamkan meredam rasa yang membelenggu dalam hatinya. "Maafin aku ka kalau aku lancang, tapi aku gak tahan sama semua yang aku rasa sendiri, aku fikir dengan menyatakannya itu akan menjadi terasa ringan, sekali lagi aku minta maaf"
"Kamu gak salah Lid, cinta gak pernah salah, aku ngerti." Tangan Melody terulur mengangkat kepala Lidya yang sedari tadi menunduk kemudian dia tersenyum begitu kaku. Dia berjalan duduk di pesisir pantai yang tenang.
Begitu sunyi hanya terdengar gemuruh ombak yang semakin ketepi.Keduanya kini duduk di pinggiran pantai hanya sang purnama tersenyum hangat di atas sana.
Pantai pun seakan penuh mutiara oleh cahayanya.
Tebing-tebing yang menjulang, hadirkan jerit hewan malam.Duduk berdua merasakan malam dan menatap purnama yang jauh "maafin aku kalau aku gak bisa bales cinta kamu, kamu mau nunggu kan?"
Bintang-bintang yang berkelip sangat manja tersenyum getir mendengarnya, membahagiakan namun menyakitkan, Lidya hanya bisa mengangguk menjawab ucapan Melody tadi matanya ia arahkan mengikuti arah pandang melody. Mungkin seperti ini lebih baik dari pada tidak sama sekali.
Melody menaruh kepalanya bersandar pada bahu Lidya, menikmati teduhnya malam. Dia dapat merasakan kenyamanan yang tak pernah ia dapatkan dari orang lain.
Hembusan angin yang menerpa wajah mereka terasa begitu indah membuat gugurnya daun-daun kering berserakan tak menentu.
Nikmati dingin merasuk sumsum
menghadirkan bayangan semu memeluk sedikit dalam keraguan.Debaran jantung Lidya sudah tak menentu berdetak, saat tangan Melody merangkul lengannya begitu posesif mengikis jarak diantar mereka. "Kamu pake parfum apa? aku suka wanginya"
Lidya menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, dia begitu kaku menanggapi semua tingkah Melody. Ini bukan penolakan yang buruk, tapi penolakaan yang harus diperbaiki.
"Hehe parfum biasa kok"
"Aku gak melet kamu tenang aja"Pletak!!
"Aww..kok dipukul?" Ucap Lidya mengusap kepalanya sendiri.
"Lagian di tanya serius jawab nya ngelantur"
"Loh kan aku bener, emang ini parfum biasa kok kalau emang kamu suka yang emang pada dasarnya kamu suka aku, aku sih cuman bilang aja ini bukan parfum dari dukun gitu"
"Ya siapa yang bilang dari dukun ih" Melody melepaskan rangkulan nya, menegakan tubuhnya.
"Hehe bcanda ka, gitu aja marah, jadi makin keliat muda deh"
"Oh jadi menurut kamu aku tua?"
"Eh, gak gitu, duh gimana ya"
"Tuh kan, tau ah"
Melody pun beranjak dari duduknya berjalan pergi meninggalkan Lidya yang masih bingung atas apa yang ia ucapkan.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/113957782-288-k948801.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KINAL [END]
FanfictionRank#40 In Factfiction. 7/8/17. Seorang Gadis 19 tahun dengan gaya petakilannya, memulai hidupnya menjadi seorang mahasiswi disalah satu universitas ternama diJakarta, memulai hidupnya dengan segala keunikannya.