Part 14

6K 552 65
                                    

"Tunggu dong" ucap Kinal menarik tangan Ve.

Seketika Ve berbalik dan menghadap Kinal.

"Apa?"

"Tungguin Veranda"

"Gak sopan"

"Gapapa, lah kan kamu pacar aku"

"idih sejak kapan?"

"Semalem"

Kinal menaik turunkan alisnya menggoda Veranda yang sudah begitu malu.

"Gak sudi"

"Gak sudi tapi dicium"

"Terpaksa"

"Oh terpaksa nih?"

"Balikin lagi kalau gitu"

"Hah, apanya?"

"Ciumnya lah"

"Kan kamu gak sudi, sini balikin lagi"

Veranda memandang Kinal dengan tatapan bingungnya.

"Apa mau aku yang ngambil?" Ucap Kinal mendekat ke Veranda.

"Ih!" ucap Ve memundurkan muka Kinal.

"Minggir gw mau lewat" ucap Ve pergi menuju mobilnya.

"Yaah kumat lagi kan, nenek sihirnya" grutu Kinal.

"Tsundere" ucap Kinal menghela nafasnya.






**

Ghaida itu memang brengsek tak tau malu, dia masih saja berani menampakan mukanya didepanku dan Veranda.

Aku tak akan membiarkannya menganggu Veranda, aku tak peduli sekali pun muka ku hancur dipukul olehnya aku tak takut.

Dia itu sungguh tak punya hati, memberi harapan kepada ka Melody tapi dia mengejar Veranda, padahal dia adalah seorang wanita tapi kenapa dia mempermainkan wanita juga? Biadab sekali.

Kejadian dikampus tadi memang membuatku cukup babak belur, muka cantiku kini sudah tak tau bentuknya, ku rasa muka dia yang pas-pas pun tak jauh beda denganku.

Saat dikampus tadi aku sungguh tidak tega dengan keadaan ka Melody, aku tau dia pasti sakit melihat Ghaida yang begitu mengejar Veranda.

Sudah jelas-jelas ada ka Melody yang mencintai nya dengan tulus tapi dia malah mengejar Veranda yang tak pernah mencintainya.

Bodoh.

Ah tapi bodoamat itu urusannya biarkan saja dia menyelsaikan masalahnya sendiri, kenapa jadi aku yang pusing memikirnya.

Aku sekarang baru saja sampai dikamarku setelah tadi mengantar Veranda pulang memastikan dia sampai dengan baik dan tanpa lecet sedikit pun, aku memang memutuskan pulang.

Badanku rasanya remuk, suhu tubuhku juga memanas, mungkin efek mataku yang sedikit membengkak karna pukulan Ghaida tadi.

Pukulannya memang keras sangat keras bahkan aku pun terjatuh, mungkin dia memang benar-benar emosi terhadapku.

Tapi tadi Veranda sudah membelikanku obat, takut badanku demam gara-gara ini dan benar saja ku rasa sekarang tubuhku memanas.

"Euh...sakit mami"

Rasanya tersenyum saja susah muka ku kini benar-benar kaku, seakan syaraf-syaraf penggeraknya mati.

Sebaikny sekarang aku meminum obatku dan tidur.

Terimakasih Verandaku untuk obatnya.



**


Dia menyentuh bibirnya sendiri pikirannya menerawang memikirkan kejadian malam tadi, dia masih tak mempercayainya kenapa dia bisa mencium Kinal?

KINAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang